Breaking

Fenomena Halte Mangkrak di Kabupaten Malang, Beralih Fungsi Jadi Lapak Dagang dadakan

MALANG – Di berbagai sudut Kabupaten Malang, sebuah pemandangan kontras seringkali terlihat. Bangunan-bangunan halte yang seharusnya menjadi tempat singgah bagi penumpang, kini beralih fungsi menjadi lapak dagang dadakan bagi Pedagang Kaki Lima (PKL).

Fenomena ini bukan lagi hal baru, melainkan sebuah potret ironi yang menggambarkan ketidakberfungsian infrastruktur publik.

Fenomena Halte Mangkrak di Kabupaten Malang ini terjadi karena banyak penumpang yang tidak lagi menggunakan halte sebagai tempat naik dan turun.

Fenomena Halte Mangkrak di Kabupaten Malang ini menjadi cerminan dari tantangan besar yang dihadapi oleh transportasi publik konvensional.

Penyebab Utama di Balik Mangkraknya Halte

Kepala Bidang Perparkiran Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Malang, Deny Ferdiansyah, mengungkapkan bahwa jumlah halte yang tersebar di wilayah tersebut mencapai 42 titik.

Namun, dari puluhan halte tersebut, hanya dua yang masih aktif digunakan, yaitu di dekat Kantor Pos Kepanjen dan di kawasan Singosari.

Baca Juga:Pintu Keluar Tol Kepanjen Dekat SMA Taruna, Ini Kata Kadis Bina Marga

Alasan utama di balik kondisi ini adalah preferensi penumpang untuk berhenti “on the spot”. Penumpang ingin naik dan turun di tempat yang paling dekat dengan tujuan mereka, dan sopir angkutan pedesaan (angkudes) pun mengamini permintaan ini demi mendapatkan penumpang.

Karakteristik “penumpang inginnya berhenti on the spot” ini berakar dari kondisi angkutan desa yang “hidup segan, mati tak mau”.

Jumlah angkudes yang terus menurun membuat penumpang tidak bisa lagi mengandalkan jadwal yang teratur. Akibatnya, mereka cenderung mencari angkutan yang lewat dan langsung naik dari pinggir jalan.

Demikian pula bagi sopir, setiap penumpang adalah nyawa bagi keberlangsungan usaha mereka, sehingga mereka rela berhenti di mana saja.

Kondisi inilah yang membuat Fenomena Halte Mangkrak di Kabupaten Malang semakin meluas. Fenomena Halte Mangkrak di Kabupaten Malang adalah konsekuensi logis dari perubahan perilaku masyarakat dan tantangan ekonomi.

Transformasi Fungsi dan Dilema Birokrasi

Halte-halte yang terbengkalai dan tidak terpakai secara fungsional ini kemudian menjadi lahan baru bagi PKL. Di Kecamatan Kepanjen saja, setidaknya 13 halte yang berdiri kokoh namun sepi penumpang.

Sebagai contoh, halte di utara Pasar Kepanjen, setiap sore hingga malam hari, berubah total menjadi pusat jajanan. Lapak-lapak PKL nyaris menutupi seluruh bangunan halte, menandakan bahwa fungsi utamanya telah terlupakan.

Dilema pun muncul bagi pihak berwenang. Deny Ferdiansyah membenarkan bahwa banyak halte yang telah digunakan oleh PKL.

Dishub Kabupaten Malang sebenarnya telah berulang kali memberikan imbauan, namun wewenang untuk menertibkan ada pada Satpol PP.

Ini menciptakan celah birokrasi yang membuat penertiban menjadi tidak efektif. Di satu sisi, PKL memanfaatkan ruang publik yang terbengkalai untuk mencari nafkah.

Di sisi lain, keberadaan mereka mengganggu estetika dan fungsi awal halte. Fenomena Halte Mangkrak di Kabupaten Malang ini menyoroti kompleksitas masalah perkotaan.

Perbandingan dengan Fasilitas Publik Lain

Tidak semua infrastruktur publik di Kabupaten Malang mengalami nasib serupa. Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) di depan Pasar Singosari, misalnya, masih berfungsi dengan sangat baik dan bahkan dianggap sebagai akses vital bagi pejalan kaki.

Lokasinya yang strategis di tengah area perkantoran dan pasar membuat JPO ini selalu ramai digunakan. Ini membuktikan bahwa ketika sebuah fasilitas publik relevan dan dibutuhkan oleh masyarakat, ia akan berfungsi sebagaimana mestinya.

Kontrasnya nasib JPO dan halte menegaskan bahwa Fenomena Halte Mangkrak di Kabupaten Malang adalah masalah yang spesifik, terkait erat dengan sektor transportasi yang sedang lesu.

Tantangan Anggaran dan Masa Depan Halte

Deny Ferdiansyah mengakui bahwa, terlepas dari kondisinya yang masih layak, belum ada rencana untuk penambahan atau rehabilitasi halte dalam waktu dekat.

Keterbatasan anggaran menjadi alasan utama. Saat ini, fokus pemerintah daerah adalah meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor perparkiran.

Prioritas ini membuat rehabilitasi halte harus ditunda. Fenomena Halte Mangkrak di Kabupaten Malang tampaknya akan berlanjut.

Kondisi halte yang tidak berpotensi roboh juga membuat rehabilitasi tidak menjadi urgensi utama. Oleh karena itu, Fenomena Halte Mangkrak di Kabupaten Malang akan terus ada sampai ada kebijakan yang lebih radikal.

Baca Juga:Trans Jatim Akan Tambah Koridor Baru, Permudah Akses Warga Malang