Breaking

Semakin Kita Gila, Semakin Bahagia: Logika Absurd yang Justru Masuk Akal

Saya pernah menemukan kalimat yang membuat saya berhenti sejenak dan berpikir, “Apa itu?” Kalimat itu adalah: “Lebih bersemangat kita, maka lebih bahagia kita.” Awalnya saya melihatnya sebagai lelucon dari teman yang terlalu sering begadang ngegame. Tapi semakin aku berpikir, semakin terasa bahwa kalimat ini mengandung kebenaran yang, meski terdengar aneh, sangat relevan dengan kehidupan kita.

Mari kita lihat sebuah pertanyaan menarik: Apakah benar satu hal yang trenaksinya, seseorang bisa semakin bahagia? Jangan buru-buru membawa orang ke dokter psikologi dulu — kali ini kita akan membahas topik itu dari sudut pandang naratif, analisis data, dan analisis mendalam, dan semoga kita bisa mengalami beberapa momen lucu bersama.

“Gila” adalah konsep yang kompleks dalam psikologi, dengan arti yang berbeda-beda tergantung pada konteksnya. Pada umumnya, “gila” merujuk pada kondisi mental yang disebabkan oleh gangguan psikologis, seperti skizofrenia, bipolar, atau cedera kepala.

Pada zaman dahulu, “gila” mengandung makna yang lebih luas, tergantung pada latar belakang dan kepercayaan masyarakat. Di beberapa budaya, “gila” digunakan sebagai konsep untuk menggambarkan seseorang yang telah mencapai status tahyul, seperti dayang-dayang atau pejuang ahli waris kesetaraan.

Secara lebih spesifik, “gila” dalam konteks social di Jawa dapat mendifinisi sebagai seseorang yang berani melawan kekuatan tirani, atau lebih sering digunakan dalam konteks pasaran.

Namun, dalam sebuah konteks beberapa budaya Barat dan islam, “gila” bermakna menantang kepala kejayaan yang meninggikan diri, mengubah gas dan gerak seperti mahluk lilin menjalan dalam asap.

Sebelum melanjutkan, mari kita jelaskan apa yang dihurname “gila” dalam konteks ini. Di sini, kami tidak membicarakan tentang gangguan mental serius, tetapi lebih kepada keberanian untuk berani keluar dari bayangan, melakukan yang tidak biasa, atau bahkan melawan norma-norma yang pernah membatasi diri kita.

Misalnya, ada teman saya yang tiba-tiba mencoba meninggalkan pekerjaannya yang stabil di kantor untuk bergantung pada menjual bakso di sekitar jalan. Awalnya, semua orang mengutuk: “Sangat keras kepala, deh!?” Namun, seis belas bulan kemudian, dia lebih bahagia, memiliki waktu lebih banyak untuk keluarga, dan tabungannya semakin tebal dibandingkan saat masih karyawan kantoran.

Terdapat banyak contoh serupa di dunia. Elon Musk, misalnya, dianggap “gila” ketika berani membangun mobil listrik dengan Tesla. Orang-orang sempat menganggap ide miliknya absurd. Sekarang? Dia adalah salah satu orang terkaya di dunia. Gila? Mungkin. Bahagia? Sama sekali tidak mengejutkan.

Data dan Fakta: Apa Hobi yang Terkait dengan Kebahagiaan?

Mari kita masuk ke dalam dunia data. Sebuah penelitian dari University of California menemukan bahwa orang yang siap mengambil resiko atau mencoba sesuatu yang baru cenderung memiliki tingkat kebahagiaan yang lebih tinggi. Mengapa? Karena berani keluar dari zona nyaman dapat menyebabkan pelepasan hormon dopamin, zat kimia dalam otak yang berhubungan dengan perasaan bahagia.

Demikian pula ditemukan oleh laporan di Journal of Positive Psychology, yang menunjukkan bahwa mereka yang melakukan aktivitas tiba-tiba atau berani seperti mendaki Gunung tanpa merencanakan terlebih dahulu, menari di tengah hujan, atau mempelajari hobi baru cenderung merasa lebih puas dengan hidupnya, karena semua aktivitas ini membuat mereka merasa hidup, bukan hanya melaksanakan rutinitas harian yang membosankan.

Tapi, “kegilaan” ini tidak tiba-tiba tanpa bahaya. Psikolog Mihaly Csikszentmihalyi dalam teori “aliran”nya mengatakan bahwa kebahagiaan paling tinggi dialami ketika seseorang terhadap subjeknya. Tapi catatan: aktivitas itu harus menantang, namun tetap dalam kemampuan kita. Jika “kegilaan” itu terlalu ekstrem—misalnya, tiba-tiba ingin melompat dari pesawat tanpa parasut—kesenangan bukanlah kebahagiaan, melainkan masalah yang bisa masuk berita.

Tetap Pasti Bahagia: Mengatasi Norma dan Ekspektasi dengan Bijak

Salah satu alasan mengapa kita sering merasa tidak bahagia adalah tekanan pentru mengejar kepuasan sosial. Kita diajarkan untuk mengikuti jalur yang dianggap “baik”: sekolah, kuliah, pekerjaan kantoran, menikah, memiliki anak, pensiun, dan selesai. Siapa pun yang terganggu dari jalur ini langsung dianggap “tidak bersalah.”

Padahal kebahagiaan itu benar-benar bersifat subjektif. Seseorang mungkin merasa bahagia menjadi seniman jalanan, sementara orang lain bahagia kerja sebagai akuntan. Tapi ketika kita terlalu sibuk memikirkan “apa kata orang,” kita kehilangan kesempatan untuk mendengarkan apa yang benar-benar membuat kita bahagia.

Saya teringat konon seorang teman yang memutuskan untuk menjadi penulis lepas setelah bekerja di kantor selama bertahun-tahun. Banyak yang menganggapnya tidak sempurna karena meninggalkan karier yang mapan. Tapi dia mengatakan, “Gue akhirnya bisa menulis novel sambil mengenakan pakaian malas. Gue bahagia.” Apa yang dia lakukan mungkin dianggap tidak normal oleh kebanyakan orang, tapi baginya, itulah kebahagiaan yang sesungguhnya.

Guardar yang Tergayuh: Kitab Rahasia Bahagia dengan Tidak Ada Rasa Menyesal

Bagaimana agar bersikap “gila” tetapi punya kebahagiaan sedangkan tidakkah ada rasa sakitnya? Berikut langkah sederhana yang bisa Anda lakukan:

Berani Mencoba Hal Baru

Mulai dengan sesuatu yang sederhana. Coba makan di tempat makan yang belum pernah Anda kunjungi sebelumnya, atau belajar keterampilan baru seperti menggambar atau bermain gitar. hal ini semua akan memberikan Anda perasaan telah mencapai sesuatu dan rasa segar dalam rutinitas.

Abaikan Ekspektasi Orang Lain

Ingatlah, hidup ini milik Anda. Jangan habiskan harta dan waktu Anda mencoba memenuhi standar orang lain. Jika Anda ingin bernyanyi di tengah jalan atau membuka usaha kecil, lakukan dan jangan ragu!

Keluar dari Wilayah Aman dengan Kalkulasi

Saya rasa, Anda sedang merasa nyaman dengan rutinitas sehari-hari Anda, tapi ada baiknya Anda melakukan beberapa perubahan untuk meningkatkan produktivitas dan kehidupan Anda secara keseluruhan. Berikut beberapa kalimat untuk membuat Anda mempertimbangkan untuk keluar dari zona nyaman dan menikmati tantangan baru.

1. Bebaskan diri dari pengharapan untuk meraih kesempurnaan. Setiap kegagalan bukanlah akhir dari cerita, tetapi merupakan start dari perubahan yang signifikan.

2. Jalani Proses Pembelajaran. Jangan takut mencoba yang baru dan membiarkan yang tidak Anda ketahui dirasakan oleh Anda.

3. Tingkatkan keberanian Anda. Cari tahu siapa diri sendiri dan apa yang cocok dengan Anda. Hargai kebebasan dan pilih jalan yang memarahkan.

4. Sentuh Hati Anda. Carilah sumber perubahan yang sebenarnya bukan karir atau prioritas Anda. Meskipun jika Anda tidak setuju dengan nasihat ini, ulangi kata yang menunjukkan perhatian Anda terhadap diri sendiri.

5. Membuat Pilihan dengan Sadar Sendiri. Gantikan keputusan Anda. Cukup sampai saat ini, bukan selamanya.

Tidak ada alasan untuk takut mengambil resiko, terus melakukan perhitungan sisi konsekuensinya. Misalnya, jika Anda SJ ang berhenti pekerjaan untuk memulai bisnis, pastikan Anda memilikiduit darurat untuk bertahan hidup selama beberapa bulan kedepan.

Rayakan Kesalahan

Jika Anda mengalami kegagalan, anggap saja itu sebagai pelajaran penting. Bahkan kegagalan terbesar mungkin dapat menjadi sebuah kisah menggemaskan yang Anda ceritakan kepada teman-teman di masa depan.

Penutup: Bahagia Itu Dalam Bentangan Anda

Semakin kita terus terbuka untuk mencoba hal-hal aneh dengan cara yang seimbang, semakin besar peluang kita untuk merasa lebih bahagia. Dunia ini terlalu luas untuk dihabiskan dengan menjalani hidup yang terlalu serius sepanjang waktu. Kadang, kita perlu yang tahu terkadang kita harus terbiasa menertawakan diri sendiri, mencoba hal-hal baru dan tidak biasa, dan berkata, “Islamapun tidak?”

Jadi, kalau suatu hari Anda merasa ingin melakukan hal yang tampaknya “gila”, seperti mendadak belajar salsa di usia 40-an atau mendirikan kafe tersebut di atas sebuah pohon, lakukanlah. Anda mungkin hanya mengambil langkah pertama menuju kebahagiaan yang sejati.

Ya, hidup ini terlalu singkat untuk selalu berada di “_normal_”, bukan?

Leave a Comment