InfoMalang Jakarta, 14 Juli 2025 – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan resmi menerbitkan peraturan yang mewajibkan platform e‑commerce memungut pajak penghasilan atas penjualan para pelaku usaha kecil dan menengah (UKM). Aturan ini menyasar penjual dengan omzet tahunan antara 500 juta hingga 4,8 miliar rupiah, yang akan dipotong pajak 0,5 % dari total transaksi—di luar layanan platform mereka.Tujuan Utama: Menekan Ekonomi Bayangan
Direktur Jenderal Pajak menyebut bahwa arah kebijakan ini berlandaskan upaya mengurangi ekonomi bayangan—layanan digital tanpa jejak fiskal. Dengan mewajibkan e‑commerce berbagi data transaksi dan pemungutan pajak secara praktis, pemerintah berharap mampu meningkatkan kepatuhan pajak tanpa memberatkan pelaku UKM. Dukungan data real‑time dari platform juga memungkinkan Ditjen Pajak memantau lebih efektif.
Pemberlakuan dan Tahapan Implementasi
Aturan ini berlaku efektif sebulan setelah pengumuman, memberi ruang adaptasi bagi platform dan penjual. Kementerian Keuangan akan memberitahu platform mana yang masuk kategori subjek, berdasarkan trafik dan total transaksi 12 bulan terakhir. Platform tersebut diwajibkan mengintegrasikan sistem pemotongan otomatis dan melaporkan data penjual. Kesiapan sistem akan diuji melalui fase uji coba terbatas, sebelum kemudian disosialisasikan secara lebih luas.
Respons Pelaku E‑Commerce dan UKM
Asosiasi e‑Commerce Indonesia (idEA) menyatakan kesiapannya untuk mematuhi regulasi, namun mengingatkan bahwa implementasi cepat dapat menimbulkan tantangan teknis dan beban biaya operasional. Lebih dari jutaan penjual mikro dan kecil harus disiapkan dengan edukasi perpajakan agar tidak terjadi kebingungan. Pelaku UKM mengakui potensi manfaat peningkatan legitimasi usaha, tapi khawatir akan dampak langsung terhadap margin keuntungan.
Dampak Ekonomi dan Bisnis
Menurut laporan Google–Temasek–Bain & Co, nilai transaksi e‑commerce Indonesia pada 2024 mencapai 65 miliar USD dan diprediksi meroket menjadi 150 miliar USD pada 2030. Dengan volume tinggi tersebut, potensi penerimaan pajak juga signifikan tanpa menaikkan tarif. Namun perlu perhatian agar beban pajak tidak memaksa penjual kecil tarik diri, yang bisa mengurangi keragaman produk dan merusak daya tarik pasar digital nasional.
Baca Juga:Tetap Optimis! Emiten Konstruksi Siap Hadapi Badai Ekonomi
Tantangan Teknis dan Kesiapan Infrastruktur
Integrasi sistem pemotongan otomatis memerlukan kesiapan infrastruktur TI. Platform harus memastikan sistemnya mampu melacak transaksi dan meneruskan laporan pajak kepada otoritas. Bagi pelaku UKM, terutama yang masih tradisional, perlu sistem pencatatan digital dan edukasi tentang laporan pajak. Kementerian telah berencana meluncurkan panduan dan pelatihan agar kebijakan ini tidak membebani penjual.
Aspek Regulasi dan Transparansi Data
Sistem ini melibatkan berbagi data pengguna antara platform dan kepabeanan pajak, yang menimbulkan kekhawatiran soal privasi dan keamanan data. Pemerintah menegaskan bahwa data hanya akan digunakan untuk administrasi pajak, dilindungi undang‑undang. Karena itu, dibutuhkan mekanisme transparan untuk memastikan tidak terjadi penyalahgunaan data.
Manfaat Jangka Panjang
Jika berjalan lancar, sistem ini bisa menjadi model perpajakan digital yang maju dan efisien. Indonesia akan mencontoh negara-negara OECD, yang mengandalkan data platform untuk mengawasi ekonomi digital. Penerapan ini juga mendorong profesionalisasi UKM dan memperkuat legitimasi usaha online, serta sekaligus meningkatkan penerimaan negara tanpa meningkatkan tarif pajak langsung.
Kesimpulan: Peluang dalam Tantangan
Kebijakan ini menawarkan kesempatan memperluas basis pajak dan memperkuat fondasi ekonomi digital nasional. Namun jangan diabaikan tantangan implementasi seperti kesiapan teknis, edukasi pelaku usaha, dan perlindungan data. Kolaborasi intens antar pemerintah, platform, dan asosiasi diperlukan agar kebijakan pajak ini tidak malah mematikan pelaku UKM.
Dengan skala ekonomi digital yang terus tumbuh, kebijakan ini sangat strategis agar e‑commerce menjadi kontributor pajak yang sehat dan terintegrasi. Keberhasilan pelaksanaan bisa menempatkan Indonesia sebagai pionir perpajakan digital di kawasan ASEAN dan global.
Baca Juga:Malaysia Dorong Integrasi Ekonomi ASEAN di Tengah Ancaman Tarif Global















