Breaking

Ekonomi Indonesia Berpotensi Melambat di Kuartal II 2025, Ini Hasil Jajak Pendapat Reuters

infomalang.com/ – Pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan mengalami perlambatan pada kuartal II 2025. Berdasarkan jajak pendapat yang dilakukan oleh Reuters terhadap 26 ekonom pada 25 Juli hingga 1 Agustus, produk domestik bruto (PDB) Indonesia diproyeksikan hanya tumbuh 4,80% secara tahunan (year-on-year/yoy) pada periode April–Juni 2025. Angka ini lebih rendah dari pertumbuhan 4,87% yang tercatat pada kuartal I 2025.

Jika prediksi ini terbukti benar, maka laju pertumbuhan tersebut akan menjadi yang paling lambat dalam hampir empat tahun terakhir. Perlambatan ini terutama disebabkan oleh melemahnya belanja rumah tangga, yang selama ini menjadi motor utama penggerak ekonomi Indonesia. Meski demikian, kenaikan ekspor pada kuartal kedua membantu menahan perlambatan lebih lanjut.

Dari sisi kuartalan (quarter-to-quarter/q-to-q), PDB diperkirakan mampu bangkit dari kontraksi 0,98% pada kuartal sebelumnya menjadi pertumbuhan 3,70%. Pemerintah dijadwalkan mengumumkan data resmi pertumbuhan PDB kuartal II pada Selasa mendatang.

Baca Juga:Harga Minyak Dunia Anjlok, OPEC+ Naikkan Produksi untuk Menekan Pasar Global Pada Senin (4/8/2025)

Penyebab Perlambatan Ekonomi

Menurut jajak pendapat tersebut, beberapa faktor menjadi penyebab melemahnya pertumbuhan. Keyakinan konsumen yang menurun, aktivitas industri yang melambat, dan tingkat pengangguran kaum muda yang masih tinggi membuat konsumsi rumah tangga tertekan.

Ekonom asosiasi dari Moody’s Analytics, Jeemin Bang, menyatakan, “Angka penjualan ritel riil sepanjang kuartal kedua menunjukkan tren yang lemah karena rumah tangga tetap berhati-hati dalam berbelanja akibat pertumbuhan upah riil yang stagnan.”

Data Indeks Penjualan Ritel (IPR) mencatat kontraksi 0,3% pada April, kemudian hanya naik tipis 1,9% pada Mei 2025. Hal ini menunjukkan masih lemahnya daya beli masyarakat pada periode tersebut.

Upaya Pemerintah Mendorong Permintaan

Guna mengantisipasi perlambatan ini, pemerintah mengumumkan paket stimulus fiskal senilai lebih dari Rp24 triliun pada Juni 2025. Paket tersebut mencakup bantuan tunai langsung dan subsidi transportasi untuk mendorong daya beli masyarakat serta memperkuat permintaan domestik.

Meski demikian, para analis menilai efek stimulus ini baru akan terasa pada kuartal berikutnya. Sementara itu, Bank Indonesia (BI) juga mengambil langkah strategis dengan menurunkan suku bunga acuan bulan lalu. Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengungkapkan bahwa bank sentral masih mengkaji kemungkinan pelonggaran lebih lanjut jika kondisi ekonomi membutuhkan.

Peran Ekspor dalam Menahan Perlambatan

Di tengah lesunya konsumsi, ekspor menjadi penopang pertumbuhan pada kuartal kedua. Data menunjukkan ekspor Indonesia meningkat 11,29% pada Juni 2025, melanjutkan tren positif sepanjang kuartal tersebut.

Kenaikan ekspor ini dipicu oleh percepatan pengiriman barang dari perusahaan Indonesia menjelang penerapan tarif impor baru di Amerika Serikat. Awalnya, tarif tersebut direncanakan sebesar 32%, namun kemudian direvisi menjadi 19%.

Namun, Jeemin Bang mengingatkan bahwa meski hanya sekitar 10% ekspor Indonesia ditujukan langsung ke AS, dampak tidak langsung dari kebijakan tarif tersebut terhadap mitra dagang utama lainnya serta pelemahan prospek global dapat membebani pertumbuhan pada bulan-bulan mendatang.

Proyeksi Pertumbuhan 2025

Jajak pendapat terpisah oleh Reuters pada Juli 2025 memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia secara tahunan mencapai rata-rata 4,8% pada tahun ini. Angka ini mendekati batas bawah target Bank Indonesia, yakni 4,6% hingga 5,4%.

Meski demikian, proyeksi tersebut masih jauh dari target ambisius 8% yang telah dijanjikan Presiden Prabowo Subianto untuk dicapai selama masa jabatannya. Tantangan besar dalam mencapai target ini adalah memperkuat konsumsi rumah tangga, memperluas investasi, dan menjaga stabilitas ekspor di tengah perlambatan ekonomi global.

Tantangan ke Depan

Perlambatan pada kuartal kedua mengindikasikan bahwa Indonesia perlu memperkuat strategi jangka pendek dan menengah untuk menjaga momentum pertumbuhan. Stimulus fiskal dan pelonggaran kebijakan moneter menjadi langkah penting, namun diperlukan kebijakan struktural yang mendukung daya saing industri, memperbaiki kualitas tenaga kerja, dan mendorong investasi asing.

Para ekonom menilai pemulihan konsumsi rumah tangga adalah kunci utama untuk menggerakkan perekonomian. Selain itu, memperkuat sektor ekspor dengan diversifikasi pasar dan produk juga perlu menjadi prioritas.

Secara keseluruhan, meski ekonomi Indonesia menunjukkan ketahanan di tengah gejolak global, perlambatan pada kuartal II menjadi sinyal bahwa penguatan sektor domestik dan optimalisasi stimulus perlu dilakukan secara berkelanjutan untuk menjaga pertumbuhan pada kisaran target yang telah ditetapkan.

Baca Juga:HKTI Kota Malang Tegaskan Komitmen Bangun Ketahanan Pangan Pasca Pelantikan 2025