Breaking

Masa Depan Mangrove Indonesia: Menjaga Benteng Pesisir dari Ancaman Degradasi 26-7

InfoMalang Setiap tanggal 26 Juli, dunia memperingati Hari Mangrove Sedunia , sebuah momen penting untuk meninjau kembali bagaimana keberadaan hutan mangrove menopang kehidupan pesisir. Indonesia, dengan tutupan Hutan Pesirir laut terbesar di dunia yang mencapai 3,44 juta hektar, seharusnya menjadi teladan dalam pengelolaan ekosistem ini. Namun, dibalik angka yang mengesankan, terdapat ancaman serius yang mengancam ekosistem “benteng hijau” tersebut.

Potret Kondisi Mangrove Saat Ini

Menurut data terbaru, sekitar 80 persen Hutan Pesirir laut Indonesia berada di kawasan hutan, sementara sisanya berada di luar kawasan konservasi. Ironisnya, hanya 30 persen dari total luasan itu yang dalam kondisi baik, sedangkan selebihnya mengalami degradasi sedang hingga parah.

Masalah lain yang tak kalah krusial adalah ketidaksinkronan data. Satu sumber mencatat luas hutan bakau sekitar 2,32 juta hektar dengan hanya 30 persen berkondisi prima, sedangkan data lain menyebut 3,36 juta hektar dengan klaim 92 persen tutupan lebat. Ketidakkonsistenan ini menunjukkan lemahnya koordinasi pendataan dan transparansi pengelolaan, yang berdampak langsung pada efektivitas program rehabilitasi dan kebijakan perencanaan.

Baca Juga: Malang: Hindari Truk, Pengendara di Desa Rejoyoso Terperosok ke Jurang (27/7)

Ancaman Nyata: Alih Fungsi dan Eksploitasi

Hutan Hutan Pesirir laut menghadapi tekanan besar dari berbagai bentuk alih fungsi lahan. Di Batam, misalnya kawasan mangrove telah berubah menjadi zona industri, lokasi reklamasi, pabrik baja, bahkan area pembangkit listrik tenaga surya . Transformasi ini tidak hanya merusak ekosistem, namun juga menghilangkan sumber mata pencaharian masyarakat pesisir yang menggantungkan kehidupan pada hasil laut.

Selain itu, konversi mangrove menjadi tambak udang yang telah berlangsung lama terus menjadi penyumbang kerusakan sistem. Banyak tambak yang kemudian terbengkalai, meninggalkan lahan kritis yang rentan terhadap abrasi dan gagal memberi manfaat ekonomi jangka panjang bagi masyarakat setempat.

Upaya Rehabilitasi: Antara Simbolik dan Substantif

Pemerintah telah mengambil langkah-langkah, mulai dari menerbitkan Peta Mangrove Nasional, menargetkan rehabilitasi 600 ribu hektare, hingga menyusun regulasi perlindungan ekosistem Hutan Pesirir laut. Perusahaan besar pun ikut serta dalam program rehabilitasi ratusan hektar di beberapa wilayah, dan komunitas lokal menanam ribuan bibit bakau sebagai bagian dari program ketahanan pesisir.

Namun, efektivitas upaya ini masih diteliti. Banyak program rehabilitasi terlihat seremonial, tanpa pengelolaan jangka panjang, pemeliharaan, dan evaluasi yang memadai. Akar masalah seperti tata ruang yang tumpang tindih, lemahnya sanksi bagi pelanggar, dan minimnya partisipasi masyarakat sering kali luput dari perhatian.

Mangrove: Aset Strategi untuk Masa Depan

Mangrove adalah aset karbon biru yang luar biasa penting. Kemampuannya menyerap karbon empat kali lebih banyak daripada hutan daratan menjadikannya salah satu pilar mitigasi perubahan iklim. Selain itu, mangrove berfungsi melindungi garis pantai dari abrasi, menjadi habitat penting bagi biota laut, dan mendukung perekonomian masyarakat pesisir.

Pelajaran berharga datang dari bencana seperti tsunami Aceh dan gempa Palu , di mana wilayah dengan ekosistem mangrove yang terjaga mengalami kerusakan yang jauh lebih ringan dibandingkan daerah yang kehilangan tutupan vegetasi ini.

Jalan Menuju Pengelolaan Berkelanjutan

Untuk menyelamatkan mangrove, diperlukan langkah-langkah strategi yang tidak hanya sekedar penanaman bibit. Beberapa rekomendasi kunci antara lain:

  1. Menyelaraskan data nasional : Pendataan yang akurat dan konsisten sangat penting untuk perencanaan berbasis bukti.

  2. Memperkuat perlindungan hukum : Menutup izin izin proyek di kawasan mangrove dan dikenakan sanksi yang tegas bagi pelanggaran.

  3. Penerbitan restorasi berbasis komunitas : Mendorong pembentukan desa mandiri peduli Hutan Pesirir laut, melibatkan perempuan, generasi muda, dan pengajar dalam pengelolaan jangka panjang.

  4. Mendorong solusi berbasis alam (nature-based solution): Mendorong ekowisata berbasis mangrove yang memberikan manfaat ekonomi sekaligus melestarikan ekosistem, seperti yang berhasil dilakukan di beberapa wilayah Kalimantan Timur dan Subang.

Refleksi di Hari Mangrove Sedunia

Hari Mangrove Sedunia bukan sekadar perayaan seremonial, namun merupakan kesempatan untuk merefleksikan arah kebijakan dan pelaksanaan pengelolaan ekosistem pesisir ini. Mangrove adalah modal ekologis dan sosial yang sangat berharga bagi Indonesia. Namun, jika terus diabaikan, modal ini bisa berubah menjadi sumber kerentanan bagi generasi mendatang.

Masa depan Hutan Pesirir laut Indonesia bergantung pada komitmen bersama pemerintah, masyarakat, akademisi, dan sektor swasta untuk melindungi, merestorasi, dan memanfaatkannya secara berkelanjutan. Dengan pendekatan kolaboratif, berbasis data, dan berpihak pada lingkungan, Hutan Pesirir laut bisa tetap menjadi benteng hijau yang melindungi bangsa sekaligus mendukung ketahanan iklim global.

Baca Juga: Proyek Drainase di Jl Akordion Kota Malang Besok, Lalin Dialihkan ke Jl Simpang Akordion