InfoMalang – Dunia arkeologi Indonesia kembali dibuat geger dengan penemuan fosil tanduk raksasa purba di Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Fosil yang diperkirakan berumur sekitar 200 ribu tahun ini berhasil ditemukan oleh tim dari Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran (BPSMP). Lokasi penemuan berada di Kecamatan Kedungtuban, yang selama ini dikenal sebagai kawasan yang kaya akan warisan sejarah geologis dan fosil prasejarah.
Penemuan ini tidak hanya menjadi pencapaian penting dalam dunia penelitian, namun juga membuka peluang besar dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan sektor wisata edukatif di Blora. Simak ulasan lengkapnya berikut ini.
Baca Juga: Polri Hadirkan Pasar Murah di Malang: Strategi Konkret Lawan Inflasi dan Bantu Daya Beli Masyarakat
Awal Penemuan yang Mengejutkan
Proses penemuan bermula ketika tim BPSMP melakukan survei rutin di sebuah situs yang telah lama diindikasikan sebagai wilayah dengan potensi besar menyimpan fosil. Saat berlangsung, para peneliti menemukan bagian dari struktur keras menyerupai tanduk dengan ukuran yang luar biasa besar. Setelah dibersihkan dengan hati-hati, tampak jelas bahwa ini adalah fosil tanduk hewan purba dengan bentuk melengkung dan panjang hampir satu meter.
Kepala tim arkeolog menjelaskan bahwa ukuran dan bentuk tanduk menunjukkan bahwa itu milik hewan besar yang pernah hidup pada zaman Pleistosen. “Fosil ini tidak hanya berharga karena ukurannya, tetapi juga karena ia dapat memberikan informasi penting tentang ekosistem di Jawa ribuan tahun yang lalu,” ujarnya.
Menyingkap Kehidupan Megafauna Nusantara
Era Pleistosen merupakan zaman ketika berbagai megafauna hidup di wilayah yang kini menjadi bagian dari Indonesia. Kawasan Blora, terutama di sekitar aliran Bengawan Solo, diketahui merupakan dataran rendah yang dulu menjadi padang rumput luas. Lingkungan ini mendukung kehidupan berbagai hewan besar seperti gajah purba (Stegodon), banteng purba (Bos palaesondaicus), dan rusa raksasa.
Penemuan tanduk ini memperkuat teori bahwa fauna besar tersebut hidup dan berkembang di wilayah Jawa Tengah. “Tanduk ini kemungkinan besar milik kerabat dekat banteng purba, yang saat itu mendominasi rumput padang di dataran Blora,” terang seorang ahli paleontologi dari universitas mitra penelitian.
Proses identifikasi dan Penelitian Lanjutan
Setelah diangkat dari lokasi penemuan, fosil tanduk dibawa ke laboratorium untuk dianalisis lebih lanjut. Tim menggunakan berbagai teknik, mulai dari pemindaian CT-Scan hingga analisis morfologis, untuk mengetahui spesies hewan secara lebih pasti. Pengujian karbon dan pengukuran lapisan sedimen juga dilakukan guna memperkirakan usia fosil dengan akurat.
Tim BPSMP bekerja sama dengan sejumlah universitas terkemuka seperti Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Institut Teknologi Bandung (ITB) dalam proses penelitian. Kolaborasi ini memungkinkan pertukaran data dan pandangan antar ilmuwan untuk memperkaya hasil studi. Selain itu, proses konservasi fosil juga menjadi prioritas agar struktur tanduk tetap utuh dan tidak rusak karena perubahan suhu atau kelembaban.
Potensi Besar untuk Wisata Edukasi
Selain nilai ilmiah, penemuan ini juga membawa potensi besar bagi dunia pariwisata di Blora. Kabupaten ini sudah lama dikenal memiliki banyak situs purbakala, namun fasilitas yang tersedia masih terbatas. Dengan adanya penemuan baru ini, masyarakat berharap ada inisiatif pembangunan museum fosil atau pusat informasi sejarah alam di Blora.
“Penemuan seperti ini bisa menjadi magnet wisata edukasi. Jika dikembangkan secara profesional, Blora dapat menarik kunjungan dari pelajar, peneliti, hingga wisatawan lokal dan internasional,” ungkap seorang tokoh masyarakat.
Pemerintah daerah pun diminta lebih aktif mendorong promosi warisan geologi Blora, tidak hanya dari sisi sejarah, tetapi juga sebagai bagian dari pengembangan ekonomi daerah melalui sektor wisata edukatif.
Harapan dan Komitmen Pelestarian
Para peneliti berharap penemuan ini dapat memicu kesadaran masyarakat dan pemerintah tentang pentingnya pelestarian situs purbakala. Fosil-fosil seperti tanduk raksasa ini tidak boleh dibiarkan rusak atau hilang akibat penambangan ilegal atau pembangunan tak terkendali.
“Setiap temuan fosil adalah bagian dari sejarah bumi yang tak ternilai. Jika kita tidak menjaga, kita kehilangan satu bagian penting dari jati diri kita sebagai bangsa,” kata salah satu arkeolog yang terlibat.
Ke depan, penelitian akan terus dilanjutkan untuk menelusuri kemungkinan keberadaan fosil lain di sekitar lokasi. Tim juga berencana menerbitkan hasil penelitian lengkap dalam jurnal ilmiah internasional agar dunia mengetahui kekayaan paleontologi Indonesia.















