Infomalang – Indro Warkop, satu-satunya anggota asli yang tersisa dari grup legendaris Warkop DKI, kembali jadi sorotan publik setelah membuat pernyataan mengejutkan. Dalam sebuah wawancara, Indro mengaku tidak pernah menerima royalti dari penayangan film-film lawas Warkop DKI yang hingga kini masih sering ditayangkan di televisi maupun platform digital.
Pernyataan ini sontak memicu diskusi hangat di kalangan penggemar film Indonesia. Banyak yang menyayangkan kondisi ini, mengingat Warkop DKI adalah salah satu ikon hiburan terbesar tanah air yang karya-karyanya masih diminati lintas generasi.
Tak Pernah Rasakan Royalti
Indro menjelaskan bahwa sejak awal, sistem distribusi dan perjanjian kontrak di era Warkop DKI berbeda dengan mekanisme industri film masa kini. Saat itu, royalti belum menjadi bagian dari kesepakatan standar dalam industri perfilman Indonesia.
“Sejujurnya saya tidak pernah menerima royalti dari film-film Warkop. Begitu film tayang di televisi atau diputar ulang di berbagai media, kami tidak mendapatkan bagian. Jadi, pendapatan kami dulu lebih banyak dari honor saat produksi saja,” ungkap Indro.
Kondisi ini menunjukkan betapa belum matangnya sistem hak cipta dan royalti di masa lalu. Kini, banyak pihak berharap pernyataan Indro bisa menjadi pembelajaran bagi industri hiburan Indonesia agar lebih memperhatikan hak finansial para kreator.
Warisan Besar Warkop DKI
Meski tidak mendapat royalti, Indro tetap mengaku bangga dengan warisan karya Warkop DKI. Bersama Dono dan Kasino, Indro telah menciptakan puluhan film komedi yang menjadi bagian penting dari sejarah perfilman Indonesia.
Film-film mereka seperti Mana Tahaaan…, CHIPS, hingga Dongkrak Antik masih kerap diputar ulang dan selalu berhasil memancing tawa penonton. Bagi Indro, karya-karya tersebut adalah warisan budaya yang layak diapresiasi.
Baca Juga: Fakta Menarik Keisya Levronka, Bintang Muda Asal Malang
“Buat saya, kebanggaan bisa menghibur masyarakat itu lebih besar. Tapi tentu saja, kalau ada sistem royalti yang berjalan, itu akan jauh lebih baik,” ujarnya.
Dukungan Publik
Setelah pengakuan tersebut, banyak penggemar dan rekan artis yang memberikan dukungan kepada Indro warkop. Mereka menilai sudah seharusnya hak finansial seniman dihargai dengan sistem royalti yang adil.
Tidak sedikit juga yang menyoroti pihak stasiun televisi dan platform digital yang masih menayangkan film lawas tanpa memberikan kompensasi kepada pencipta atau aktor. Beberapa netizen bahkan mendesak agar pemerintah dan asosiasi perfilman turun tangan memperbaiki sistem ini.
Kondisi Industri Film Indonesia
Fakta yang diungkap Indro mencerminkan masalah klasik di industri film Indonesia, yaitu lemahnya perlindungan hak cipta. Berbeda dengan Hollywood atau industri film besar lainnya, sistem royalti di Indonesia masih belum berjalan konsisten.
Banyak aktor, musisi, dan kreator yang akhirnya tidak menikmati manfaat jangka panjang dari karya mereka. Padahal, karya tersebut bisa terus diputar ulang dan menghasilkan keuntungan bagi pihak lain.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, kesadaran akan pentingnya hak cipta dan royalti mulai meningkat. Pemerintah melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) mulai melakukan langkah-langkah untuk memperjuangkan hak para seniman.
Indro Tetap Berkarya
Di tengah persoalan ini, Indro tetap aktif berkarya. Meski sudah tidak lagi membuat film sebagai trio Warkop DKI, ia masih sering tampil dalam berbagai program televisi, film layar lebar, hingga menjadi pembicara di acara hiburan maupun seminar motivasi.
Sebagai seniman senior, Indro ingin terus memberi inspirasi kepada generasi muda untuk menghargai karya dan menjaga integritas. Ia berharap pengalamannya bisa menjadi pelajaran penting agar seniman masa kini tidak mengalami hal serupa.
Pengakuan Indro Warkop tentang tidak pernah menerima royalti dari film-film lawas Warkop DKI membuka mata banyak pihak tentang pentingnya regulasi dan sistem perlindungan hak cipta yang lebih baik. Meski demikian, ia tetap bersyukur dan bangga karena karya-karyanya masih dicintai masyarakat hingga saat ini.
Kasus ini sekaligus menjadi pengingat bahwa apresiasi terhadap seniman tidak hanya berupa pujian, tetapi juga harus diwujudkan dalam bentuk penghargaan finansial yang layak.















