JAKARTA infomalang.com/ — Para pelaku industri nikel di Indonesia yang tergabung dalam Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) secara tegas meminta pemerintah untuk mempertahankan kebijakan kuota pertambangan selama tiga tahun ke depan. Mereka mendesak agar pemerintah tidak mengubah sistem yang sudah berjalan dan tetap memberikan kepastian bisnis yang berkelanjutan.
Permintaan ini disampaikan APNI pada Jumat (4/7/2025) menyusul pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang mengisyaratkan bahwa pemerintah tengah mempertimbangkan untuk mempersingkat masa berlaku kuota pertambangan, yang dikenal sebagai Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB), dari tiga tahun menjadi satu tahun.
Menurut Menteri ESDM, perubahan ini bertujuan untuk memberikan kontrol yang lebih baik terhadap pasokan sumber daya alam seperti batu bara dan nikel, serta menjaga stabilitas harga komoditas di pasar global. Namun, para pelaku usaha menilai langkah tersebut justru dapat mengganggu iklim investasi dan menghambat kelancaran operasional.
APNI menegaskan bahwa masa berlaku kuota selama tiga tahun saat ini sudah memberikan keseimbangan yang baik antara kebutuhan pemerintah untuk mengatur produksi dan kepastian bisnis bagi investor dan perusahaan tambang.
Dalam pernyataannya, APNI menilai bahwa pengurangan durasi kuota menjadi satu tahun justru akan menambah beban birokrasi. Ribuan penambang di seluruh Indonesia akan dipaksa untuk mengajukan permohonan kuota baru setiap tahun, yang tidak hanya memakan waktu tetapi juga memperbesar risiko kemacetan administrasi.
“Pemerintah perlu memperkuat sistem evaluasi dan pengawasan internal, bukan justru menambah beban administratif dengan memperpendek periode perizinan,” tegas APNI dalam keterangan tertulisnya.
Baca Juga:Rp700 Miliar Kerugian Negara, KPK Usut Korupsi Pengadaan EDC BRI
APNI menekankan bahwa kepastian kuota dalam jangka menengah sangat penting untuk mendukung investasi dan perencanaan operasional jangka panjang di sektor pertambangan. Tanpa jaminan tersebut, perusahaan akan menghadapi ketidakpastian yang dapat berdampak pada kelangsungan proyek, pengadaan alat berat, serta komitmen kerja sama dengan mitra lokal maupun internasional.
Pada tahun 2023, pemerintah Indonesia sebelumnya memutuskan untuk memperpanjang masa berlaku kuota menjadi tiga tahun. Kebijakan tersebut dinilai sangat membantu dalam mempercepat proses perizinan dan memberikan kemudahan bagi penambang untuk merencanakan kegiatan produksi mereka secara efektif.
Dalam kebijakan yang berlaku saat ini, perusahaan juga diberikan fleksibilitas untuk mengusulkan revisi kuota setiap tahun jika diperlukan. Hal ini dianggap sudah cukup untuk mengakomodasi kebutuhan penyesuaian produksi tanpa harus mengajukan permohonan baru setiap tahunnya.
Namun, Kementerian ESDM menilai perubahan yang sedang direncanakan ini penting untuk menjaga keseimbangan pasokan, mendorong efisiensi, dan mengantisipasi potensi penurunan harga komoditas yang dapat memengaruhi penerimaan negara.
Wakil Menteri Pertambangan, Yuliot Tanjung, pada Jumat (4/7/2025) menjelaskan bahwa perubahan kebijakan ini masih dalam tahap formulasi. Ia menolak memberikan pernyataan lebih rinci mengenai usulan dari APNI, termasuk apakah pemerintah akan mempertimbangkan masukan asosiasi penambang.
Kementerian ESDM dalam pernyataan terpisah menegaskan bahwa tujuan utama rencana perubahan ini adalah untuk menjaga stabilitas harga dan melindungi penerimaan negara dari fluktuasi harga komoditas global, khususnya batu bara dan nikel yang saat ini menjadi andalan ekspor Indonesia.
APNI berharap pemerintah dapat membuka ruang dialog lebih luas dengan para pelaku usaha untuk mencari solusi terbaik yang menguntungkan kedua belah pihak. Menurut APNI, pemerintah dan industri harus bersama-sama menjaga keberlanjutan sektor pertambangan tanpa mengorbankan efisiensi dan kepastian investasi.
Keberlanjutan kebijakan kuota tiga tahun menjadi kunci penting bagi pelaku usaha dalam mempertahankan daya saing Indonesia di pasar global. Jika perubahan ini diberlakukan secara sepihak, APNI khawatir hal itu akan memberikan sinyal negatif kepada investor asing dan dapat menghambat pertumbuhan sektor pertambangan dalam jangka panjang.
Dengan kondisi pasar komoditas global yang dinamis, para penambang menegaskan pentingnya stabilitas kebijakan agar Indonesia tetap menjadi salah satu pemain utama dalam industri nikel dunia.
Baca Juga:Jaksa KPK Ungkap Hasto Kristiyanto Gunakan Nomor Luar Negeri untuk Hindari Penyidikan Harun Masiku















