infomalang.com/ – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menelusuri dugaan penyimpangan dalam pengelolaan Biaya Haji 2024. Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH), Fadlul Imansyah, bersama Deputi Keuangan Irwanto, telah diperiksa oleh penyidik.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyebut pemeriksaan ini mendalami proses pencairan Biaya Haji yang seharusnya digunakan untuk kepentingan jamaah. Langkah ini diambil demi memastikan tidak ada praktik penyalahgunaan dalam distribusi dana yang sangat vital.
KPK menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana publik, terutama terkait Biaya Haji yang bersumber dari tabungan masyarakat.
Saksi dari Travel dan Asosiasi Haji
Selain pejabat BPKH, KPK juga memeriksa tiga saksi lain. Mereka adalah Firman Muhammad Nur selaku Ketua Umum Amphuri, Kushardono dari PT Tisaga Multazam Utama, dan Agus Andriyanto, Kepala Cabang Nur Ramadhan Wisata Surabaya.
Ketiganya dimintai keterangan mengenai mekanisme mendapatkan kuota tambahan, termasuk besaran fee yang diduga diminta agar bisa memperoleh kuota tersebut. Pertanyaan ini berkaitan erat dengan potensi penyalahgunaan Biaya Haji yang seharusnya dikelola sesuai aturan.
Proses penyidikan ini menjadi krusial untuk membuka fakta baru seputar alokasi kuota dan pengelolaan dana yang berkaitan langsung dengan Biaya Haji.
Komitmen BPKH untuk Transparansi
Usai diperiksa, Fadlul Imansyah menegaskan komitmennya untuk mendukung penegakan hukum. Menurutnya, kehadiran di KPK adalah bentuk tanggung jawab lembaga dalam memastikan pengelolaan Biaya Haji berjalan sesuai aturan.
Fadlul menegaskan bahwa BPKH tetap berpegang pada prinsip akuntabilitas. Ia juga menyampaikan bahwa semua regulasi yang mengatur aliran Biaya Haji harus dipatuhi, sehingga kepercayaan publik tetap terjaga.
Pernyataan ini diharapkan mampu memberikan sinyal positif bahwa BPKH siap terbuka terhadap segala bentuk pemeriksaan hukum.
Baca Juga:Perkuat Pendidikan Berbasis Teknologi, DPRD Palangka Raya Prioritaskan Ekskul Digital
Kuota Tambahan Jadi Sorotan
Pangkal masalah kasus ini bermula dari pengalihan setengah dari tambahan 20 ribu kuota haji pada tahun 2024. Tambahan kuota ini diperoleh setelah Presiden Joko Widodo melakukan pertemuan dengan pemerintah Arab Saudi.
Namun, KPK menemukan adanya dugaan bahwa sebagian kuota dialihkan ke jalur haji khusus, padahal undang-undang telah mengatur batasannya. Proses ini diduga melibatkan ratusan travel, yang membuka celah penyalahgunaan Biaya Haji.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar, terutama terkait prinsip keadilan bagi jamaah yang telah lama menunggu giliran.
Dugaan Kerugian Negara
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menegaskan bahwa penyidikan masih berjalan. Ia menyoroti pengelolaan kuota tambahan yang tidak sesuai aturan, dan menyebut ada potensi kerugian negara hingga Rp1 triliun.
Angka ini berkaitan dengan praktik mark-up dan dugaan pungutan dari pengelolaan kuota tambahan. Jika benar terbukti, maka dana yang berasal dari Biaya Haji berpotensi disalahgunakan.
Hal ini tentu berdampak luas terhadap kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggaraan ibadah haji, khususnya mengenai keadilan distribusi dana.
UU Haji dan Aturan yang Dilanggar
Dalam UU Haji disebutkan bahwa kuota haji khusus hanya 8 persen dari total kuota nasional. Namun, tambahan kuota 2024 justru melebihi angka tersebut. Kondisi ini menimbulkan dugaan adanya intervensi yang tidak sah.
KPK berfokus pada bagaimana Biaya Haji dialirkan, siapa saja pihak yang terlibat, dan sejauh mana peran travel dalam pengelolaan kuota tambahan.
Pelanggaran aturan ini memperlihatkan adanya celah dalam sistem yang seharusnya ketat. Transparansi menjadi kunci agar jamaah tidak dirugikan.
Dampak terhadap Jamaah
Dugaan ketidakwajaran dalam pencairan Biaya Haji 2024 tidak hanya persoalan hukum, tetapi juga menyangkut hak jamaah. Banyak masyarakat merasa kecewa karena sistem nomor urut keberangkatan seolah diabaikan.
Bagi jamaah yang sudah menunggu belasan tahun, fenomena orang baru mendaftar langsung berangkat sangat mencederai rasa keadilan. Jika Biaya Haji dipermainkan, dampaknya bisa mengikis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Kondisi ini membuat penyelidikan KPK semakin penting, bukan hanya untuk hukum, tapi juga menjaga integritas penyelenggaraan ibadah.
Publik Menanti Hasil Penegakan Hukum
Kasus dugaan penyimpangan Biaya Haji 2024 kini menjadi perhatian publik. Semua pihak berharap agar penyidikan bisa menyingkap fakta secara terang benderang.
Publik juga menuntut adanya tindakan tegas terhadap pihak yang terbukti menyalahgunakan dana. Bagi masyarakat, kejelasan pengelolaan Biaya Haji adalah hal fundamental, karena menyangkut ibadah suci.
Ke depan, hasil penyelidikan KPK akan menjadi tolok ukur apakah sistem haji di Indonesia bisa benar-benar bersih dan transparan.
Baca Juga:Kasus Korupsi Digitalisasi Pendidikan, Kejagung Periksa 5 Saksi















