infomalang.com/ KUALA LUMPUR – Dalam suasana ketidakpastian ekonomi global yang terus membayangi, Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, menyerukan kepada negara-negara anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) untuk memperkuat integrasi ekonomi dan meningkatkan perdagangan antar negara anggota. Seruan ini disampaikan dalam pertemuan para menteri luar negeri ASEAN yang digelar di Kuala Lumpur pada 9 Juli 2025.
Anwar menyampaikan bahwa ASEAN tidak boleh bersikap pasif dalam menghadapi tantangan global. Menurutnya, tarif, pembatasan ekspor, dan hambatan investasi telah menjadi instrumen geopolitik yang tajam dan berpotensi merugikan pertumbuhan ekonomi kawasan. Meski tidak secara eksplisit menyebut Amerika Serikat, pernyataannya menyoroti meningkatnya ketegangan dagang yang dipicu oleh kebijakan tarif baru dari pemerintahan Donald Trump.
Trump sebelumnya mengumumkan tarif antara 25% hingga 40% terhadap enam negara ASEAN, termasuk Indonesia, Thailand, dan Malaysia. Satu-satunya negara yang berhasil mencapai kesepakatan adalah Vietnam, yang berhasil menurunkan tarif menjadi 20%. Negara-negara lain tengah berupaya melakukan negosiasi sebelum tarif tersebut mulai diberlakukan pada 1 Agustus 2025.
Dalam pidatonya, Anwar menekankan pentingnya “bertindak dengan tujuan” untuk memperkuat fondasi internal kawasan. Ia mendorong peningkatan perdagangan intra-ASEAN, investasi lintas negara, serta integrasi lintas sektor sebagai respons strategis terhadap dinamika global. Ia juga menekankan bahwa kawasan ini harus memanfaatkan potensi ekonomi kolektifnya sebagai ekonomi terbesar kelima di dunia.
Baca Juga:operasi Merah Putih: Kunci Dongkrak Ekonomi Malang Raya Jika Profesional
Pertemuan di Kuala Lumpur ini menjadi ajang strategis, tidak hanya membahas isu tarif, tetapi juga menyentuh kerja sama dengan mitra eksternal seperti Amerika Serikat, Tiongkok, Jepang, Rusia, India, dan Uni Eropa. Menteri Luar Negeri dari berbagai negara mitra dijadwalkan hadir, termasuk Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio yang baru pertama kali mengunjungi Asia dalam kapasitasnya.
Rancangan komunike bersama yang dilihat oleh Reuters mencerminkan kekhawatiran ASEAN atas meningkatnya tensi perdagangan global. Meskipun tidak menyebut Amerika secara langsung, komunike tersebut menyebut tindakan sepihak terkait tarif sebagai langkah kontraproduktif yang berisiko memperburuk fragmentasi ekonomi dunia.
Ekonom regional, Lavanya Ventakeswaran dari OCBC, menambahkan bahwa ketidakpastian tarif memperumit situasi bagi negara-negara ASEAN, terutama dalam menghadapi tuduhan transshipment produk dari Tiongkok. Ancaman tambahan tarif terhadap negara-negara BRICS, termasuk Indonesia, semakin memperburuk kekhawatiran tersebut.
Di luar isu ekonomi, ASEAN juga dihadapkan pada tantangan politik kawasan, seperti perselisihan Thailand-Kamboja, konflik di Myanmar, serta penyusunan kode etik Laut Cina Selatan. Menteri Luar Negeri Malaysia, Mohamad Hasan, menyerukan kelompok-kelompok di Myanmar untuk menciptakan kondisi kondusif bagi pemilu. Namun, belum jelas apakah pernyataan tersebut menandakan dukungan penuh Malaysia terhadap proses pemilu tersebut.
Analis melihat bahwa pertemuan ini adalah ujian besar bagi solidaritas ASEAN. Di tengah tekanan eksternal dan konflik internal kawasan, negara-negara anggota perlu menunjukkan komitmen bersama untuk memperkuat kerja sama ekonomi dan menjaga stabilitas politik. Keberhasilan atau kegagalan ASEAN dalam mengatasi tantangan tarif dan konflik kawasan akan berdampak besar terhadap kredibilitas dan masa depan blok regional ini.
Melalui pidatonya yang tegas, Anwar Ibrahim memberi isyarat bahwa Malaysia siap memimpin upaya kolektif dalam membangun kemandirian ekonomi ASEAN. Dengan fokus pada perdagangan regional, integrasi lintas sektor, dan diplomasi aktif, ASEAN memiliki peluang untuk membentuk masa depan yang lebih stabil dan mandiri di tengah dinamika global yang tidak menentu.
Baca Juga:Warga Dukung Keberlanjutan Florawisata Santerra: Sinergi Ekowisata dan Pemberdayaan Ekonomi Pujon















