Masyarakat Indonesia akrab dengan cerita tuyul, makhluk halus pencuri uang. Namun, pernahkah Anda bertanya-tanya, mengapa tuyul—yang konon lihai mencuri uang dari rumah ke rumah—tak pernah terendus mencuri dari bank yang menyimpan miliaran rupiah? Atau bahkan saldo e-money? Misteri ini ternyata menyimpan sejarah kelam ekonomi Indonesia.
Rahasia Tuyul: Kenapa Tak Pernah Serbu Bank?
infomalang.com/ pernah mengulas bahwa mitos tuyul berkembang pesat di masa transisi ekonomi Indonesia pasca kebijakan pintu terbuka Belanda tahun 1870. Liberalisasi ekonomi kala itu, alih-alih menyejahterakan, justru menciptakan jurang pemisah yang dalam antara kaum kaya baru—terutama pedagang—dengan petani kecil yang semakin miskin. Petani yang hidup dengan sistem subsisten, tak mampu memahami lonjakan kekayaan mendadak para pedagang.

Ketidakpahaman ini, dibarengi dengan pandangan mistik yang kuat di kalangan masyarakat agraris, melahirkan tuduhan bahwa kekayaan tersebut berasal dari cara-cara haram, salah satunya dengan bantuan tuyul. George Quinn dalam “An Excursion to Java’s Get Rich Quck Tree” (2009) menjelaskan, masyarakat saat itu memandang kekayaan harus memiliki asal-usul yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Kegagalan para pedagang menjelaskan sumber kekayaan mereka, memicu kecurigaan dan tuduhan menggunakan jasa makhluk halus.
Sehingga, bukan karena takut brankas atau penjaga gaib di bank, mitos tuyul tak pernah mencuri di bank justru berakar dari ketidaksetaraan ekonomi dan pandangan masyarakat saat itu. Tuyul menjadi kambing hitam atas kesenjangan ekonomi yang begitu tajam. Tuduhan ini, menurut Ong Hok Ham dalam “Dari Soal Priayi sampai Nyi Blorong” (2002), bahkan berdampak pada reputasi sosial para pedagang sukses, yang dicap “hina” karena dianggap bersekutu dengan setan. Ironisnya, kekayaan mereka justru hasil dari kebijakan ekonomi kolonial yang tidak adil. Mitos tuyul pun terus lestari hingga kini, sebagai refleksi dari ketidakpercayaan dan kesenjangan sosial yang masih menghantui masyarakat.















