Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menutup perdagangan hari Jumat (25/4/2025) dengan performa gemilang. Lonjakan nyaris 1%, membawa IHSG ke level 6.678,92, mendekati angka psikologis 6.700. Kenaikan ini semakin mengukuhkan tren positif pekan ini, dengan IHSG mencatatkan pertumbuhan 3,74% secara mingguan.
Aktivitas perdagangan terbilang ramai. Tercatat 427 saham menghijau, sementara 175 saham memerah, dan 204 saham stagnan. Nilai transaksi mencapai Rp 10,04 triliun, melibatkan 19,57 miliar saham dalam 1,07 juta transaksi. Kapitalisasi pasar pun mencapai angka fantastis, yakni 11.590,37 triliun rupiah.
Baca Juga: Rahasia di Balik Megahnya Mall Jakarta: Siapa Saja Miliarder di Baliknya?

infomalang.com/ melaporkan hampir seluruh sektor mengalami penguatan. Sektor konsumer nonprimer memimpin dengan kenaikan 2,51%, disusul sektor kesehatan (1,19%), finansial (1,15%), dan industri (1,03%). Saham GOTO menjadi salah satu penggerak utama, berkontribusi 8,67 poin indeks dengan kenaikan 5%. Kenaikan signifikan juga ditunjukkan saham UNVR, mencapai 17,06%, dan berkontribusi 3,45 poin indeks, didorong kabar pembagian dividen 100% dari laba tahun buku 2024.
Meskipun demikian, IHSG masih berada di level resistensi, rawan aksi profit taking. Pelemahan rupiah akibat tantangan repatriasi dividen bank besar juga menjadi catatan. Secara teknikal, IHSG di level 6.600 menguji garis resistensi horizontal dari high 14 Maret 2025. Penutupan merah pada perdagangan sebelumnya mengindikasikan potensi profit taking, mengingat kenaikan IHSG beberapa hari terakhir. Support potensial berada di level 6.300, sangat penting untuk diperhatikan guna keluar dari tren menurun dan membentuk higher low.
Kondisi ini bertolak belakang dengan pelemahan rupiah yang mendekati Rp17.000/US$, level terburuk sepanjang masa, bahkan melewati krisis 1998 dan 2008, meskipun indeks dolar AS (DXY) telah melandai lebih dari 8% sejak awal tahun.
Sentimen positif datang dari UBS Group, perusahaan investasi global asal Swiss, yang menaikkan rekomendasi saham Indonesia menjadi 'overweight'. Hal ini didorong oleh kondisi domestik yang defensif, valuasi saham mendekati level terendah masa pandemi, dan potensi dukungan dari dana besar milik pemerintah. Kenaikan rekomendasi ini menjadi angin segar setelah penurunan peringkat pasar saham Indonesia oleh Goldman Sach dan Morgan Stanley Capital International (MSCI).















