infomalang – Perekonomian global diproyeksikan akan memasuki fase high-for-longer interest rates, sebuah skenario yang menantang negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Di tengah ketidakpastian geopolitik dan inflasi global yang persisten, stabilitas domestik Indonesia pada tahun 2026 sangat bergantung pada ketahanan sektor-sektor kunci.
Adopsi teknologi digital, investasi pada kesehatan publik, dan konsistensi pada program hilirisasi industri. Upaya kolektif untuk menanggulangi dampak eksternal ini memerlukan kebijakan fiskal yang hati-hati dan reformasi struktural yang berani.
Para ekonom dari Bank Dunia dan lembaga riset domestik memperkirakan bahwa meskipun pertumbuhan PDB Indonesia tetap positif, tekanan terhadap Rupiah dan biaya pinjaman akan meningkat.
Dalam konteks ini, pemerintah dan sektor swasta harus memperkuat fundamental ekonomi, bukan hanya melalui kebijakan moneter, tetapi juga dengan investasi strategis yang meningkatkan daya saing jangka panjang.
Tiga isu utama—stabilitas keuangan makro, ketahanan kesehatan pasca-pandemi, dan akselerasi transformasi digital—telah diidentifikasi sebagai penentu utama resiliensi Indonesia di tahun mendatang.
Pilar I Stabilitas Ekonomi Makro dan Ujian Hilirisasi
Program hilirisasi yang digalakkan pemerintah, terutama di sektor mineral (nikel, bauksit), telah terbukti meningkatkan nilai tambah ekspor secara signifikan, tetapi kini menghadapi tantangan global.
A. Dampak Suku Bunga Global terhadap Arus Modal
Kenaikan suku bunga acuan oleh bank sentral negara maju (Federal Reserve dan Bank of England) menyebabkan capital outflow dari pasar negara berkembang karena investor mencari imbal hasil yang lebih aman.
Bank Indonesia diprediksi akan terus menempuh langkah-langkah yang ketat untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah, menyeimbangkan antara pengendalian inflasi dan dorongan pertumbuhan. Kebijakan ini menuntut kehati-hatian dalam manajemen utang luar negeri dan pinjaman korporasi.
B. Uji Ketahanan Hilirisasi dalam Rantai Pasok Globa
Program hilirisasi mineral Indonesia menjadi sorotan global. Meskipun telah berhasil memposisikan Indonesia sebagai pemain kunci dalam rantai pasok baterai kendaraan listrik (EV), tantangannya adalah mempertahankan keberlanjutan proses ini.
Kebutuhan akan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) untuk menjalankan smelter (pabrik pengolahan) dan manufaktur hilir semakin mendesak. Dunia menuntut green nickel dan produk hilir yang diproses menggunakan energi bersih untuk memenuhi standar Environmental, Social, and Governance (ESG).
Kegagalan beralih ke EBT dapat mengurangi daya saing produk hilir Indonesia di pasar ekspor maju.
Untuk itu, fokus investasi harus beralih dari pembangunan smelter menjadi pembangunan infrastruktur EBT skala besar (PLTS dan PLTP) yang terintegrasi langsung dengan kawasan industri. Ini bukan lagi pilihan, melainkan keharusan strategis.
Pilar II Penguatan Ketahanan Kesehatan dan Respons Publik
Pengalaman pandemi mengajarkan bahwa kesehatan publik bukan hanya isu sosial, melainkan komponen fundamental dari ketahanan ekonomi. Investasi pasca-pandemi berfokus pada kesiapsiagaan menghadapi penyakit menular dan tantangan kesehatan non-menular (PTM).
A. Kesiapsiagaan Epidemi dan Healthcare Digitalization
Pemerintah dan Kementerian Kesehatan terus mendorong penguatan infrastruktur lab kesehatan dan jaringan surveilans genomik untuk mendeteksi dini varian virus atau patogen baru.
Aspek krusial lainnya adalah akselerasi digitalisasi layanan kesehatan, mulai dari rekam medis elektronik terpusat hingga platform konsultasi jarak jauh (telemedicine). Digitalisasi ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, akurasi data, dan mengurangi kesenjangan akses layanan antara wilayah perkotaan dan pedesaan.
B. Ancaman Kesehatan Non-Menular (PTM)
Di tengah fokus pada kesiapsiagaan pandemi, tantangan penyakit tidak menular (PTM) seperti diabetes, hipertensi, dan penyakit jantung kian meningkat, yang secara kolektif membebani anggaran BPJS Kesehatan dan menurunkan produktivitas tenaga kerja.
Edukasi publik mengenai pola hidup sehat, yang mencakup pentingnya vitamin dan gizi seimbang serta deteksi dini ciri diabetes dan penyakit kronis lainnya, harus menjadi program nasional yang terpadu dan berkelanjutan. Penekanan pada preventive medicine adalah investasi sosial yang menguntungkan secara fiskal.
Baca Juga: Mengubah Sampah Plastik Jadi Cuan Lewat Kreativitas Daur Ulang
Pilar III Transformasi Digital dan Ekonomi Kreatif
Sektor digital Indonesia, yang didorong oleh tingginya penetrasi internet dan populasi muda, menjadi mesin pertumbuhan yang tetap resilien.
A. Akselerasi Hybrid Learning dan Work From Home
Model kerja dan belajar jarak jauh (hybrid) telah menjadi norma. Institusi pendidikan dan perusahaan kini harus memastikan bahwa fleksibilitas ini diimbangi dengan produktivitas dan kesejahteraan karyawan/siswa.
Investasi pada tools kolaborasi digital, pelatihan manajemen waktu (seperti teknik Pomodoro), dan kebijakan yang mendukung work-life balance menjadi prioritas. Keberlanjutan model hybrid menuntut pembenahan regulasi ketenagakerjaan dan standar keamanan data.
B. Peluang Kreativitas Daur Ulang dan Ekonomi Hijau Digital
Peningkatan kesadaran lingkungan telah mendorong sektor kreativitas daur ulang dan ekonomi sirkular. UMKM yang bergerak di bidang upcycling plastik, tekstil, dan limbah lainnya kini memanfaatkan platform e-commerce dan media sosial untuk menjangkau pasar global.
Inisiatif ini tidak hanya mengatasi bahaya kehamilan muda (dengan memberikan lapangan kerja bagi ibu muda) tetapi juga mengatasi tantangan lingkungan. Pemerintah perlu mendukung sektor ini dengan insentif pajak dan kemudahan akses ke pendanaan hijau.
C. Memitigasi Kegagalan Wirausaha
Meskipun sektor digital menawarkan peluang besar, kegagalan wirausaha di Indonesia masih tinggi. Kegagalan ini sering disebabkan oleh manajemen keuangan yang buruk, kurangnya riset pasar, dan lambatnya adaptasi teknologi.
Program mentoring yang terstruktur, pendanaan tahap awal yang lebih inklusif, dan pelatihan intensif dalam digital marketing dan lean management harus diperkuat untuk meningkatkan tingkat kelangsungan hidup startup dan UMKM.
Tahun 2026 akan menjadi periode uji coba ketahanan bagi Indonesia. Untuk menghadapi gelombang kenaikan suku bunga global dan tekanan inflasi, pemerintah perlu menjalankan strategi tiga pilar.
Penguatan hilirisasi dengan fokus pada EBT, peningkatan ketahanan kesehatan melalui digitalisasi dan preventive medicine, serta dukungan penuh pada ekosistem digital dan ekonomi sirkular.
Dengan sinergi kebijakan moneter dan fiskal yang tepat, didukung oleh inovasi sektor swasta dan kesadaran publik yang tinggi, Indonesia memiliki potensi untuk mempertahankan pertumbuhan dan memperkuat posisinya sebagai kekuatan ekonomi hijau di Asia Tenggara.
Baca Juga: Peluang Baru di Dunia Digital untuk Kamu yang Ingin Mulai Bisnis Online















