Breaking

Sejarah Klenteng Eng An Kiong Malang Sejak Abad ke-19

Infomalang – Malang dikenal sebagai salah satu kota di Jawa Timur yang kaya akan sejarah, budaya, dan keberagaman. Salah satu peninggalan bersejarah yang masih berdiri megah hingga saat ini adalah Klenteng Eng An Kiong. Berdiri sejak abad ke-19, klenteng ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga menjadi pusat aktivitas masyarakat Tionghoa di Malang. Kehadirannya mencerminkan harmoni, toleransi, serta jejak panjang perjalanan komunitas Tionghoa yang telah lama hidup berdampingan dengan masyarakat lokal.

Sejarah Awal Berdirinya Klenteng Eng An Kiong

Klenteng Eng An Kiong dibangun pada tahun 1825 oleh komunitas Tionghoa yang bermigrasi ke Malang. Nama “Eng An Kiong” berarti Istana Keselamatan, mencerminkan harapan besar masyarakat Tionghoa akan kedamaian, keberuntungan, dan perlindungan dari para dewa. Bangunan ini menjadi tempat bernaung spiritual bagi para pendatang, sekaligus simbol persatuan di antara mereka.

Pada masa kolonial Belanda, klenteng ini juga menjadi pusat kegiatan sosial. Banyak warga Tionghoa yang berkumpul di sini untuk mengadakan ritual, merayakan hari besar agama, hingga membahas persoalan komunitas. Perannya sebagai pusat aktivitas sosial-religius membuat Eng An Kiong tak sekadar bangunan ibadah, melainkan juga pusat budaya dan interaksi sosial.

Arsitektur yang Sarat Makna

Klenteng Eng An Kiong menampilkan arsitektur khas Tionghoa yang kental dengan nuansa tradisional. Atap melengkung dengan hiasan naga, ukiran kayu berwarna merah keemasan, serta lampion-lampion yang menggantung menjadi ciri utama bangunan ini.

Setiap detail arsitektur memiliki filosofi mendalam. Warna merah melambangkan keberuntungan dan kebahagiaan, sementara ornamen naga dipercaya membawa kekuatan serta perlindungan dari roh jahat. Selain itu, klenteng ini memiliki beberapa altar utama yang dipersembahkan kepada dewa-dewi dalam tradisi Konfusianisme, Taoisme, dan Buddhisme. Hal ini memperlihatkan sinkretisme kepercayaan yang kaya dalam budaya Tionghoa.

Fungsi Religius dan Sosial

Sebagai tempat ibadah, Klenteng Eng An Kiong digunakan untuk berbagai upacara keagamaan, seperti perayaan Imlek, Cap Go Meh, dan ritual sembahyang leluhur. Upacara tersebut tidak hanya dihadiri masyarakat Tionghoa, tetapi juga menarik minat warga Malang dari berbagai latar belakang.

Selain fungsi religius, klenteng ini juga memiliki peran sosial penting. Sejak masa awal berdiri, Eng An Kiong sering digunakan untuk kegiatan amal, seperti pengumpulan dana bagi warga yang membutuhkan. Bahkan hingga kini, klenteng ini masih aktif dalam kegiatan sosial, menjadi bukti nyata kepedulian komunitas Tionghoa terhadap lingkungannya.

Baca juga: Menelusuri Candi Badut, Peninggalan Hindu Abad ke-8 di Malang

Klenteng Eng An Kiong Sebagai Simbol Toleransi

Kehadiran Klenteng Eng An Kiong di tengah Kota Malang menunjukkan adanya harmoni antaragama dan antarbudaya. Meskipun mayoritas masyarakat Malang beragama Islam, keberadaan klenteng ini diterima dengan baik. Tradisi dan perayaan yang digelar di klenteng sering kali dihadiri lintas komunitas, menjadi simbol kerukunan yang telah terjalin sejak lama.

Tidak jarang wisatawan domestik maupun mancanegara datang berkunjung, baik untuk beribadah maupun sekadar mengenal sejarah dan budayanya. Hal ini menjadikan Eng An Kiong sebagai destinasi wisata sejarah sekaligus ruang edukasi tentang toleransi.

Jejak Panjang Komunitas Tionghoa di Malang

Sejarah Klenteng Eng An Kiong tidak bisa dipisahkan dari perjalanan komunitas Tionghoa di Malang. Sejak abad ke-19, mereka berperan penting dalam perkembangan ekonomi kota, terutama dalam perdagangan. Kehadiran klenteng ini menjadi pusat yang menguatkan ikatan sosial mereka, sekaligus wadah melestarikan tradisi leluhur.

Bagi masyarakat Tionghoa, Eng An Kiong bukan hanya tempat suci, tetapi juga bagian dari identitas budaya. Melalui berbagai aktivitas yang dilakukan, nilai-nilai leluhur terus diwariskan dari generasi ke generasi.

Pentingnya Melestarikan Warisan Sejarah

Sebagai salah satu bangunan tertua di Malang, Klenteng Eng An Kiong memiliki nilai sejarah yang tinggi. Pelestarian bangunan ini sangat penting agar generasi mendatang dapat terus mengenal jejak budaya Tionghoa di kota ini. Selain itu, keberadaan klenteng juga menjadi daya tarik wisata sejarah yang berkontribusi pada perekonomian lokal.

Dukungan masyarakat, pemerintah, dan komunitas Tionghoa dalam menjaga kelestarian klenteng ini menjadi kunci agar Eng An Kiong tetap kokoh menghadapi zaman. Upaya restorasi dan perawatan rutin sudah dilakukan, sehingga keindahan dan nilai historisnya tetap terjaga.

 

Klenteng Eng An Kiong Malang adalah bukti nyata perjalanan panjang masyarakat Tionghoa di Kota Apel. Berdiri sejak abad ke-19, klenteng ini bukan hanya pusat ibadah, tetapi juga pusat sosial, budaya, dan toleransi. Keberadaannya mengajarkan tentang pentingnya menghargai perbedaan dan melestarikan warisan sejarah sebagai bagian dari identitas bangsa.

Melalui kisahnya, kita belajar bahwa keberagaman adalah kekuatan. Klenteng Eng An Kiong akan terus menjadi simbol harmoni dan sejarah yang hidup, bukan hanya bagi masyarakat Tionghoa, tetapi juga untuk seluruh warga Malang.

Baca juga: Menelusuri Petilasan Ken Arok, Sosok Dibalik Lahirnya Kerajaan Singasari