Peringatan HUT ke-80 RI di SMAN 8 Kota Malang tahun ini berlangsung dengan cara berbeda. Alih-alih di lapangan sekolah, upacara yang seharusnya sakral itu digelar di ruas Jalan Veteran, Kota Malang, pada Minggu (17/8/2025). Keputusan ini terpaksa diambil karena sekolah tidak lagi memiliki lapangan memadai untuk menampung seluruh peserta didik dan tenaga pendidik.
Kepala SMAN 8 Kota Malang, Nuraeni, menjelaskan bahwa lapangan sekolah yang dahulu digunakan telah resmi kembali menjadi aset Universitas Negeri Malang (UM) sejak akhir Mei 2025. Sejak saat itu, akses siswa terhadap lapangan terbatas, sehingga pihak sekolah harus mencari alternatif untuk menggelar kegiatan besar seperti upacara kemerdekaan.
“Dulu kami masih bisa menggunakan lapangan di samping sekolah, tetapi kini sudah dipagari dan dikelola penuh oleh UM. Untuk kegiatan upacara HUT RI, kami ingin seluruh siswa dapat berpartisipasi dengan khidmat, sehingga Jalan Veteran akhirnya menjadi pilihan,” ujar Nuraeni.
Pelaksanaan upacara diikuti sekitar 950 siswa dari kelas X hingga XII serta 100 guru dan tenaga kependidikan. Demi kelancaran acara, lajur Jalan Veteran dari arah timur ke barat ditutup sementara, dan lalu lintas dialihkan dengan sistem contra flow.
Menurut Nuraeni, pemindahan lokasi ke jalan raya bertujuan memberi ruang gerak cukup bagi pasukan pengibar bendera (Paskibra). “Bagaimana Paskibra bisa menampilkan formasi terbaik jika upacara dipaksakan di area sempit sekolah? Mereka sudah berlatih dengan sungguh-sungguh, dan tugas kami memberi wadah agar nasionalisme siswa dapat diekspresikan,” jelasnya.
Meskipun dilakukan di jalan umum, pihak sekolah tetap mematuhi aturan. Izin resmi sudah diajukan ke Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Malang serta pihak kepolisian. Langkah ini memastikan keamanan lalu lintas sekaligus kenyamanan masyarakat sekitar selama prosesi upacara berlangsung.
Kehilangan lapangan tidak hanya berdampak pada upacara kemerdekaan. Aktivitas lain seperti ekstrakurikuler juga terkena imbas. SMAN 8 Kota Malang memiliki 29 kegiatan ekstrakurikuler, mulai dari futsal, taekwondo, paduan suara, hingga Paskibra. Namun, sejak lapangan tak bisa digunakan, sebagian besar kegiatan harus dialihkan ke area parkir atau bahkan menyewa tempat di luar sekolah.
“Anak-anak tetap semangat, tetapi jelas fasilitas terbatas membuat proses latihan tidak maksimal. Kami berharap ada solusi permanen agar siswa tetap bisa mengembangkan bakat mereka,” ujar Nuraeni.
Meski begitu, prestasi siswa SMAN 8 tetap terjaga. Tahun ini, lima siswa Paskibra terpilih bertugas di tingkat Kota Malang, bahkan satu siswa dipercaya menjadi anggota Paskibra di tingkat Provinsi Jawa Timur. Menurut Nuraeni, hal itu membuktikan bahwa keterbatasan fasilitas tidak menyurutkan tekad siswa untuk berprestasi.
Baca Juga: Hari Pramuka ke-64, Kota Malang Kukuhkan 870 Anggota Pramuka Baru
Nuraeni menegaskan bahwa pihak sekolah tidak berniat memperuncing persoalan dengan UM. Sebagai Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH), UM memiliki hak mengelola aset secara mandiri. “Kami menghormati keputusan UM. Fokus kami hanya memastikan siswa tetap bisa belajar dan merayakan hari besar nasional dengan layak,” katanya.
Meski demikian, pihak sekolah sudah melaporkan kondisi ini ke Dinas Pendidikan Jawa Timur dan kementerian terkait. Bahkan ada wacana tukar guling lahan dengan Pemerintah Kota Malang, meski keputusan final masih menunggu kajian pemerintah provinsi maupun pusat.
“Kami berharap HUT RI tahun ini bisa menjadi momentum evaluasi. Generasi muda butuh ruang belajar yang memadai. Pendidikan tidak hanya soal akademik, tetapi juga soal pembentukan karakter melalui kegiatan di luar kelas,” tegas Nuraeni.
Meski digelar di jalan raya, suasana upacara berlangsung lancar dan penuh khidmat. Siswa, guru, hingga warga sekitar antusias mengikuti jalannya acara. Bendera Merah Putih tetap berkibar gagah di tengah jalan, diiringi lagu kebangsaan yang dinyanyikan penuh semangat.
“Semua warga negara berhak merayakan kemerdekaan. Meski fasilitas terbatas, kami ingin memastikan anak-anak tetap mendapatkan pengalaman upacara yang berkesan,” tutur Nuraeni.
Ia menambahkan, SMAN 8 Kota Malang berkomitmen terus menjaga mutu pendidikan meskipun menghadapi tantangan fasilitas. “Kami akan tetap berjuang agar sekolah memiliki sarana yang layak. Anak-anak harus tetap eksis, kreatif, dan berkembang sesuai potensinya,” katanya menutup pembicaraan.
Kasus yang dialami SMAN 8 Kota Malang menjadi gambaran bahwa persoalan fasilitas sekolah masih kerap terjadi di daerah. Padahal, ketersediaan ruang belajar yang memadai sangat penting untuk mendukung kurikulum merdeka belajar yang menekankan kreativitas, kolaborasi, dan pengembangan bakat siswa.
Pemerhati pendidikan menilai, pemerintah pusat dan daerah perlu memberi perhatian serius. Solusi seperti penyediaan lahan baru atau kerja sama lintas instansi harus segera diambil agar kualitas pendidikan tidak terhambat.
Dengan total hampir 1.050 peserta yang terlibat, upacara di Jalan Veteran menjadi simbol keteguhan siswa dan guru SMAN 8 Kota Malang dalam menjaga semangat kemerdekaan. Kendati lapangan sudah tidak ada, semangat nasionalisme tidak pernah padam.













