Breaking

Aksi MARAPAIMA dan Ecoton di Kota Malang: Peringatan Krisis Kesehatan Akibat Mikroplastik

Komunitas Mahasiswa Relawan Peduli Air Masyarakat dan Alam (MARAPAIMA) bersama Yayasan Ecoton dan mahasiswa Departemen Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Malang (Kesmas UM) menggelar aksi kampanye bertajuk Waspadai Jantung Manusia Terkontaminasi Plastik. Aksi tersebut berlangsung di sekitar Jalan Veteran, Kota Malang, pada Kamis (24/7/2025), sebagai seruan keras terhadap ancaman kesehatan akibat paparan sampah plastik.

Aksi ini lahir dari temuan riset yang cukup mengejutkan. Penelitian yang dilakukan Amalia Putri Kurniawati, Marshanda Rachma Maulida, dan Muhammad Alvin Alvianto menemukan adanya partikel mikroplastik pada darah, urin, bahkan cairan amnion manusia. Dari 26 sampel darah yang diteliti, ditemukan 88 partikel mikroplastik dengan dominasi fragmen. Sementara itu, dari 11 sampel cairan amnion terdeteksi 107 partikel dengan dominasi fiber, dan dari 9 sampel urin ditemukan 52 partikel dengan komposisi dominan fiber. Jenis yang paling banyak teridentifikasi adalah PET atau polietilena tereftalat, bahan yang umum digunakan pada botol minuman sekali pakai.

Muhammad Alvin Alvianto mengungkapkan bahwa jenis PET memiliki kemampuan menembus sawar darah-otak. Dampaknya bisa memicu penurunan fungsi kognitif hingga meningkatkan risiko demensia. “Mikroplastik bisa masuk ke tubuh melalui udara, makanan, dan bahkan kulit. Setiap orang diperkirakan menghirup sekitar 53.700 partikel mikroplastik setiap tahunnya,” kata Alvin pada Kamis (24/7/2025).

Krisis Sampah Plastik di Kota Malang

Data dari Ecoton menunjukkan bahwa Kota Malang memproduksi rata-rata 778,34 ton sampah per hari. Dari jumlah tersebut, sekitar 13,7 persen adalah limbah plastik atau setara lebih dari 106 ton per hari yang akhirnya menumpuk di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Supit Urang. Meski masalah ini kian mengkhawatirkan, kebijakan yang diterapkan pemerintah kota dinilai belum memadai. Saat ini, aturan yang berlaku hanya berupa Surat Edaran Wali Kota Nomor 8 Tahun 2021. Sayangnya, tidak ada mekanisme pengawasan ketat ataupun sanksi yang efektif bagi pelaku usaha yang melanggar.

Kondisi tersebut membuat sektor kafe dan usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) tetap bebas memakai kemasan sekali pakai. Hal ini, menurut para aktivis, memperburuk pencemaran plastik dan memperbesar risiko paparan mikroplastik bagi manusia.

Bahaya Mikroplastik Bagi Kesehatan

Hasil riset juga menunjukkan bahwa partikel mikroplastik tidak hanya berhenti di saluran pencernaan. Zat ini bisa menembus dinding usus, masuk ke aliran darah, dan menyebar ke berbagai organ vital.

Baca Juga: Heboh! Sister Hong Diduga Tularkan HIV ke 1.600 Pria di China

Beberapa dampak kesehatan yang telah dicatat antara lain:

  • Paru-paru: memicu inflamasi, asma, bronkitis, hingga kanker paru.

  • Otak: mampu menembus sawar darah-otak, menyebabkan gangguan memori, depresi, dan demensia.

  • Sistem reproduksi: mengganggu kualitas sperma, fungsi ovarium, dan berisiko merusak perkembangan janin.

  • Saluran pencernaan: memicu peradangan serta meningkatkan risiko kanker pankreas.

  • Jantung dan pembuluh darah: berkontribusi pada gangguan irama jantung, stroke, hingga fibrosis.

Salah satu mahasiswa Kesmas UM, Dinda Auliyatus Saidah, menegaskan bahwa mikroplastik juga memicu stres oksidatif, kerusakan DNA pada janin, serta gangguan hormonal serius. “Banyak dampak buruknya, dan ini harus kita suarakan bersama,” ujar Dinda dengan tegas.

Seruan Aksi dan Tuntutan Perubahan Regulasi

Aksi di Jalan Veteran ini sekaligus menjadi bagian dari kampanye Plastic Free July yang sebelumnya juga digelar MARAPAIMA dan Ecoton di Gedung Grahadi Surabaya serta Balai Besar Wilayah Sungai Brantas. Tujuannya adalah mendorong kesadaran masyarakat sekaligus mendesak pemerintah agar mengambil langkah nyata.

Melalui aksi tersebut, MARAPAIMA dan Ecoton mengajukan tiga tuntutan utama. Pertama, Pemkot Malang diminta segera mengganti Surat Edaran Wali Kota Nomor 8 Tahun 2021 dengan peraturan yang tegas melarang penggunaan plastik sekali pakai dan memberikan sanksi jelas bagi pelanggar. Kedua, pelaku usaha serta UMKM didorong untuk beralih ke sistem isi ulang yang aman dan transparan, mengurangi ketergantungan pada kemasan PET dan polistirena. Ketiga, masyarakat diimbau aktif mengurangi konsumsi plastik, menolak produk berkemasan berlebihan, serta memperjuangkan hak atas lingkungan dan tubuh yang sehat.

Ahmad Fayedh Mulyadi, mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya yang turut terlibat dalam penelitian Ecoton, menekankan bahwa krisis mikroplastik sudah memasuki tahap darurat kesehatan publik. “Kami berharap pemerintah daerah bisa mendorong masyarakat untuk lebih peduli terhadap lingkungan, terutama dampak pencemaran plastik bagi kesehatan manusia,” ujarnya.

Lewat aksi dan seruan ini, para aktivis berharap pemerintah, pelaku usaha, dan seluruh masyarakat Kota Malang bergerak bersama. Mikroplastik bukan lagi isu lingkungan semata, melainkan ancaman serius bagi kesehatan generasi kini dan mendatang. Dengan langkah nyata, regulasi tegas, serta kesadaran kolektif, krisis ini dapat ditekan dan masa depan yang lebih sehat bisa terwujud.

Baca Juga: 3 Alasan Mengapa Bihun Bisa Masuk Menu Diet Sehatmu