infomalang – Sejumlah Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Kabupaten Malang terpaksa menghentikan kegiatan operasionalnya sementara waktu.
Situasi ini dipicu oleh masalah klasik namun krusial, yaitu keterlambatan pencairan dana dari Badan Gizi Nasional (BGN) di tingkat pusat.
Penghentian layanan ini menimbulkan kekhawatiran besar di kalangan masyarakat dan pemerintah daerah karena berpotensi mengganggu program pangan dan kesehatan yang menyasar kelompok rentan.
Fenomena SPPG Malang Terhenti ini menyoroti rapuhnya kesinambungan program berbasis kebutuhan dasar akibat kendala administrasi dan pendanaan.
Mahila Surya Dewi, Kepala Dinas Ketahanan Pangan (DKP) Kabupaten Malang, membenarkan adanya penghentian operasional oleh belasan unit SPPG.
Ia menegaskan bahwa keputusan ini bukan atas perintah atau paksaan dari pemerintah daerah, melainkan murni disebabkan oleh ketiadaan biaya untuk melanjutkan operasional, khususnya dalam hal belanja bahan makanan yang merupakan inti dari pelayanan gizi.
Kendala Anggaran dan Mekanisme Pencairan Dana
Kabupaten Malang memiliki total 98 SPPG yang sebelumnya aktif menjalankan program pemenuhan gizi masyarakat.
Meskipun sebagian besar unit masih berupaya keras untuk bertahan, Mahila mengakui bahwa belasan unit telah memilih untuk menghentikan layanan karena anggaran belum cair.
Mahila menjelaskan bahwa sistem pendanaan SPPG berjalan secara langsung (direct funding) dari BGN kepada masing-masing unit SPPG.
Pemerintah daerah hanya memiliki fungsi pengawasan dan pelaporan umum, tanpa memiliki kewenangan untuk mengintervensi atau memberikan dana talangan. Hal ini menjadi hambatan utama Pemda untuk membantu mengatasi krisis operasional ini.
Mekanisme Keterlambatan yang Melumpuhkan
Setiap SPPG memiliki mekanisme pengajuan dana secara berkala, yakni dua minggu sekali, melalui proposal resmi kepada BGN. Besaran dana yang diterima dihitung berdasarkan porsi makanan yang disiapkan, di mana setiap porsi dihargai Rp15.000.
Dengan kapasitas layanan yang bisa mencapai seribu hingga dua ribu porsi per periode, keterlambatan pencairan dana ini seketika melumpuhkan kemampuan SPPG untuk membeli bahan baku baru.
“Dalam kasus yang terjadi saat ini, SPPG tidak memiliki modal kerja untuk membeli kebutuhan pokok seperti beras, telur, atau sayuran. Akibatnya, mereka terpaksa menghentikan layanan sementara agar tidak menanggung beban utang operasional yang tidak pasti kapan dicairkan,” jelas Mahila.
Ini menunjukkan kerentanan sistem yang bergantung sepenuhnya pada kecepatan birokrasi pusat.
Baca Juga: Antusiasme Warga Malang Meriahkan Pengundian MyPertamina
Dampak Sosial dan Kesehatan yang Mengkhawatirkan
Fenomena SPPG Malang Terhenti ini memiliki dampak serius yang melampaui masalah administrasi:
-
Gangguan Pemenuhan Gizi Kelompok Rentan: Program SPPG menyasar keluarga rentan, balita, ibu hamil, dan kelompok masyarakat yang membutuhkan tambahan gizi krusial untuk menunjang kesehatan dan mencegah stunting. Terhentinya layanan ini dikhawatirkan akan menyebabkan jeda kritis dalam asupan gizi yang dibutuhkan.
-
Menurunkan Efektivitas Program: Keterlambatan pencairan anggaran berpotensi menurunkan efektivitas jangka panjang program kesehatan dan ketahanan pangan di tingkat lokal. Kesinambungan layanan adalah kunci dalam program gizi; layanan yang terputus-putus dapat mengurangi dampak positif yang telah dibangun.
-
Hilangnya Kepercayaan Masyarakat: Situasi ini berisiko menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap kesinambungan program pemerintah pusat yang berbasis kebutuhan dasar.
Seruan Pemerintah Daerah untuk Responsivitas Pusat
Mengingat DKP Kabupaten Malang tidak memiliki jalur langsung untuk mencairkan dana ini, Mahila Surya Dewi menyampaikan harapan agar BGN di tingkat pusat dapat segera mempercepat proses pencairan anggaran.
Kecepatan tindakan adalah kunci untuk memastikan seluruh 98 SPPG di Kabupaten Malang dapat kembali beroperasi normal sebelum dampak kesehatan menjadi lebih parah.
“Kami hanya dapat mengawasi dan melaporkan kondisi mendesak di lapangan. Kami berharap ada respons yang sangat cepat dari BGN,” ujar Mahila.
Secara jangka panjang, kasus SPPG Malang Terhenti ini memberikan pelajaran berharga tentang perlunya mekanisme cadangan pendanaan atau sistem emergency funding yang dapat diakses oleh pemerintah daerah untuk menjamin layanan penting seperti pemenuhan gizi tetap berjalan, meskipun terjadi keterlambatan dalam proses administrasi pendanaan dari pusat.
Penyediaan gizi merupakan bagian integral dari pelayanan publik dan program kesehatan nasional.
Keterlambatan yang disebabkan oleh hambatan birokrasi, seperti yang terjadi pada SPPG Malang Terhenti ini, tidak boleh terulang karena dampaknya langsung menyentuh kualitas hidup dan masa depan masyarakat, terutama anak-anak.
Baca Juga: Campus Jobfair Malang 2025 Siap Hadir, Ajak Perusahaan Temukan Talenta Unggulan













