Breaking

MUI Minta Ponpes Ubah Pola Didik Pascakasus Pencambukan Santri di Pakisaji, Malang

Kasus dugaan kekerasan yang menimpa seorang santri berinisial AZ (14) di sebuah pondok pesantren (ponpes) di wilayah Pakisaji, Kabupaten Malang, Jawa Timur, mendapat sorotan tajam dari berbagai kalangan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun turut angkat bicara dan menyarankan agar pola pendidikan di pesantren, khususnya dalam hal pembinaan dan pemberian sanksi, diubah menjadi lebih edukatif dan manusiawi.

Wakil Ketua Umum MUI, Anwar Abbas, menilai bahwa dunia pendidikan saat ini telah mengalami pergeseran paradigma. Jika dahulu kekerasan fisik seperti pemukulan dengan rotan atau lidi dianggap wajar bahkan mendapat dukungan dari orang tua, kini metode tersebut dinilai tidak lagi relevan dan dianggap melanggar hak anak.

“Memang dunia pendidikan kita saat ini sudah berubah. Dahulu jika ada anak didik yang berbuat salah, oleh gurunya akan dihukum secara fisik, dan orang tua tidak protes. Tapi sekarang, cara-cara seperti itu telah banyak dikritik karena dianggap sadis dan tidak menghormati hak asasi anak,” ujar Anwar Abbas saat dihubungi, Minggu (3/8/2025).

Ia menyarankan agar lembaga pendidikan, termasuk pondok pesantren, menggunakan metode pembinaan yang lebih sejalan dengan prinsip pendidikan modern. Pendekatan yang bersifat edukatif, penuh kasih sayang, namun tetap tegas, dinilai jauh lebih efektif dalam membentuk karakter anak.

Baca Juga: 30 Ide Super Seru Lomba 17 Agustus HUT RI KE-80 untuk Sekolah, Lingkungan, dan Kantor

“Cara mendidik dan menghukum anak-anak yang bersalah harus dengan sebaik-baiknya dan searif-arifnya. Tidak boleh ada kekerasan, tapi tetap harus mengena agar anak memahami kesalahannya,” tegasnya.

Anwar Abbas juga mencontohkan metode dialog sebagai pendekatan yang bisa diterapkan. Menurutnya, guru atau ustaz harus mampu mengajak anak berdiskusi dengan bahasa yang baik, untuk menunjukkan kesalahan mereka dan bagaimana seharusnya bertindak.

“Dialog sangat penting. Guru bisa menyampaikan kepada anak mana yang benar dan mana yang salah, melalui kata-kata yang lembut namun tegas. Dengan begitu, anak-anak akan belajar nilai moral dan adab tanpa perlu mengalami kekerasan fisik,” paparnya.

Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa tujuan utama pendidikan adalah membentuk manusia yang beradab, bukan menciptakan trauma. Maka, pengasuh dan guru dituntut untuk menjadi teladan dan fasilitator pembentukan karakter, bukan pelaku kekerasan.

“Pendidikan itu mencerdaskan dan menumbuhkan nilai-nilai keadaban. Bukan menanamkan rasa takut lewat cambukan atau hukuman fisik,” katanya.

Kasus pencambukan yang terjadi di ponpes Pakisaji sendiri saat ini tengah ditangani pihak kepolisian. Berdasarkan hasil penyelidikan, seorang pengasuh pondok berinisial B telah ditetapkan sebagai tersangka.

Kanit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Malang, Aiptu Erlehana, membenarkan hal tersebut. “Setelah dilakukan gelar perkara, yang bersangkutan kita tetapkan sebagai tersangka,” kata Erlehana, Sabtu (2/8/2025), dikutip dari detikJatim.

AZ, korban dalam kasus ini, merupakan santri asal Wonosari, Kabupaten Malang. Ia mengalami luka memar di beberapa bagian tubuh akibat dicambuk oleh pengasuhnya. Keluarga korban yang mengetahui kejadian tersebut melapor ke kepolisian, hingga kasus ini mencuat ke publik.

Kasus ini kembali membuka perdebatan soal batasan antara pembinaan dan kekerasan dalam dunia pendidikan pesantren. Di satu sisi, pesantren memiliki tradisi dan otonomi dalam pola pendidikan, namun di sisi lain, perlindungan hak anak tetap harus menjadi prioritas.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga turut memantau perkembangan kasus ini. Mereka menegaskan bahwa semua bentuk kekerasan terhadap anak di lembaga pendidikan, baik formal maupun nonformal, harus diberi sanksi tegas sesuai hukum yang berlaku.

Masyarakat pun diimbau untuk berani melaporkan jika mengetahui adanya kekerasan di lingkungan pendidikan, termasuk pesantren. Dengan keterlibatan semua pihak, diharapkan dunia pendidikan Indonesia, khususnya pesantren, bisa tetap menjunjung tinggi nilai-nilai keislaman yang rahmatan lil ‘alamin serta mengedepankan metode pembinaan yang aman, nyaman, dan bermartabat bagi anak-anak.

Baca Juga: Tol Layang MBZ Ruas Japek 2: Anak Usaha Astra Jadi Tersangka Korporasi Dugaan Korupsi, Ini Penjelasannya