Tingkat inklusi asuransi di Indonesia masih jauh tertinggal dari literasinya. Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024 menunjukkan indeks literasi asuransi meningkat signifikan menjadi 76,25%, namun indeks inklusi justru anjlok di angka 12,21%, turun drastis dari 16,63% pada 2022. Kondisi ini menjadi tantangan besar bagi industri asuransi Tanah Air.
Baca Juga : IHSG Ambrol! Saham Konglomerat Jadi Biang Keroknya?
Ketua Umum Dewan Asuransi Indonesia (DAI), Yulius Bhayangkara, mengatakan sosialisasi saja tak cukup. Regulasi yang mendukung, khususnya asuransi wajib, dinilai sebagai solusi ampuh untuk meningkatkan penetrasi asuransi. “Selain sosialisasi, kami berharap adanya program asuransi wajib untuk mendorong inklusi yang lebih dalam,” ujar Yulius dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi XI DPR RI, Senin (17/5/2025).

Ia mencontohkan BPJS Kesehatan dan Asuransi Jasa Raharja sebagai bentuk penetrasi asuransi, meskipun banyak masyarakat yang tak menyadari telah mengikutinya. “Jika ditanya apakah mereka membeli asuransi, jawabannya mungkin tidak. Tapi hampir 98% orang Indonesia terdaftar sebagai anggota BPJS. Ini menunjukkan pentingnya literasi dan inklusi, di mana masyarakat sadar akan kepemilikan asuransi,” jelasnya.
Berbagai skema asuransi wajib tengah digodok, salah satunya asuransi Third Party Liability (TPL) untuk kendaraan bermotor. Saat ini asuransi kendaraan masih bersifat sukarela, namun Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) membuka peluang kewajiban asuransi kendaraan bagi seluruh pemilik mobil dan motor. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menyatakan pemerintah tengah menyiapkan aturan turunan UU PPSK tersebut. “Peraturan pemerintah terkait asuransi wajib diharapkan terbit paling lambat dua tahun sejak PPSK disahkan, artinya Januari 2025 setiap kendaraan harus memiliki TPL,” tegasnya.
Tak hanya itu, pemerintah juga sedang mempersiapkan aturan dana pensiun wajib bagi pekerja di Indonesia. Ini berarti tambahan iuran pensiun bagi pekerja swasta selain Jaminan Hari Tua (JHT) dari BPJS Ketenagakerjaan. Tujuannya untuk meningkatkan replacement ratio, rasio pendapatan pensiun terhadap gaji saat bekerja, yang saat ini masih di bawah standar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO).
Baca Juga :Inilah 5 Aplikasi Musik Tanpa Iklan: Pilihan Terbaik untuk Mendengarkan Lagu Favorit















