infomalang.com/ MALANG – Anomali cuaca yang melanda wilayah Karangploso, Kabupaten Malang, memukul telak para petani tomat. Hujan dengan intensitas tak menentu, suhu yang tidak stabil, hingga serangan penyakit tanaman membuat para petani terpaksa melakukan panen dini. Kondisi ini tak hanya menurunkan kualitas dan kuantitas hasil panen, tetapi juga berdampak signifikan pada harga jual tomat di pasaran yang kian merosot.
Anton Pramono, petani tomat asal Desa Kepuharjo, Kecamatan Karangploso, mengaku mengalami kesulitan besar akibat kondisi cuaca yang tak bersahabat. “Kalau cuacanya seperti ini , kami sulit menanam tomat. Daun cepat menguning, pertumbuhan terganggu, dan kalau sudah kena penyakit pemulihannya jauh lebih sulit,” ujarnya saat ditemui Jumat (25/7).
Anton mengelola lahan seluas 1,5 hektare dengan sekitar 10 ribu pohon tomat. Dalam kondisi normal, satu pohon bisa menghasilkan hingga 3 kilogram buah tomat berkualitas baik. Namun, akibat cuaca ekstrem, ia memilih melakukan panen lebih cepat, bahkan sebelum tomat mencapai tingkat kematangan ideal. “Seharusnya belum waktunya panen, karena ada yang belum matang. Ini masih umur 63 hari, biasanya 70 hari baru panen. Kalau ditunda, risiko terkena hama semakin tinggi, termasuk serangan tikus,” tambahnya.
Produksi Anjlok Drastis
Dampak cuaca ekstrem membuat hasil panen Anton merosot tajam. Jika dalam kondisi normal ia bisa menghasilkan sekitar 10 peti tomat dari lahannya, kini ia hanya mampu memanen satu peti saja. “Seharusnya kami bisa panen banyak, tapi ini benar-benar jauh dari harapan. Daripada rugi besar, kami pilih panen cepat meski hasilnya sedikit,” ujarnya dengan nada pasrah.
Anton menambahkan bahwa keputusan panen dini juga diambil sebagai upaya meminimalisir kerugian. Tanaman yang terlalu lama dibiarkan di lahan berpotensi mengalami kerusakan akibat serangan penyakit maupun hama. “Kalau terlambat panen, bisa-bisa malah busuk semua. Jadi meski belum waktunya, kami terpaksa petik dulu,” katanya.
Baca Juga:Vonis Hasto Disorot, Ketua KPK Kritik Hukuman Separuh dari Tuntutan (25/7/2025)
Harga Tomat Turun Tajam
Kondisi petani semakin diperparah dengan merosotnya harga jual tomat di pasaran. Menurut Anton, harga tomat sempat berada di kisaran Rp 20 ribu hingga Rp 23 ribu per kilogram dua pekan lalu. Namun kini anjlok hingga hanya Rp 8 ribu sampai Rp 11 ribu per kilogram untuk kualitas super. “Bahkan bisa turun lebih rendah, sampai Rp 2 ribu – Rp 3 ribu per kilogram kalau pasokan banyak dan permintaan sedikit,” ungkapnya.
Harga yang terus menurun ini membuat petani semakin tertekan. Dalam situasi seperti ini, mereka kerap mengambil keputusan panen cepat, bahkan untuk tomat yang belum matang sempurna. “Kadang terpaksa panen ijo (tomat mentah) daripada rugi lebih besar. Setidaknya masih ada yang bisa dijual ke pasar,” imbuhnya.
Tantangan dalam Perawatan Tanaman
Dalam kondisi normal, perawatan tomat tergolong mudah. Penyiraman rutin dilakukan setiap pagi atau sore untuk menjaga kelembapan tanah. Pupuk kimia maupun organik diberikan secara berkala, biasanya dua minggu sekali, untuk menjaga kesuburan lahan. Tunas liar harus dipangkas agar energi tanaman terfokus pada pertumbuhan buah.
Selain itu, penggunaan pestisida atau insektisida juga dibutuhkan untuk mengendalikan hama seperti ulat, kutu daun, dan lalat buah. Sirkulasi udara yang baik sangat penting untuk menghindari kebusukan pada buah. Namun, cuaca ekstrem membuat semua upaya tersebut kurang efektif. “Kalau cuaca seperti ini, mau disiram atau dipupuk juga sulit menolong. Tanaman cepat layu dan mudah terserang penyakit,” jelas Anton.
Perlunya Dukungan dan Antisipasi
Para petani berharap ada perhatian dari pemerintah, baik berupa bantuan teknis maupun solusi jangka panjang menghadapi dampak perubahan iklim. Beberapa di antaranya mengusulkan adanya pelatihan khusus tentang metode pertanian adaptif, termasuk pemilihan varietas tomat yang lebih tahan terhadap cuaca ekstrem.
Selain itu, diperlukan akses terhadap fasilitas penyimpanan pascapanen agar petani tidak selalu dipaksa menjual tomat dengan harga murah ketika panen bersamaan. “Kalau ada cold storage, kami bisa simpan dulu dan jual ketika harga stabil. Ini sangat membantu petani kecil seperti kami,” harap Anton.
Kasus yang dialami petani di Karangploso menjadi potret nyata bagaimana perubahan cuaca memengaruhi sektor pertanian. Dari penurunan produksi hingga anjloknya harga, semua memberikan tekanan besar bagi para petani. Mereka berharap adanya solusi konkret, baik dari pemerintah maupun pihak terkait, agar pertanian tomat tetap berkelanjutan meski di tengah tantangan cuaca ekstrem.
Baca Juga:SDN 1 dan 2 Petungsewu Jadi Lokasi Edukasi Ecoyouth oleh KKN 36















