InfoMalang – Dalam lima tahun terakhir, sektor pendidikan konsisten menjadi salah satu penyumbang inflasi utama di Kota Malang setiap memasuki bulan Juli dan Agustus. Pola ini terus berulang setiap tahun ajaran baru, seiring meningkatnya berbagai biaya mulai dari uang sekolah hingga perlengkapan belajar. Fenomena ini memperlihatkan bagaimana momen pergantian tahun ajaran memberi dampak signifikan pada pergerakan harga di kota pendidikan tersebut.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Malang, puncak kontribusi sektor pendidikan terhadap inflasi terjadi pada Juli 2022, mencapai 0,12 persen. Tahun sebelumnya, yakni Juli 2021, kontribusi tercatat 0,02 persen, terutama dipicu kenaikan biaya pendidikan di tingkat SMA. Memasuki Juli 2023, kontribusi SMA turun menjadi 0,02 persen, namun posisinya diambil alih oleh pendidikan SD yang menyumbang 0,03 persen terhadap inflasi bulanan.
Baca Juga:Prodi PJJ Ilmu Komunikasi UNSIA Ramaikan Kongres Ke-VII ASPIKOM di Kota Makassar 2025
Kepala BPS Kota Malang, Umar Sjaifuddin, menjelaskan bahwa pada Juli 2024, biaya pendidikan SD kembali menjadi penyumbang utama inflasi dengan kontribusi 0,04 persen. Meski pada Juli 2025 andilnya sedikit menurun menjadi 0,03 persen, sektor pendidikan secara keseluruhan tetap menjadi faktor signifikan. “Secara month-to-month pada Juli 2025, inflasi disumbang 0,09 persen dari sektor pendidikan. Rinciannya, biaya SD 0,03 persen, TK 0,03 persen, dan kursus bahasa asing 0,02 persen,” terang Umar.
Peningkatan ini, menurut Umar, bersifat wajar karena setiap tahun selalu ada penyesuaian biaya pendidikan yang mengikuti inflasi umum dan kondisi ekonomi global. Kebutuhan yang melonjak seperti pembelian seragam, sepatu, alat tulis, biaya pendaftaran sekolah, hingga biaya les privat atau kursus bahasa turut memperkuat tekanan inflasi di pertengahan tahun.
Dampak inflasi sektor pendidikan tak hanya terasa di kantong orang tua, tetapi juga pada pola konsumsi masyarakat. Bagi sebagian kalangan usaha, momen ini biasanya menjadi peluang emas. Misalnya, toko buku, perlengkapan sekolah, atau penyedia jasa kursus sering kali mengalami peningkatan permintaan menjelang masuk sekolah. Namun, tren tersebut tak selalu positif.
Majad, Manager Store Togamas Dieng Malang, mengungkapkan bahwa toko buku yang dikelolanya justru mengalami penurunan omzet pada musim tahun ajaran baru 2025. “Pembelian tas, buku, hingga pensil turun 60 persen dibanding tahun lalu,” ujarnya.
Biasanya, puncak keramaian di toko buku terjadi satu minggu setelah siswa kembali ke sekolah. Akan tetapi, pada tahun ini suasana berbeda. Pengunjung lebih sepi, dan transaksi menurun cukup tajam. Majad menduga penurunan daya beli masyarakat akibat tekanan ekonomi global menjadi penyebab utama.
Fenomena ini menunjukkan paradoks yang menarik. Di satu sisi, biaya pendidikan yang meningkat mendorong inflasi. Di sisi lain, beberapa pelaku usaha yang selama ini bergantung pada momentum tahun ajaran baru justru tidak mendapat keuntungan maksimal karena konsumen menahan belanja. Hal ini menandakan bahwa inflasi yang dipicu sektor pendidikan bukan berarti seluruh pelaku usaha terkait mengalami kenaikan penjualan.
Kondisi ini diperparah oleh tren penyesuaian harga global. Lonjakan biaya bahan baku, seperti kertas, kain untuk seragam, dan plastik kemasan, memicu kenaikan harga barang-barang penunjang pendidikan. Meskipun kenaikan ini di sisi produsen tak bisa dihindari, konsumen pada akhirnya harus memilih prioritas belanja yang lebih ketat.
Umar menambahkan bahwa sektor pendidikan menjadi “langganan” penyumbang inflasi di bulan Juli dan Agustus karena perilaku musiman masyarakat. “Permintaan pasar otomatis melonjak ketika tahun ajaran baru tiba. Polanya hampir sama setiap tahun,” ujarnya. Meski demikian, ia menekankan pentingnya pengendalian harga dan koordinasi antara pemerintah daerah, pelaku usaha, dan masyarakat untuk meminimalkan dampak inflasi.
Bagi orang tua, strategi mengatur keuangan jelang tahun ajaran baru menjadi sangat penting. Beberapa memilih membeli perlengkapan sekolah lebih awal untuk menghindari lonjakan harga, sementara yang lain memanfaatkan program diskon atau pembelian bertahap.
Sementara itu, bagi pemerintah daerah, momen ini menjadi tantangan untuk menjaga stabilitas harga dan memastikan ketersediaan barang. Langkah seperti memantau stok seragam, alat tulis, dan perlengkapan sekolah menjadi penting agar tidak terjadi kelangkaan yang memicu spekulasi harga.
Meski tren ini sudah berlangsung selama lima tahun terakhir, sifatnya masih cukup sulit dihindari. Pendidikan merupakan kebutuhan pokok yang hampir pasti akan menyumbang tekanan inflasi setiap pertengahan tahun. Perbedaannya hanya terletak pada besar kecilnya persentase kontribusi, yang dipengaruhi berbagai faktor seperti tingkat kenaikan biaya sekolah, perubahan kurikulum yang memicu pembelian buku baru, dan tren kursus tambahan di kalangan siswa.
BPS Kota Malang memproyeksikan bahwa selama pola konsumsi masyarakat masih mengikuti siklus tahun ajaran baru, sektor pendidikan akan tetap menjadi salah satu pendorong inflasi di pertengahan tahun. Upaya diversifikasi strategi belanja dan pengendalian harga menjadi kunci untuk mengurangi beban rumah tangga sekaligus menjaga perputaran ekonomi tetap sehat.













