Per 31 Agustus 2025, kredit UMKM di wilayah OJK Malang capai Rp36 triliun. Berdasarkan data resmi, 33,93 persen dari total pembiayaan perbankan di tujuh kabupaten dan kota mengalir ke sektor UMKM.
Kepala OJK Malang, Farid Faletehan, menilai kinerja tersebut sebagai indikator kuat bahwa sektor UMKM masih menjadi tulang punggung perekonomian regional.
Menurut Farid, seluruh perbankan diwajibkan menyalurkan pembiayaan kepada pelaku UMKM sebagai bentuk komitmen terhadap pertumbuhan ekonomi inklusif.
Saat ini, porsi kredit UMKM di wilayah kerja OJK Malang mencapai 33,9 persen, sedangkan sektor non-UMKM berada di angka 66,1 persen. Angka ini dinilai cukup baik karena telah melampaui batas minimal 30 persen sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia.
“Jika sebuah wilayah mampu menyalurkan kredit UMKM di atas 30 persen, itu sudah termasuk dalam kategori sangat baik. Di Malang Raya, capaian 33 persen lebih ini patut diapresiasi karena menunjukkan kontribusi nyata sektor usaha kecil terhadap pertumbuhan ekonomi lokal,” ujarnya.
Beberapa daerah di bawah pengawasan OJK Malang bahkan mencatat kinerja yang menonjol. Kota Batu menempati posisi tertinggi dengan porsi kredit UMKM mencapai 51,89 persen, diikuti oleh Kabupaten Malang sebesar 39,46 persen, dan Kota Malang sebesar 37,63 persen.
Namun, masih terdapat wilayah yang perlu mendapatkan perhatian lebih, seperti Kota Probolinggo yang baru mencapai 18,52 persen dan Kabupaten Probolinggo sebesar 24,22 persen.
“Ada sejumlah daerah dengan porsi pembiayaan yang masih kecil, seperti Kota dan Kabupaten Probolinggo. Ini perlu menjadi fokus untuk didorong agar akses pembiayaan lebih merata,” kata Farid.
Dari sisi lembaga keuangan, Bank Umum Konvensional (BUK) menjadi penyalur pembiayaan terbesar di sektor rumah tangga, dengan total Rp28,82 triliun atau 28,71 persen dari total kredit. Bank Umum Syariah (BUS) turut memberikan kontribusi besar, khususnya di pembiayaan rumah tangga, dengan nilai Rp3,09 triliun atau 49,28 persen.
Sementara itu, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) menyalurkan kredit terbesar untuk sektor perdagangan besar, eceran, serta perawatan kendaraan bermotor dengan total Rp479,8 miliar atau 24,81 persen. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) juga berperan aktif dengan pembiayaan sebesar Rp56,2 miliar atau 25,10 persen untuk sektor-sektor mikro berbasis komunitas.
Dari sisi sektor ekonomi, pengadaan listrik, gas, dan udara dingin menjadi sektor dengan pertumbuhan pembiayaan tertinggi, yaitu 47,98 persen secara tahunan, mencapai Rp3,42 triliun. Sektor pertambangan dan penggalian tumbuh 30,53 persen menjadi Rp5,15 triliun, sementara sektor pendidikan meningkat 26,14 persen dengan nilai Rp592 miliar.
Ketiga sektor tersebut juga dinilai paling sehat dengan tingkat kredit bermasalah (NPL) sangat rendah masing-masing 0,01 persen untuk listrik dan gas, 0,09 persen untuk pertambangan, serta 0,20 persen untuk pendidikan.
Capaian positif tersebut sekaligus menunjukkan arah pembiayaan di wilayah OJK Malang sudah berada di jalur yang benar. Namun, tantangan besar tetap ada, yakni memastikan pemerataan akses kredit agar pelaku usaha kecil di seluruh daerah memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang.
Baca Juga: Inflasi Kota Malang September 2025 Tembus 0,39 Persen, Daging Ayam dan Emas Jadi Penyumbang Utama
Farid menegaskan pentingnya kolaborasi antara perbankan, pemerintah daerah, dan OJK dalam memperkuat ekosistem pembiayaan yang inklusif dan berkelanjutan.
“Pembiayaan UMKM bukan sekadar angka di laporan, tetapi merupakan energi nyata yang menggerakkan ekonomi masyarakat. Kami berharap sinergi antar pihak terus diperkuat agar pertumbuhan ini merata,” ujarnya.
Selain capaian kinerja tersebut, OJK juga tengah mendorong implementasi Peraturan OJK (POJK) Nomor 19 Tahun 2025 tentang Kemudahan Akses Pembiayaan kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Regulasi baru itu diharapkan dapat memperluas akses pelaku UMKM terhadap permodalan yang lebih mudah, murah, dan cepat. Farid menyebut, aturan baru tersebut masih memerlukan sosialisasi menyeluruh ke daerah-daerah.
“Sejumlah wilayah, termasuk di Jawa Timur, meminta dilakukan sosialisasi terkait teknis penerapan aturan ini. Kami sudah berencana menggandeng Perbarindo (Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia) untuk membahas hal ini lebih lanjut,” paparnya.
Ia menambahkan, meski POJK memberikan kemudahan bagi pelaku UMKM, kebijakan pemberian kredit tetap berada di bawah kewenangan masing-masing bank.
“Jika nasabah memiliki catatan kredit bermasalah, keputusan untuk memberi keringanan tetap sepenuhnya ada pada pihak bank,” jelasnya.
Berdasarkan data nasional, per Juli 2025, total kredit perbankan tumbuh 7,03 persen year-on-year (yoy) menjadi Rp8.043,2 triliun. Kredit investasi tumbuh paling tinggi sebesar 12,42 persen, konsumsi 8,11 persen, dan modal kerja 3,08 persen.
Namun, kredit UMKM secara nasional hanya tumbuh 1,82 persen jauh di bawah pertumbuhan kredit korporasi yang mencapai 9,59 persen.
Kondisi berbeda terjadi di wilayah OJK Malang. Kredit UMKM tumbuh lebih tinggi, yakni 5,32 persen, mencerminkan vitalitas sektor usaha kecil di daerah tersebut.
“Pertumbuhan 5 persen lebih itu besar, apalagi di tengah tren nasional yang melambat,” ujar Farid Faletehan.
Secara keseluruhan, capaian 33,93 persen kredit UMKM di wilayah OJK Malang menjadi bukti bahwa ekonomi daerah masih bertumpu pada kekuatan usaha kecil dan menengah.
Dengan pemerataan akses pembiayaan, sinergi lintas sektor, dan dukungan regulasi yang kuat, potensi pertumbuhan ekonomi berbasis UMKM di Malang Raya diyakini akan terus berlanjut dan menjadi penopang utama perekonomian Jawa Timur.
Baca Juga: Ekonomi Kabupaten Malang Melesat! Triwulan II Tembus Angka Pertumbuhan 5,96 Persen















