Breaking

IHSG Jeblok? 3 Lembaga Ini Bisa Jadi Penyelamat!

Anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga 7% ke level 6.084 pada Selasa (18/3/2025), bahkan sempat membuat Bursa Efek Indonesia (BEI) memberlakukan penghentian perdagangan sementara. Meski sempat pulih, IHSG kembali ditutup melemah 1,94% pada Jumat (21/3/2025), berada di angka Rp6.258,18. Kondisi ini memicu pertanyaan, siapa yang bisa menyelamatkan pasar saham? Beberapa analis melihat potensi besar pada industri asuransi dan dana pensiun (dapen) untuk berperan sebagai market maker atau penyedia likuiditas.

Baca Juga : Target 40 Juta Pengguna! Surge Siap Gelontorkan Dana Triliunan!

Budi Frensidy, Guru Besar Universitas Indonesia dan pengamat pasar modal, menekankan pentingnya peran aktif pemangku kepentingan. Ia menyarankan pemerintah untuk mendorong pengelola dana publik seperti Jamsostek, Taspen, Asabri, Dana Pensiun BUMN, dan lainnya, untuk menjadi market maker, setidaknya untuk saham-saham besar dengan fundamental kuat dan BUMN. "Kebijakan ini harus berkelanjutan, bukan hanya populis," tegas Budi kepada infomalang.com/.

IHSG Jeblok? 3 Lembaga Ini Bisa Jadi Penyelamat!
Gambar Istimewa : awsimages.detik.net.id

Namun, respon dari beberapa lembaga terkait terbilang beragam. PT ASABRI (Persero), melalui Sekretaris Perusahaan Okki Jatnika, menjelaskan bahwa model bisnis asuransi mereka berbasis liabilities driven investment. Prioritas utama adalah memastikan pembayaran klaim bulanan kepada peserta, sehingga investasi difokuskan pada instrumen berisiko rendah seperti fixed income dan deposito untuk menjaga arus kas. Investasi saham, jika ada, akan dipilih emiten yang konsisten membagikan dividen, dengan porsi kecil dari total investasi.

Senada dengan ASABRI, BPJS Kesehatan menyatakan bahwa Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan diinvestasikan sepenuhnya pada instrumen pendapatan tetap seperti giro, deposito, Surat Berharga Negara, dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia, sesuai PP 87 Tahun 2013. Penurunan IHSG, menurut Kepala Humas BPJS Kesehatan Rizky Anugerah, tidak berdampak pada pengelolaan dana tersebut. “Prioritas kami adalah likuiditas dan prinsip kehati-hatian,” ujarnya.

Berbeda sedikit dengan asuransi jiwa swasta, MSIG Life melalui Division Head of Investment Epsen Halim, menyatakan bahwa strategi investasi tetap mengacu pada rencana strategis. Meskipun memantau IHSG secara rutin, penambahan alokasi saham akan dipertimbangkan dengan sangat hati-hati, berdasarkan valuasi emiten, fundamental bisnis, dan dinamika pasar, guna meminimalisir risiko jangka panjang dan menjaga stabilitas portofolio.

Data menunjukkan aset industri asuransi di Januari 2025 mencapai Rp1.146,47 triliun, sementara aset industri dana pensiun mencapai Rp1.516,20 triliun. Besarnya aset ini menjadi potensi besar untuk menstabilkan IHSG jika dikelola dengan strategi yang tepat dan dukungan kebijakan pemerintah. Pertanyaannya, akankah potensi ini dimanfaatkan secara optimal untuk menyelamatkan IHSG dari gejolak?