infomalang.com/ – Nilai tukar rupiah kembali menunjukkan performa yang impresif pada perdagangan Kamis (14/8/2025). Berdasarkan data dari Refinitiv, mata uang garuda dibuka menguat tajam sebesar 0,56% ke posisi Rp16.100 per dolar Amerika Serikat (AS). Kenaikan ini melanjutkan tren positif sehari sebelumnya, di mana rupiah terapresiasi 0,55% dan ditutup di level Rp16.190 per dolar AS pada Rabu (13/8/2025).

Penguatan rupiah ini terjadi di tengah tren pelemahan indeks dolar AS (DXY) yang pada pukul 09.00 WIB berada di level 97,64, melemah 0,20% dari penutupan sebelumnya. Pada perdagangan Rabu, DXY juga mengalami penurunan 0,26% dan mencatat posisi terendah sejak 28 Juli 2025.
Analis menilai bahwa sentimen positif terhadap rupiah kali ini sangat erat kaitannya dengan meningkatnya ekspektasi pasar terhadap kebijakan moneter bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), yang diperkirakan akan memangkas suku bunga acuannya dalam waktu dekat.

Ekspektasi Pemangkasan Suku Bunga AS
Menurut data CME FedWatch, pasar kini memperkirakan peluang sebesar lebih dari 90% bahwa The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) pada September mendatang. Bahkan, Federal Funds Futures pada Rabu (13/8/2025) memperlihatkan peluang pemangkasan sebesar 25 bps mencapai 100%, serta peluang kecil sekitar 7% untuk pemangkasan yang lebih agresif sebesar 50 bps.
Perkiraan ini tergolong lebih dovish dibandingkan dengan sehari sebelumnya, di mana peluang pemangkasan 25 bps berada di angka 96%. Lebih jauh lagi, sebelum rilis data payroll Juli pada 1 Agustus, peluang pemangkasan ini bahkan hanya sekitar 40%. Perubahan yang cukup cepat ini menunjukkan adanya pergeseran besar dalam ekspektasi pelaku pasar global.
Pemangkasan suku bunga AS menjadi katalis yang sangat kuat bagi mata uang negara berkembang. Alasannya, ketika suku bunga di AS turun, investor cenderung mencari imbal hasil yang lebih tinggi di pasar negara berkembang. Hal ini membuka peluang masuknya aliran modal asing ke Indonesia, yang pada akhirnya meningkatkan permintaan terhadap rupiah.
Baca Juga:Kapal Perang AS Dihadang Militer China di Laut China Selatan
Dampak Langsung ke Pasar Domestik
Arus modal masuk dari investor asing telah mulai terlihat. Data perdagangan menunjukkan adanya aksi beli bersih (net buy) jumbo oleh investor asing, mencapai Rp1,59 triliun dalam perdagangan terbaru. Kegiatan ini membuat sejumlah saham unggulan di bursa menjadi incaran, sekaligus memberikan sentimen positif pada stabilitas pasar modal dalam negeri.
Bagi perekonomian Indonesia, penguatan rupiah memiliki beberapa keuntungan langsung. Pertama, harga impor akan lebih murah, sehingga dapat menekan inflasi. Kedua, beban pembayaran utang luar negeri dalam denominasi dolar menjadi lebih ringan. Ketiga, stabilitas nilai tukar yang baik dapat meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Namun, para analis juga mengingatkan bahwa pergerakan nilai tukar tidak sepenuhnya dapat diprediksi. Faktor eksternal seperti perkembangan geopolitik, data ekonomi AS, serta harga komoditas global tetap menjadi variabel penting yang dapat memengaruhi arah rupiah ke depan.
The Fed dan Tantangan Global
The Fed menghadapi dilema yang cukup kompleks dalam menentukan kebijakan moneternya. Di satu sisi, mereka perlu menjaga pertumbuhan ekonomi agar tidak melambat terlalu tajam. Di sisi lain, mereka juga harus memastikan inflasi tetap terkendali. Penurunan suku bunga adalah salah satu instrumen yang dapat membantu mendorong aktivitas ekonomi, namun memiliki risiko jika dilakukan terlalu agresif.
Bagi negara berkembang seperti Indonesia, kebijakan moneter The Fed adalah faktor eksternal yang sangat memengaruhi arus modal dan stabilitas nilai tukar. Oleh karena itu, keputusan yang akan diumumkan pada September mendatang diperkirakan akan menjadi salah satu momen penting bagi pasar keuangan global.
Proyeksi ke Depan
Melihat tren saat ini, para analis memperkirakan bahwa rupiah masih memiliki ruang untuk melanjutkan penguatan, setidaknya dalam jangka pendek. Pelemahan DXY yang konsisten memberikan peluang bagi mata uang garuda untuk mempertahankan posisinya di bawah Rp16.200 per dolar AS, bahkan mungkin menguji level psikologis di Rp16.000 jika sentimen positif berlanjut.
Namun, penting untuk dicatat bahwa faktor musiman, seperti kebutuhan impor menjelang akhir tahun, bisa menjadi tantangan bagi penguatan rupiah. Selain itu, ketidakpastian di pasar global, termasuk perkembangan hubungan dagang internasional dan kondisi geopolitik, akan tetap menjadi risiko yang perlu diantisipasi.
Dengan demikian, meskipun kondisi saat ini terlihat positif, penguatan rupiah perlu diikuti dengan kebijakan ekonomi domestik yang kuat dan strategi mitigasi risiko yang tepat. Langkah-langkah seperti menjaga stabilitas inflasi, mengendalikan defisit transaksi berjalan, serta mendorong ekspor menjadi kunci untuk memastikan penguatan rupiah yang berkelanjutan.
Baca Juga:Ketahanan Pangan Nasional Diperkuat Lewat Keterlibatan Militer 2025















