Breaking

Menapak Jejak Sejarah Kolonial Lewat Jalur-Jalur Kota Malang

Kota Malang tak hanya menawarkan keindahan alam dan kesejukan udaranya, tapi juga menyimpan jejak sejarah kolonial yang masih lestari hingga kini. Bangunan-bangunan tua berarsitektur khas Belanda berdiri kokoh dan menjadi saksi bisu perjalanan panjang kota ini. Pada Minggu (22/6/2025), sekelompok mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menjadikan warisan sejarah tersebut sebagai titik sentral dalam sebuah kegiatan bertajuk “Menapaki Sejarah Kolonial”.

Kolaborasi Edukasi dan Gaya Hidup Sehat

Acara fun walk ini digagas oleh mahasiswa Public Relations Prodi Ilmu Komunikasi UMM yang tergabung dalam Asterio Creative bersama History Fun Walk Malang. Mengusung konsep edukatif yang dikemas secara santai, kegiatan ini menjadi ajang jalan kaki sekaligus wisata sejarah yang menyenangkan. Peserta diajak mengenali sejarah Kota Malang melalui bangunan peninggalan masa kolonial sambil menjaga kebugaran fisik.

Menurut Project Manager, Taufiqurrahman, acara ini mampu membalik pandangan umum bahwa berjalan kaki adalah kegiatan melelahkan dan membosankan. “Stigma jalan kaki melelahkan seolah patah. Banyak peserta yang justru merasa sangat antusias karena bisa mengenal sejarah dengan cara yang tidak membosankan,” ujarnya.

Rute Penuh Cerita dan Estetika

Kegiatan dibagi menjadi dua sesi, diawali dengan peserta menaiki angkot menuju Kolasa Santo Yusuf. Dari titik ini, mereka memulai perjalanan kaki menyusuri Jalan Kartini, sebuah kawasan yang dipenuhi bangunan klasik. Berhenti di Rumah Budaya Ratna, peserta disuguhi pembacaan puisi karya sastrawan Ratna Indraswari Ibrahim serta pertunjukan live painting dari seniman Koncosket.

Rangkaian perjalanan dilanjutkan menuju Frater School dan Hotel Shalimar. Kedua lokasi ini merupakan bangunan kolonial dengan nilai sejarah tinggi. Hotel Shalimar, misalnya, adalah contoh nyata arsitektur kolonial yang masih dirawat dengan baik dan kini menjadi landmark wisata budaya Kota Malang.

Baca Juga: 5 Waktu Terbaik untuk Mengonsumsi Suplemen Agar Efektif Diserap Tubuh

Ruang Kolaborasi Kreatif

Setelah menyusuri lokasi-lokasi bersejarah, peserta kembali ke Titik Koma Buring, tempat acara ditutup dengan berbagai kegiatan seni dan budaya. Ada pameran lukisan bertema bangunan kolonial hasil kolaborasi Koncosket dan Skendekene, photobooth bertema heritage, hingga sajian kuliner rhum raisin sebagai hidangan penutup. Semua ini menjadikan kegiatan fun walk bukan hanya tentang sejarah, tapi juga tentang seni, kreativitas, dan kebersamaan.

Taufiqurrahman menambahkan, semangat gotong royong dalam penyelenggaraan acara menjadi kekuatan utama. “Acara ini berhasil melibatkan seniman lokal, mahasiswa, dan masyarakat. Ini bentuk nyata kolaborasi lintas komunitas demi pelestarian sejarah dan budaya,” ujarnya.

Warisan Kolonial yang Patut Dijaga

Kegiatan ini juga membuka mata masyarakat akan kekayaan sejarah yang ada di Kota Malang. Sejumlah bangunan bersejarah seperti Gereja Ijen, Gereja Kayutangan, Balai Kota Malang, Wisma Tumapel, dan Toko Oen menjadi saksi bisu dari zaman kolonial Belanda.

Gereja Ijen misalnya, dengan arsitektur khas Eropa-nya, masih digunakan hingga kini dan menjadi ikon kawasan heritage Malang. Balai Kota Malang, yang dibangun di masa Hindia Belanda, tetap berfungsi sebagai pusat pemerintahan dan destinasi wisata sejarah. Toko Oen juga menjadi simbol ikonik, mempertahankan nuansa masa lalu dengan interior dan menu yang tetap autentik sejak masa kolonial.

“Menapaki Sejarah Kolonial” bukan sekadar jalan santai, tapi sebuah pengalaman holistik yang memadukan edukasi, seni, kesehatan, dan pelestarian budaya. Mahasiswa UMM berhasil menjadikan kegiatan ini sebagai contoh ideal penggabungan antara gaya hidup sehat dan pembelajaran sejarah yang menyenangkan. Dengan antusiasme masyarakat dan dukungan berbagai pihak, kegiatan serupa diharapkan bisa terus digelar untuk menjaga semangat cinta sejarah di kalangan generasi muda.

Baca Juga: Memahami Biaya Operasi LASIK dan Prosedur LASIK: Solusi Penglihatan Bebas Kacamata