Suaramedia.id – Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya Yudhi Sadewa, menanggapi santai proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini yang direvisi turun menjadi 4,7% oleh International Monetary Fund (IMF). Dalam sebuah acara di Universitas Trisakti, Rabu (30/4/2025), Purbaya bahkan mempertanyakan kredibilitas lembaga keuangan internasional tersebut. Ia mengingatkan prediksi IMF yang meleset jauh pada tahun 2009.
"Di tahun 2009, hingga April, mereka meramalkan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 2,5%. Padahal, di akhir tahun, angkanya mencapai 4,6%," ungkap Purbaya. "Jadi, prediksinya sangat jauh meleset. Ketika ekonomi sedang bergejolak, sepertinya mereka kesulitan melakukan perhitungan yang akurat."

Purbaya menekankan bahwa meskipun kondisi global bergejolak pada 2009, ekonomi Indonesia masih mampu tumbuh 4,6%, sementara Malaysia, Thailand, Jepang, Amerika, dan Eropa mengalami kontraksi. Ia juga menyinggung revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global IMF menjadi 2,8%, yang menurutnya tidak lebih buruk dari tahun 2009.
"Jika kita semua berdiam diri, mungkin pertumbuhan ekonomi kita hanya 4,7%. Tapi, jika kita sedikit berbenah, mencapai 5% bukanlah hal yang sulit. Semua bergantung pada kebijakan kita sendiri," tegas Purbaya.
Ia menambahkan, kekuatan permintaan domestik Indonesia menjadi penyangga utama. Kontribusi ekspor domestik terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) RI mencapai 21% per tahun, sementara pertumbuhan ekspor domestik gabungan mencapai 79%.
"Jika kita menjaga pertumbuhan 79% ini, kita masih bisa tumbuh dengan baik. Kita tak perlu takut. Kita sudah membuktikannya di tahun 2009. Ketika semuanya hancur, kita masih bisa tumbuh 4,6%. Sekarang, dengan prediksi 2,8%, kita tak perlu khawatir," ujarnya.
Purbaya optimistis PDB 5% bisa tercapai jika Indonesia terus melakukan perbaikan kebijakan ekonomi yang telah dimulai sejak Maret. Ia memprediksi kondisi ekonomi RI akan membaik pada Mei hingga Juli.
"Kita boleh waspada, tetapi tidak perlu khawatir. Sejarah menunjukkan kita mampu bertahan saat ekonomi global bergejolak. Kita telah melewati krisis 98, berhasil melewati 2008-2009, 2012, 2015, dan 2020-2022. Artinya, kita telah mengetahui cara yang tepat untuk mengurangi dampak gejolak ekonomi global," jelas Purbaya.
Namun, ia mengingatkan agar masyarakat tidak larut dalam kekhawatiran berlebihan yang justru dapat menciptakan "self-fulfilling prophecy", di mana keyakinan negatif dapat menciptakan realitas negatif. Ia menekankan pentingnya menjaga sentimen publik dengan kebijakan yang tepat.















