Breaking

Terminal Arjosari Bergejolak, Warga Bersatu Tolak Premanisme

Pasca insiden pengeroyokan yang menimpa anggota TNI di Terminal Arjosari, Kota Malang, warga Kelurahan Arjosari mengambil langkah tegas dengan menggelar aksi damai pada Selasa, 1 Juli 2025. Aksi ini merupakan bentuk penolakan terhadap segala bentuk premanisme, pungutan liar (pungli), dan tindak kekerasan yang kerap terjadi di kawasan terminal tersebut.

Aksi Damai Menuju Terminal Arjosari

Warga yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat melakukan long march sejauh satu kilometer menuju Terminal Arjosari sambil membawa berbagai spanduk berisi tuntutan. Sesampainya di terminal, mereka berkoordinasi dengan pengelola untuk memasang spanduk di berbagai titik strategis, termasuk di pos masuk-keluar serta pagar sepanjang jalur keberangkatan bus.

Spanduk-spanduk tersebut membawa pesan jelas seperti “Save Terminal Arjosari” dan “Kami Seluruh Warga Arjosari Menolak Keras Adanya Premanisme, Pungli dan Tindak Kekerasan Pemaksaan di Wilayah Terminal Arjosari”.

Pertemuan dan Nota Kesepakatan

Setelah aksi damai, perwakilan warga menggelar pertemuan dengan Kepala Terminal Arjosari, Mega Perwira Donowati. Hasil dari pertemuan tersebut dituangkan dalam nota kesepakatan bersama yang memuat tujuh poin penting. Salah satunya adalah kesepakatan tegas untuk menolak segala bentuk premanisme di kawasan terminal.

Mega menyatakan bahwa pihak terminal akan segera melakukan pendataan terhadap mandor dan juru panggil penumpang (jupang). Jika ditemukan individu yang tidak resmi dari perusahaan otobus, maka akan dikeluarkan dari area terminal.

Selain itu, jupang dan mandor diwajibkan mengenakan atribut resmi seperti rompi dan identitas perusahaan masing-masing, guna membedakan antara petugas resmi dan jupang liar.

Baca Juga: Anggota TNI Jadi Korban Pengeroyokan di Terminal Arjosari, Tiga Jupang Diamankan

Tanggapan Warga dan Dukungan LPMK

Aksi warga mendapat dukungan penuh dari Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) Arjosari. Koordinator LPMK, Ali Said, menegaskan bahwa pelaku pengeroyokan bukanlah warga Arjosari. Ia menambahkan bahwa Letda Abu Yamin, korban pengeroyokan, adalah tokoh masyarakat yang aktif membina warga.

“Kami cinta damai dan menolak keras segala bentuk kekerasan. Pelaku bukan warga sini. Kami ingin terminal ini menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi semua pengguna jasa transportasi,” ujarnya.

Tujuh Poin Nota Kesepakatan

  1. Terminal Arjosari sepakat menghapus premanisme di dalam dan sekitar terminal.
  2. Terminal akan dikembangkan menjadi terminal wisata dengan melibatkan UMKM lokal.
  3. Dibentuk grup komunikasi yang melibatkan Ketua RW, LPMK, dan Lurah untuk informasi kegiatan di terminal.
  4. Zona merah untuk ojek online hanya di depan terminal.
  5. Penjadwalan pertemuan antara warga dan Dinas Perhubungan Kota Malang.
  6. Pertemuan lanjutan dengan perwakilan perusahaan otobus dan warga Arjosari.
  7. Kegiatan keagamaan bersama warga untuk mempererat tali silaturahmi.
  8. Menuju Terminal yang Aman dan Bersih

Dengan adanya aksi ini, warga Arjosari menunjukkan bahwa solidaritas dan kesadaran kolektif dapat menjadi kekuatan dalam menolak ketidakadilan dan menciptakan lingkungan yang lebih baik. Harapannya, langkah ini menjadi awal dari perubahan positif di Terminal Arjosari.

Pihak terminal dan warga berkomitmen menjadikan terminal sebagai ruang publik yang aman, bersih, dan tertib. Kolaborasi antara pemerintah, warga, dan pengelola diharapkan mampu mengembalikan citra Terminal Arjosari sebagai simpul transportasi yang nyaman dan humanis di Kota Malang.

Baca Juga: Residivis Pencurian di Malang Ditangkap Saat Bersembunyi di Lesanpuro, Aksi Terekam CCTV dan Viral