Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ternyata sering terseret dalam pusaran perkara hukum, terutama yang berkaitan dengan sektor perbankan. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengungkapkan dua faktor utama penyebabnya. Pertama, dominasi sektor perbankan dalam industri jasa keuangan mencapai hampir 80% pangsa pasar. “Jumlah perkara yang muncul tentu sangat besar,” jelasnya saat rapat bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin (28/4).
Faktor kedua adalah peran perbankan sebagai lembaga intermediasi antara nasabah dan bank, meliputi nasabah kredit dan deposan. Dari 115 perkara yang ditangani, mayoritas telah berkekuatan hukum tetap. “Meskipun jumlah transaksi mencapai jutaan, kasus hukum yang muncul masih tergolong minimal,” tambahnya.
Baca Juga: Rahasia Dana Refund Meikarta Terungkap!

Data yang disampaikan Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Mirza Adityaswara, menunjukkan peningkatan jumlah penanganan perkara setiap tahunnya. Pada 2024, tercatat 889 perkara. Kasus-kasus perbankan tersebut didominasi oleh perjanjian kredit, akad pembiayaan, restrukturisasi kredit, eksekusi lelang agunan, serta masalah terkait Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) yang dikelola OJK. Masalah transfer dana, penggunaan kartu debit/kredit, dan pencairan deposito juga menjadi sorotan.
Hingga 31 Maret 2025, OJK telah menangani 458 perkara, dengan sektor perbankan masih menjadi penyumbang terbanyak. Mirza menambahkan, angka gugatan terus meningkat. Pada 2023, OJK memenangkan 280 perkara dan kalah 5 perkara (belum berkekuatan hukum tetap). Di 2024, kemenangan meningkat menjadi 449 perkara dengan 19 kekalahan (belum berkekuatan hukum tetap). Menariknya, hingga kuartal I 2025, OJK telah memenangkan 79 perkara tanpa satupun kekalahan yang berkekuatan hukum tetap.
Penyebaran gugatan terbanyak terpusat di Jabodetabek, diikuti Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Bali, Sulawesi, Maluku, Papua, Jawa Barat, dan Sumatera Selatan-Bangka Belitung. Tingginya angka perkara yang melibatkan OJK dan sektor perbankan ini menjadi catatan penting bagi pengawasan dan tata kelola industri keuangan di Indonesia.
Baca Juga: Rahasia Pertemuan Prabowo dengan Bos-Bos Korsel Terungkap!















