infomalang.com/ – Pemerintah Kota Malang melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) semakin gencar memperkuat upaya penanggulangan TBC.
Target besar dipasang pada tahun 2025, yaitu penemuan 3 ribu kasus TBC sebagai bagian dari langkah strategis menuju program nasional eliminasi TBC pada tahun 2035 yang dicanangkan oleh pemerintah pusat.
Upaya ini bukan hanya sekadar target angka, melainkan cerminan komitmen serius untuk memutus rantai penularan penyakit mematikan ini di Kota Malang.
TBC, atau Tuberkulosis, masih menjadi salah satu masalah kesehatan utama di Kota Malang. Penyakit menular melalui udara ini berisiko tinggi menyebar apabila tidak ditangani dengan baik.
Data terbaru mencatat lebih dari 1.700 kasus TBC telah ditemukan di lima kecamatan di Kota Malang. Jumlah ini mengalami peningkatan signifikan dibandingkan tahun sebelumnya.
Kepala Dinkes Kota Malang, Husnul, menegaskan bahwa penemuan kasus baru adalah kunci dalam menekan penularan.
“Dengan mendeteksi lebih dini, penanganan bisa dilakukan lebih cepat sehingga memperkecil peluang penyebaran di masyarakat,” ujar Husnul.
Ia menambahkan, langkah ini sekaligus mendukung program nasional yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto untuk mencapai zero TBC pada 2035.
Strategi Penemuan Kasus dan Kolaborasi Lintas Sektor
Target penemuan 3 ribu kasus TBC tahun ini bukanlah hal yang mudah. Namun, Dinkes Kota Malang meyakini bahwa langkah ini dapat mempercepat pengendalian penularan.
Strategi yang dijalankan melibatkan berbagai pendekatan proaktif, mulai dari skrining massal hingga penguatan peran masyarakat.
Husnul menekankan bahwa kerja sama lintas sektor sangat penting, mulai dari tenaga kesehatan, pemerintah daerah, hingga masyarakat luas.
Kader kesehatan yang tergabung dalam berbagai organisasi kemasyarakatan seperti Muslimat, Aisyiah, dan kelompok masyarakat lainnya, berperan penting dalam membantu menemukan penderita TBC.
Mereka melakukan sosialisasi dari rumah ke rumah dan mengedukasi warga tentang gejala-gejala TBC.
“Para kader ini adalah ujung tombak kami. Mereka yang paling dekat dengan masyarakat dan bisa mengenali kasus lebih awal,” kata Husnul.
Dinkes pun rutin melakukan rapat koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk memantau progres di lapangan, memastikan program berjalan sesuai rencana dan efektif.
Selain itu, Dinkes juga berkolaborasi dengan fasilitas kesehatan swasta dan klinik-klinik untuk memperluas jangkauan skrining. Dengan demikian, setiap kasus TBC yang terdeteksi, baik di fasilitas pemerintah maupun swasta, dapat langsung dicatat dan ditangani.
Baca Juga: Efek Buruk Duduk Terlalu Lama pada Kesehatan Tulang Belakang
Tantangan dalam Pengobatan TBC dan Dampak Kepatuhan Pasien
Selain deteksi dini, tantangan besar lain dalam penanganan TBC adalah kepatuhan pasien terhadap pengobatan. Pengobatan TBC umumnya memakan waktu enam bulan, bahkan bisa lebih lama hingga sembilan bulan tergantung kondisi penderita.
Sayangnya, banyak pasien yang menghentikan pengobatan di tengah jalan karena merasa sudah membaik atau karena efek samping obat yang dirasakan.
“Seringkali pasien merasa sudah sembuh setelah beberapa bulan minum obat dan berhenti. Padahal, pengobatan harus tuntas,” jelas dr. Siska, seorang dokter paru di salah satu rumah sakit di Malang.
Kondisi ini berisiko menimbulkan resistensi obat. Bakteri TBC menjadi kebal, sehingga pengobatan menjadi lebih sulit, lebih lama, dan lebih mahal.
Ini tidak hanya merugikan pasien, tetapi juga berpotensi menambah beban kesehatan masyarakat karena bakteri TBC yang resisten bisa menular ke orang lain.
Oleh karena itu, pendampingan pasien oleh tenaga medis maupun keluarga sangat krusial. Dinkes menggerakkan program Patient Support System (PSS) yang melibatkan keluarga dan relawan untuk memastikan pasien menyelesaikan seluruh rangkaian pengobatan.
Peran Masyarakat dalam Penanggulangan TBC dan Harapan Ke Depan
Dinkes Kota Malang juga menegaskan bahwa pencegahan TBC tidak bisa hanya dilakukan oleh pemerintah. Peran aktif masyarakat sangat dibutuhkan, baik dalam mendukung program skrining maupun menjaga pola hidup sehat.
Edukasi mengenai etika batuk (seperti menutup mulut dengan siku saat batuk), menjaga ventilasi rumah, serta kesadaran untuk melakukan pemeriksaan kesehatan jika mengalami gejala batuk berkepanjangan selama lebih dari dua minggu menjadi langkah penting.
Selain itu, masyarakat diimbau tidak ragu melanjutkan pengobatan meskipun berpindah tempat tinggal. Pasien TBC tetap akan tercatat sebagai penerima layanan kesehatan, sehingga pengobatan tidak terputus.
“Kami punya sistem rujukan dan koordinasi antar daerah. Pasien bisa melanjutkan pengobatan di mana pun mereka berada,” tegas Husnul.
Meski menghadapi berbagai tantangan, Dinkes Kota Malang optimis target penemuan 3 ribu kasus TBC pada tahun 2025 dapat tercapai.
Program skrining intensif, edukasi masyarakat, serta penguatan kolaborasi lintas sektor diyakini mampu menekan angka penularan.
Dengan strategi yang konsisten, Kota Malang diharapkan dapat menjadi salah satu daerah yang berkontribusi signifikan dalam upaya eliminasi TBC nasional pada 2035.
Semangat gotong royong antara pemerintah, masyarakat, dan tenaga kesehatan menjadi kunci utama keberhasilan program ini.
“Kami tidak bisa berhasil sendiri. Ini adalah perjuangan bersama,” pungkas Husnul.
Baca Juga: Asupan Protein untuk Pembentukan Otot yang Optimal















