InfoMalang – Pemerintah siapkan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 mengungkap langkah besar yang akan ditempuh pemerintah dalam menjaga stabilitas sekaligus mendukung pembangunan nasional.
Presiden Prabowo Subianto bersama jajaran ekonominya merencanakan penarikan utang baru senilai Rp 781,87 triliun. Angka tersebut menempatkan 2026 sebagai salah satu tahun dengan pembiayaan utang terbesar dalam lima tahun terakhir, hanya kalah dari 2021 ketika pandemi COVID-19 menekan ekonomi nasional.
Langkah ini disebut tidak semata-mata bertujuan menambah beban fiskal, melainkan untuk memperkuat kapasitas keuangan negara dalam menghadapi ketidakpastian global sekaligus membiayai prioritas pembangunan. Pemerintah menegaskan bahwa strategi pengelolaan utang akan dilakukan secara prudent, akuntabel, dan berorientasi pada keberlanjutan fiskal.
Baca Juga:Menteri LHK Kagumi Terobosan Bupati Malang dalam Program Waste to Energy
Agenda Ganda APBN 2026
Dalam dokumen resmi RAPBN 2026 yang dirilis bersama Nota Keuangan, disebutkan bahwa rancangan anggaran disusun untuk mengemban dua agenda utama. Pertama, menjaga ketahanan ekonomi dari potensi guncangan eksternal. Kedua, memastikan agenda pembangunan tetap berjalan sesuai target.
Ketidakpastian global, mulai dari geopolitik, perubahan iklim, hingga fluktuasi harga energi, mendorong pemerintah mengambil langkah antisipatif. Dengan strategi fiskal yang ekspansif, pemerintah berharap kapasitas belanja negara meningkat sehingga mampu menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.
“Pemerintah memastikan strategi pengelolaan utang 2026 tetap mendukung pembangunan dan pertumbuhan ekonomi,” demikian tertulis dalam dokumen tersebut.
Tren Utang dalam Lima Tahun Terakhir
Rencana penarikan utang Rp 781,87 triliun pada 2026 tidak muncul secara tiba-tiba. Data lima tahun terakhir menunjukkan dinamika pembiayaan utang yang berfluktuasi sesuai kebutuhan negara.
-
Tahun 2021: Rp 870,5 triliun (tertinggi karena pandemi).
-
Tahun 2022: Rp 696 triliun.
-
Tahun 2023: Rp 404 triliun.
-
Tahun 2024: Rp 558,1 triliun.
-
Tahun 2025 (outlook): Rp 715,5 triliun.
Dengan demikian, utang 2026 kembali meningkat signifikan, menandai komitmen pemerintah memperbesar belanja negara di tengah tantangan ekonomi global.
Tiga Prinsip Pengelolaan Utang
Pemerintah merumuskan tiga prinsip utama dalam mengelola utang tahun 2026.
-
Akseleratif
Utang diposisikan sebagai katalis untuk mempercepat pembangunan. Dengan tambahan dana, pemerintah bisa memperkuat pembiayaan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, hingga transformasi ekonomi digital. -
Efisien
Penarikan utang akan dilakukan melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) maupun pinjaman dengan memperhatikan biaya serendah mungkin. Diversifikasi instrumen pembiayaan juga menjadi strategi untuk mengurangi risiko volatilitas pasar. -
Seimbang
Portofolio utang akan dijaga agar tetap optimal, dengan mempertimbangkan keseimbangan antara biaya dan risiko. Hal ini penting demi memastikan beban fiskal jangka panjang tidak membengkak.
Defisit dan Proyeksi Ekonomi 2026
RAPBN 2026 memproyeksikan defisit sebesar Rp 638,8 triliun atau setara 2,48% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit ini terjadi karena belanja negara dipatok mencapai Rp 3.786,5 triliun, lebih tinggi dibandingkan pendapatan negara yang ditargetkan Rp 3.147,7 triliun.
Dengan defisit tersebut, utang menjadi instrumen penting dalam menutup gap pembiayaan sekaligus menjaga kelancaran program prioritas nasional. Pemerintah menekankan bahwa defisit tetap berada dalam batas aman sesuai aturan fiskal yang berlaku.
Menghadapi Risiko Global
Kebijakan penarikan utang besar di 2026 tak lepas dari ancaman ekonomi global yang kian dinamis. Ketidakpastian geopolitik, perubahan iklim, serta potensi perlambatan ekonomi negara maju diperkirakan dapat berimbas pada Indonesia.
Dengan tambahan pembiayaan, pemerintah berupaya memastikan ketahanan pangan, transisi energi, serta program perlindungan sosial tetap berjalan. Selain itu, utang juga diarahkan untuk mendorong investasi strategis yang mendukung penciptaan lapangan kerja baru.
Menjaga Keberlanjutan Fiskal
Meski nominal utang terdengar besar, pemerintah berupaya meyakinkan publik bahwa pengelolaan tetap dilakukan secara hati-hati. Strategi utama mencakup transparansi, akuntabilitas, serta pemanfaatan dana untuk sektor produktif.
Utang tidak boleh menjadi sekadar penutup defisit, tetapi harus menghasilkan dampak berlipat bagi perekonomian. Investasi pada sektor infrastruktur misalnya, diharapkan mampu meningkatkan efisiensi logistik dan memperkuat daya saing industri nasional.
Dukungan Pasar dan Investor
Keberhasilan pemerintah dalam menarik utang bergantung pada kepercayaan pasar dan investor. Indonesia dinilai memiliki rekam jejak yang cukup baik dalam penerbitan SBN dan pengelolaan pinjaman. Stabilitas politik dan prospek pertumbuhan ekonomi menjadi faktor utama yang memperkuat posisi Indonesia di mata investor global.
Pemerintah juga terus mengembangkan pasar keuangan domestik untuk memperluas basis investor lokal. Dengan begitu, risiko ketergantungan pada pembiayaan luar negeri bisa diminimalkan.















