infomalang.com/ – Jakarta, 24 Juni 2025 – Dalam perhelatan Forum Geopolitik Jakarta ke-9 (Jakarta Geopolitical Forum/JGF IX 2025) yang digelar pada 24–25 Juni 2025, Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI mengangkat isu strategis terkait potensi penutupan Selat Hormuz oleh Iran. Kejadian ini dinilai dapat memicu krisis energi global, khususnya bagi negara-negara yang sangat bergantung pada impor minyak, seperti Indonesia.

Selat Hormuz: Rute Vital Pemasok Minyak Global
Selat Hormuz adalah salah satu jalur pelayaran paling krusial di dunia, karena menjadi rute utama ekspor minyak dan gas. Setiap tahunnya, sekitar 20–30 persen pasokan minyak global melewati selat dengan lebar paling sempit sekitar 34 kilometer ini . Jika terjadi penutupan, efeknya akan sangat besar terhadap stabilitas pasokan energi dunia.
Menurut Gubernur Lemhannas, Ace Hasan Syadzily, potensi blokade selat oleh Iran dapat mengguncang ketahanan energi Indonesia, yang melakukan sebagian besar impor melalui jalur tersebut. Karena itu, JGF IX mengangkat tema “Fragmentasi Geoekonomi dan Ketahanan Energi” untuk menyiapkan strategi adaptif.
Konteks Geopolitik dan Potensi Penutupan
Situasi saat ini dipicu oleh eskalasi ketegangan antara Iran dan negara-negara Barat. Parlemen Iran bahkan telah menyetujui proposal untuk menutup Selat Hormuz setelah terjadi serangan udara AS terhadap fasilitas nuklir Iran. Presiden AS, Donald Trump, menyebut operasi tersebut sebagai sukses, dalam cuitan di platform media sosialnya, “Truth Social,” dengan kode sandi “Operasi Midnight Hammer”
Ancaman ini memicu kekhawatiran global. Selain gangguan logistik, harga minyak dunia mencatat lonjakan. Menurut tanda-tanda awal, harga minyak Brent sempat menyentuh tingkat USD 100 per barel, sebagai respons terhadap ketidakstabilan geopolitik .
Baca Juga:Ancaman Serius! Bahlil Khawatir Kampus Hanya Cetak Pengangguran
Dampak Langsung ke Indonesia
Indonesia, sebagai importir besar, disebut sangat rentan terhadap perubahan pasokan minyak. Lemhannas menyatakan bahwa forum ini menjadi kesempatan penting untuk membahas strategi mitigasi, seperti diversifikasi rute impor dan memperkuat energi domestik.
Salah satu langkah yang sudah diambil, menurut laporan, adalah PT Pertamina mempersiapkan dua rute alternatif distribusi minyak melalui Oman dan India jika Selat Hormuz ditutup. Hal ini mendukung upaya menjaga ketahanan dan stabilitas harga dalam negeri.
Rekomendasi Mitigasi Forum Jakarta
Dalam diskusi pleno, para peserta—terdiri dari pemerintah, akademisi, praktisi energi, dan perwakilan negara strategis seperti Australia, China, Jepang, Rusia, dan Inggris—mengajukan sejumlah langkah antisipatif:
-
Diversifikasi Rute Logistik – Memperluas jalur suplai melalui laut dan jalur darat alternatif, termasuk jalur dari Afrika atau Asia Selatan.
-
Stok Cadangan Nasional – Meningkatkan cadangan minyak dan LPG untuk menahan dampak gangguan pasokan jangka pendek.
-
Akselerasi Energi Terbarukan – Percepat pengembangan energi hijau seperti surya dan panas bumi untuk mengurangi ketergantungan impor fosil.
-
Kolaborasi Internasional – Menjalin kerja sama dengan negara konsumen energi lain untuk stabilisasi harga global.
Implikasi Energi Global
Blokade Selat Hormuz bukan hanya krisis regional – ini juga potensi gangguan sistemik terhadap rantai pasokan energi dunia. Analisis dari International Energy Agency (IEA) memperkirakan gangguan signifikan apabila terjadi penutupan secara penuh.
Menurut Tempo.co, hampir 30 persen pasokan minyak global melalui selat ini. Jika gangguan itu terjadi, dunia bisa mengalami fenomena “supply shock” yang mendorong volatilitas di pasar energi .
Posisi Indonesia di Tengah Fragmentasi Geoekonomi
Tema “Fragmentasi Geoekonomi dan Ketahanan Energi” menunjukkan kesadaran Indonesia terhadap kompleksitas geopolitik modern. Konflik antara negara-negara produsen energi dan konsumen global seperti Indonesia memperlihatkan pentingnya strategi kemandirian dan diversifikasi. Forum ini berpotensi menghasilkan rekomendasi praktis seperti:
-
Penguatan industri hilirisasi bahan bakar.
-
Peningkatan investasi sektor energi domestik.
-
Peningkatan kapasitas institut-intitut penelitian dan think tank terkait energi strategis
Kesimpulan: Membangun Energi Resilient
Forum Geopolitik Jakarta 2025 berhasil membuka mata atas bahaya besar jika Selat Hormuz benar-benar ditutup. Dengan 20–30 persen pasokan energi dunia tergantung pada selat tersebut, langkah proaktif seperti multi-rute impor, peningkatan stok energi, dan percepatan transisi hijau sangat mendesak.
Indonesia perlu menggunakan momentum ini untuk mendorong kebijakan energi nasional yang lebih tahan guncangan geopolitik. Kolaborasi antar-negara, akademisi, sektor swasta, dan lembaga seperti Lemhannas akan menentukan seberapa tangguh strategi ketahanan energi yang dibuat.
Baca Juga:AS Pertimbangkan Tarif Baru untuk Panel Surya dari Indonesia, India, dan Laos melonjak $1,6 miliar















