InfoMalang – Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah kembali mengalami penguatan pada perdagangan Rabu (6/8/2025). Berdasarkan data Bloomberg, mata uang Paman Sam berada di posisi Rp 16.392 , menguat tipis sebesar 2,50 poin atau sekitar 0,02% dibandingkan penutupan sebelumnya. Dengan penguatan ini, dolar AS mendekati level psikologis Rp 16.400, menambah tekanan pada pergerakan rupiah yang menjadi tantangan dari faktor eksternal.
Pergerakan dolar AS tidak hanya berdampak pada rupiah. Mata uang tersebut juga menunjukkan tren beragam terhadap sejumlah mata uang utama dunia. Dolar AS dicatat melemah terhadap dolar Australia, namun menguat terhadap yen Jepang, pound sterling, dolar Singapura, euro, dan yuan Tiongkok.
Baca Juga: Perjalanan Lintas Negara, AITO Kenalkan EV Road Tour dari Chongqing ke Jakarta
Perincian Pergerakan Dolar AS
Secara lebih rinci, dolar AS melemah 0,07% terhadap dolar Australia , mencerminkan penguatan mata uang Negeri Kanguru di tengah dukungan dari harga komoditas yang stabil. Sementara itu, dolar AS menguat 0,07% terhadap yen Jepang, 0,01% terhadap pound sterling, 0,04% terhadap dolar Singapura, 0,08% terhadap euro, serta naik 0,08% terhadap yuan Tiongkok.
Kondisi ini menggambarkan bahwa indeks dolar (DXY) masih cenderung bertahan di level kuat. Meski penguatan yang terjadi relatif tipis, tren ini menampilkan sentimen pasar yang masih cenderung memilih dolar AS sebagai aset lindung nilai (safe haven) di tengah perdagangan global.
Faktor Pendorong Penguatan Dolar
Beberapa analis menyebut penguatan dolar AS pada perdagangan kali ini didorong oleh beberapa faktor penting. Pertama, ekspektasi pasar terhadap kebijakan moneter Amerika Serikat. Bank Sentral AS (Federal Reserve) masih mempertahankan sikap hati-hati dalam memutuskan langkah pemangkasan suku bunga. Hal ini membuat dolar tetap menarik bagi investor global.
Kedua, ketegangan geopolitik dan lambatnya pertumbuhan ekonomi di beberapa negara turut mendorong arus modal ke aset-aset berdenominasi dolar. “Investor cenderung kembali ke dolar AS ketika meningkat. Ini pola klasik flight to safety,” kata seorang ekonom dari Institut Ekonomi Jakarta.
Selain itu, data ekonomi AS yang cukup solid, termasuk laporan tenaga kerja dan inflasi, juga menambah kepercayaan pelaku pasar terhadap prospek perekonomian Negeri Paman Sam, sehingga mendukung penguatan mata uangnya.
Dampak bagi Rupiah
Bagi Indonesia, penguatan dolar AS tentu membawa kekuatan yang cukup signifikan. Rupiah yang mendekati level Rp 16.400 menjadi tanda tekanan yang belum reda. Beberapa pengamat pasar menilai pelemahan rupiah dipengaruhi oleh sentimen global yang tidak kondusif, termasuk memicu arah kebijakan suku bunga The Fed dan memperlambat permintaan komoditas dari mitra dagang utama.
“Pelemahan rupiah ini bukan semata-mata karena faktor domestik, tetapi lebih banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal. Namun, pasar masih menunggu langkah-langkah Bank Indonesia untuk menstabilkan kurs di tengah tekanan ini,” kata seorang analis pasar uang dari salah satu bank swasta nasional.
Bank Indonesia diperkirakan akan terus melakukan intervensi di pasar valas untuk menjaga stabilitas rupiah. Intervensi ini dilakukan melalui penjualan dolar, penguatan operasi moneter, dan kebijakan makroprudensial yang mendukung stabilitas nilai tukar.
Respons Pelaku Pasar
Pelaku pasar keuangan di dalam negeri menyikapi pergerakan ini dengan hati-hati. Beberapa di antaranya memilih menahan diri dalam melakukan transaksi besar, sambil menunggu kepastian arah kebijakan moneter global.
Investor di pasar saham juga cenderung mengurungkan niatnya. Penguatan dolar sering kali diikuti dengan aliran keluar modal asing dari pasar modal Indonesia, yang bisa menekan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
“Investor saat ini masih wait and see. Banyak yang memilih menunggu rilis data ekonomi domestik seperti cadangan devisa dan inflasi, serta keputusan kebijakan suku bunga BI,” ujar seorang pialang saham di Jakarta.
Harapan ke Depan
Ke depan, rupiah masih berpotensi menghadapi tekanan jika dolar AS terus menguat. Namun, beberapa analis meyakini rupiah masih memiliki peluang menguat jika ada katalis positif, seperti penurunan ketegangan geopolitik atau perubahan sikap The Fed yang lebih akomodatif.
“Level Rp 16.400 adalah batas psikologis yang cukup penting. Jika Bank Indonesia mampu menjaga agar rupiah tidak melewati level ini secara signifikan, pasar akan merasa lebih tenang,” kata seorang pengamat pasar dari Universitas Indonesia.
Pemerintah dan Bank Indonesia diharapkan terus memperkuat koordinasi untuk menjaga stabilitas perekonomian. Langkah seperti mempercepat realisasi investasi, menjaga inflasi tetap terkendali, serta memperbaiki neraca perdagangan dapat membantu menahan pelemahan rupiah.















