Markas Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Batu resmi menghentikan seluruh operasionalnya sejak Jumat, 1 Agustus 2025. Keputusan tersebut diambil menyusul krisis anggaran yang tak kunjung terselesaikan, memaksa lembaga kemanusiaan ini menutup layanan vital bagi masyarakat. Seluruh aktivitas yang biasa berjalan setiap hari seperti layanan ambulans, donor darah, pertolongan pertama, hingga evakuasi kecelakaan lalu lintas kini terhenti total.
Markas PMI di Jalan Kartini Nomor 8, Kelurahan Ngaglik, tampak lengang tanpa aktivitas. Sebuah kertas pemberitahuan terpasang di jendela kantor, bertuliskan “Mohon Maaf Kegiatan Pelayanan PMI Kota Batu Dihentikan Sementara Sampai Batas Waktu yang Belum Ditentukan.”
Kepala Markas PMI Kota Batu, Abdul Mutholib, membenarkan penghentian operasional tersebut. Ia menjelaskan bahwa PMI tidak lagi memiliki sumber dana untuk membiayai kebutuhan dasar seperti bahan bakar untuk ambulans, pembelian obat-obatan, serta membayar tagihan listrik, air, telepon, dan internet. Selama enam bulan terakhir, lembaga ini bertahan hidup dengan menggunakan dana pribadi dari jajaran internal, namun kondisi keuangan sudah tidak memungkinkan untuk terus bertahan. Total dana talangan yang telah dikeluarkan mencapai sekitar Rp80 juta, berasal dari uang pribadi Abdul, bendahara, dan beberapa staf lainnya.
Abdul, yang juga dipanggil Tholib, mengaku sejak Februari 2025, PMI Kota Batu belum menerima sepeser pun dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Batu, padahal sebelumnya selalu cair pada bulan Mei atau Juni. Hingga awal Agustus, belum ada kejelasan kapan dana tersebut akan dicairkan.
Menurut Tholib, krisis anggaran tahun ini merupakan yang terburuk sepanjang ia mengabdi di PMI. Meski sebelumnya juga pernah terjadi keterlambatan pencairan, tidak pernah sampai menghentikan operasional sepenuhnya. Di tahun anggaran 2025, PMI Kota Batu sebenarnya dijadwalkan menerima hibah sebesar Rp150 juta untuk mendukung seluruh kegiatan kemanusiaan.
Namun kenyataannya, hingga memasuki bulan kedelapan tahun berjalan, dana tersebut belum juga diterima. Situasi ini semakin memperparah kondisi markas, karena bukan hanya tidak ada dana operasional,
tetapi tiga staf utama termasuk kepala markas, sopir ambulans, dan staf administrasi tidak menerima gaji sejak awal tahun. Bahkan mereka justru urunan untuk menutupi biaya kebutuhan dasar markas PMI agar tetap berjalan. Hal ini menggambarkan dedikasi luar biasa dari para relawan PMI, tetapi pada saat yang sama menunjukkan lemahnya dukungan dari pihak yang berwenang.
Setiap bulan, PMI Kota Batu membutuhkan sedikitnya Rp9 juta untuk memenuhi kebutuhan pokok operasional. Tanpa dukungan dana tersebut, mustahil bagi markas untuk menjalankan fungsi kemanusiaannya. Selama enam bulan terakhir, biaya sebesar itu dipenuhi dari kocek pribadi para staf,
Baca Juga: Flyover Kotalama Malang Kembali Dibuka Usai Evakuasi Truk Molase yang Terguling
namun kini mereka mengaku benar-benar tidak sanggup lagi. Keputusan menghentikan operasional pun diambil demi menjaga akuntabilitas dan transparansi lembaga. Akibat penghentian layanan ini, masyarakat Kota Batu kehilangan akses terhadap layanan ambulans PMI yang selama ini menjadi andalan dalam berbagai kondisi darurat. Warga yang membutuhkan evakuasi medis, donor darah, atau layanan pertolongan pertama kini harus mencari alternatif lain yang belum tentu terjangkau atau tersedia dengan cepat.
Kondisi ini mendapat perhatian dari Ketua DPRD Kota Batu, Didik Subiyanto. Ia menyatakan prihatin atas situasi yang menimpa PMI dan berjanji akan segera berkoordinasi dengan pihak eksekutif serta dinas teknis terkait. Menurut Didik, seharusnya organisasi perangkat daerah (OPD) teknis dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) telah menganggarkan dan merealisasikan dana hibah untuk PMI lebih awal, mengingat peran vital lembaga ini dalam pelayanan publik. Ia pun menegaskan akan mendorong percepatan proses pencairan dana agar PMI dapat kembali beroperasi.
Di sisi lain, Tholib berharap agar pemerintah daerah tidak menyepelekan keberadaan PMI. Ia mengingatkan bahwa pelayanan PMI bukan sekadar simbol, tetapi merupakan kebutuhan mendesak bagi masyarakat.
Tholib juga mengungkapkan bahwa upaya telah dilakukan untuk mencari bantuan dari berbagai pihak, namun sejauh ini belum membuahkan hasil. Oleh karena itu, ia menyampaikan permohonan maaf secara terbuka kepada masyarakat Kota Batu atas terhentinya seluruh layanan. Ia berharap krisis ini bisa segera diatasi agar PMI Kota Batu dapat kembali menjalankan tugas-tugas kemanusiaan.
Vakumnya operasional PMI menjadi pukulan telak, tidak hanya bagi lembaga itu sendiri tetapi juga bagi masyarakat luas. Ketika pelayanan kemanusiaan terhenti akibat mandeknya birokrasi, maka yang dirugikan adalah warga yang membutuhkan pertolongan cepat dan tepat. Situasi ini menjadi peringatan penting bagi seluruh pemangku kepentingan agar ke depan penganggaran dan pencairan dana lembaga sosial dapat dilakukan secara tepat waktu, akuntabel, dan tanpa hambatan administratif yang berlarut-larut.
Baca Juga: Kebakaran Gudang SD di Gondang Nganjuk, Insiden 4/8 Dipicu Pembakaran Sampah















