Breaking

Kampus Universitas Brawijaya Selidiki Dugaan Pelecehan terhadap Mahasiswi

Infomalang – Isu sensitif mengenai dugaan pelecehan seksual kembali mencuat dan menjadi perhatian serius di lingkungan pendidikan tinggi, kali ini melibatkan salah satu kampus terbesar di Indonesia, Universitas Brawijaya (UB) di Malang.

Seorang mahasiswi Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) UB dilaporkan menjadi korban tindakan tidak pantas yang diduga dilakukan oleh seniornya, yang ironisnya merupakan panitia inti dalam kegiatan Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PK2MABA) tahun 2024.

Pihak kampus, melalui fakultas terkait dan unit khusus, kini telah turun tangan untuk memastikan kebenaran kasus tersebut, menjamin perlindungan maksimal, dan menegaskan komitmen untuk menciptakan lingkungan akademik yang aman.

Kasus ini menjadi sorotan nasional, menyoroti tantangan berkelanjutan yang dihadapi institusi pendidikan dalam menanggulangi kekerasan seksual di tengah mahasiswa. Kecepatan dan transparansi penanganan oleh Universitas Brawijaya kini menjadi taruhan utama dalam menjaga integritas dan kepercayaan publik.

Kronologi Kejadian Mencuat dari Unggahan Pelecehan Viral di Media Sosial

Isu dugaan pelecehan ini pertama kali muncul dan mendapatkan traksi besar melalui unggahan anonim di platform media sosial X (sebelumnya Twitter) oleh akun @jalannyamerah. Unggahan tersebut dengan cepat menarik perhatian warganet, mahasiswa, dan alumni Universitas Brawijaya, yang menuntut klarifikasi dan tindakan tegas dari pihak rektorat dan fakultas.

Dalam unggahan yang menjadi viral tersebut, disebutkan bahwa korban mengalami pelecehan saat sedang menjalin kedekatan dengan terduga pelaku.

Terduga pelaku diidentifikasi sebagai RF, seorang mahasiswa Ilmu Administrasi Bisnis angkatan 2022, yang saat insiden terjadi memegang jabatan strategis sebagai Wakil Ketua Pelaksana Tiga Raja Brawijaya (nama resmi PK2MABA UB).

Kronologi dugaan kejadian, berdasarkan informasi yang beredar, menyebutkan bahwa kedekatan antara korban dan RF berlanjut hingga keduanya sempat pergi bersama ke sebuah kafe di kawasan Malang. Dalam pertemuan tersebut, korban diduga mengalami tindakan pelecehan berupa perabaan oleh RF.

Parahnya, dugaan tindakan tidak etis tersebut tidak berhenti di sana; RF juga dikabarkan sempat mengajak korban ke rumah kontrakannya dan memaksanya untuk mengonsumsi minuman keras.

Peristiwa ini kemudian menjadi trigger bagi korban untuk melaporkan insiden yang dialaminya ke pihak-pihak yang berwenang di kampus, setelah sebelumnya diungkap ke publik melalui media sosial.

Respons Cepat FIA Brawijaya dan Koordinasi ULTKSP

Menanggapi kabar yang beredar luas dan tekanan publik yang meningkat, pihak Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) UB segera melakukan langkah penyelidikan internal awal. Luqman Aziz, selaku Humas FIA UB, secara resmi mengonfirmasi bahwa fakultas telah mengetahui adanya laporan awal dari korban dan kini tengah menindaklanjuti proses klarifikasi dan pengumpulan data.

“Korban memang sudah datang ke fakultas untuk melapor, namun sifatnya masih sebatas pengenalan awal terhadap kasus yang dialami. Kami kemudian mengarahkan korban untuk melanjutkan laporan resmi dan terstruktur ke Unit Layanan Teknis Kekerasan Seksual dan Perlindungan (ULTKSP) UB,” ujar Luqman pada Jumat (17/10/2025).

Luqman menekankan bahwa pengarahan ke ULTKSP adalah prosedur standar yang memastikan penanganan dilakukan oleh unit yang memiliki kompetensi khusus dalam kasus kekerasan seksual.

Baca Juga: 236 Kapal Nelayan Malang Resmi Kantongi Solar Subsidi dengan Mekanisme Baru

Ia menambahkan bahwa tim ULTKSP FIA telah berupaya proaktif menghubungi korban untuk melakukan pendalaman keterangan, konseling, serta pengumpulan bukti-bukti yang diperlukan.

Namun, hingga berita ini diturunkan, proses pendalaman keterangan masih menunggu jadwal pertemuan lanjutan yang harus disepakati oleh korban, menunjukkan bahwa proses penanganan dilakukan dengan mempertimbangkan kenyamanan dan kesiapan psikologis korban.

Komitmen Universitas Brawijaya dan Sanksi Etik Tegas

Universitas Brawijaya menegaskan komitmennya yang tidak dapat ditawar-tawar dalam menciptakan lingkungan kampus yang benar-benar aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan seksual.

Keberadaan unit ULTKSP menjadi langkah nyata UB dalam memberikan perlindungan komprehensif, termasuk pendampingan psikologis dan hukum, bagi korban kekerasan seksual, serta memastikan setiap laporan ditangani secara adil dan tidak diskriminatif.

Luqman menegaskan bahwa pihak fakultas dan universitas tidak akan memberikan toleransi terhadap segala bentuk kekerasan atau pelecehan yang terjadi, baik di dalam maupun di luar lingkungan akademik.

Jika hasil penyelidikan, yang dilakukan oleh ULTKSP dan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) UB, menunjukkan adanya pelanggaran etik dan hukum yang dilakukan oleh RF, maka sanksi tegas akan dijatuhkan kepada pihak yang terbukti bersalah sesuai dengan Peraturan Rektor UB dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Sanksi bisa berupa skorsing hingga drop out (DO). Kami akan pastikan keadilan ditegakkan, dan proses penanganan berjalan sesuai prosedur hukum dan etika kampus,” tegas Luqman.

Selain penindakan, UB juga berencana memperkuat edukasi dan pencegahan. Ini termasuk penguatan etika pergaulan di lingkungan mahasiswa, melalui kegiatan sosialisasi dan pelatihan anti kekerasan seksual yang wajib diikuti bagi panitia dan koordinator kegiatan kampus, termasuk PK2MABA, agar kasus serupa tidak terulang.

Desakan Mahasiswa dan Transparansi Penanganan

Kasus ini menimbulkan berbagai reaksi di kalangan mahasiswa dan alumni UB. Sejumlah organisasi kampus, badan eksekutif mahasiswa, dan aktivis perempuan menyuarakan dukungan kuat terhadap korban serta mendesak pihak universitas untuk bersikap transparan dan sangat tegas.

Mereka berharap kasus ini menjadi momentum bagi UB untuk memperkuat sistem pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.

Beberapa mahasiswa juga menilai, penting bagi kampus untuk segera mengeluarkan kebijakan agar terduga pelaku tidak memiliki akses terhadap kegiatan organisasi dan kepanitiaan selama penyelidikan berlangsung.

Hal ini krusial untuk menghindari potensi intimidasi terhadap korban maupun saksi lainnya yang mungkin merasa tertekan oleh status terduga pelaku sebagai panitia senior.

Pihak Universitas Brawijaya berkomitmen untuk menjaga iklim kampus yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan kemanusiaan. Melalui transparansi dan ketegasan sikap, UB berharap kasus ini dapat diselesaikan secara profesional tanpa mengabaikan sedikit pun hak-hak korban.

Fakultas dan ULTKSP terus berkoordinasi dengan rektorat dan lembaga terkait untuk memastikan penanganan berjalan sesuai prosedur. Kasus dugaan pelecehan seksual di lingkungan Universitas Brawijaya ini menjadi peringatan keras bagi seluruh pihak di dunia pendidikan untuk lebih waspada, proaktif, dan tanggap dalam menciptakan ruang aman bagi seluruh civitas akademika.

Baca Juga: Kerja di Kemenkeu, Pria Ini Dapat Titipan Pesan dari Ojol untuk Pak Purbaya