Breaking

Perundingan Gencatan Senjata Gaza Alami Jalan Buntu, 17 Warga Tewas dalam Insiden Dekat Pos Bantuan

infomalang.com/ – Kebuntuan diplomatik terus membayangi upaya penyelesaian konflik di Gaza. Pada Sabtu, 12 Juli 2025, perundingan gencatan senjata yang melibatkan pihak Israel dan Hamas di Doha kembali menemui jalan buntu. Ketegangan meningkat seiring dengan kabar penembakan massal yang menewaskan 17 warga sipil Palestina di sekitar pos bantuan di wilayah Rafah, Gaza.

Perundingan yang dimediasi oleh Amerika Serikat mengusulkan gencatan senjata selama 60 hari sebagai langkah awal penyelesaian konflik berkepanjangan yang telah berlangsung sejak Oktober 2023. Namun, hingga hari ketujuh perundingan, belum tercapai kesepakatan signifikan. Menurut sejumlah sumber dari Palestina dan Israel yang dekat dengan proses negosiasi, titik sengketa utama adalah sejauh mana pasukan Israel akan ditarik dari wilayah Gaza.

Presiden AS Donald Trump menyatakan harapan akan terjadinya terobosan dalam waktu dekat. Namun, pihak Hamas menolak peta penarikan yang diusulkan Israel, yang tetap mempertahankan kendali atas sekitar 40% wilayah Gaza. Termasuk wilayah selatan Rafah dan sebagian besar Gaza bagian utara dan timur. Sebaliknya, Hamas bersikeras agar Israel menarik pasukan ke garis yang mereka pegang sebelum gencatan senjata sebelumnya dibatalkan pada Maret lalu.

Ketegangan di lapangan terus meningkat. Pada hari yang sama, 17 warga Palestina dilaporkan tewas saat berusaha mendapatkan bantuan makanan. Insiden ini terjadi di dekat titik distribusi bantuan yang dikawal militer Israel. Saksi mata menggambarkan kejadian tersebut sebagai penembakan terarah dan brutal. Mereka melaporkan bahwa korban ditembak di kepala dan dada, dan beberapa di antaranya tewas di tempat.

Militer Israel mengklaim telah memberikan tembakan peringatan, namun menyatakan tidak menemukan bukti bahwa pasukan mereka menyebabkan korban jiwa. Namun, laporan dari petugas medis dan saksi mata yang berada di lokasi membantah klaim tersebut. Mereka menyatakan bahwa penembakan berlangsung selama sekitar lima menit dan diarahkan langsung ke kerumunan warga yang kelaparan.

Baca Juga:UB Kirim Dua Dokter untuk Misi Kemanusiaan di Gaza

Insiden ini menjadi penembakan massal terbaru dari serangkaian peristiwa serupa yang, menurut Kantor HAM PBB, telah menewaskan hampir 800 orang dalam enam minggu terakhir. Organisasi internasional termasuk PBB mengecam sistem distribusi bantuan yang baru, yang dikendalikan oleh Israel dan didukung oleh kelompok tertentu dari Amerika Serikat, sebagai sistem yang berisiko tinggi dan melanggar prinsip netralitas kemanusiaan.

Sementara itu, negosiasi yang berlangsung di Qatar juga terhambat oleh perbedaan pandangan mengenai pembebasan sandera. Hamas menuntut gencatan senjata permanen sebagai syarat utama pembebasan sandera yang masih mereka tahan. Israel, di sisi lain, bersikukuh bahwa perang tidak akan diakhiri sampai seluruh sandera dibebaskan dan Hamas tidak lagi menjadi kekuatan militer dan pemerintahan di Gaza.

Krisis kemanusiaan yang terjadi akibat perang ini telah menyebabkan kehancuran besar di Gaza. Menurut data otoritas kesehatan setempat, lebih dari 57.000 warga Palestina tewas sejak perang dimulai. Hampir seluruh penduduk Gaza, yang berjumlah lebih dari dua juta jiwa, kini mengungsi dan mengalami kelangkaan bahan makanan, air bersih, serta layanan medis.

Di sisi lain, ribuan warga Israel menggelar aksi demonstrasi di pusat kota Tel Aviv. Mereka mendesak pemerintah segera mencapai kesepakatan yang dapat membawa para sandera kembali ke rumah. Boaz Levi, salah satu demonstran, mengatakan bahwa perang ini harus segera diakhiri demi keselamatan semua pihak.

Hingga saat ini, belum ada tanda-tanda bahwa perundingan akan menghasilkan resolusi dalam waktu dekat. Para analis memperkirakan bahwa tekanan dari masyarakat sipil dan komunitas internasional akan semakin meningkat seiring memburuknya kondisi kemanusiaan dan stagnasi diplomatik di wilayah tersebut.

Situasi ini mencerminkan betapa rumitnya jalan menuju perdamaian di Gaza, yang tidak hanya membutuhkan keberanian politik, tetapi juga empati terhadap penderitaan warga sipil yang menjadi korban utama dari konflik berkepanjangan ini.

Baca Juga:Hamas Tanggapi Proposal Gencatan Senjata Gaza dengan Semangat Optimis