Pemasangan pagar laut di wilayah pesisir Tangerang dan Bekasi kini menjadi sorotan publik. Isu ini mencuat setelah ditemukan berbagai permasalahan, mulai dari dugaan maladministrasi hingga dampak lingkungan yang serius. Bahkan, muncul laporan dugaan korupsi yang menyeret sejumlah pihak. Bagaimana kasus ini berkembang dan apa saja dampaknya bagi masyarakat serta lingkungan?
Maladministrasi dalam Kasus Pagar Laut Tangerang
Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Banten mengungkapkan adanya dugaan maladministrasi dalam pemasangan pagar laut di perairan Kabupaten Tangerang. Pagar sepanjang 30,16 kilometer yang terbuat dari bambu ini menghalangi akses nelayan untuk melaut. Akibatnya, sekitar 3.888 nelayan mengalami kesulitan menangkap ikan, menyebabkan kerugian ekonomi yang mencapai Rp24 miliar sejak Agustus 2024 hingga Januari 2025.
“Kami menemukan bahwa pemasangan pagar laut ini tidak memiliki izin resmi dan dilakukan tanpa kajian dampak lingkungan yang memadai,” ujar perwakilan Ombudsman dalam konferensi pers. Para nelayan yang terdampak pun mengeluhkan sulitnya mencari nafkah akibat terbatasnya akses ke laut. Selain itu, jalur kapal menjadi terhambat, meningkatkan risiko kecelakaan di laut.
Baca juga:
Dampak Pagar Laut Bekasi terhadap Kualitas Air
Tak hanya di Tangerang, keberadaan pagar laut di pesisir Bekasi juga memunculkan dampak negatif. PLN Nusantara Power melaporkan bahwa pemasangan pagar laut di sekitar PLTGU Muara Tawar telah menurunkan kualitas air laut yang digunakan sebagai pendingin pembangkit listrik. Hal ini dikhawatirkan akan mengganggu operasional pembangkit listrik dan memengaruhi pasokan listrik bagi masyarakat.
“Kami menemukan peningkatan kadar kotoran dan penurunan kadar oksigen dalam air yang masuk ke sistem pendingin. Ini bisa berakibat buruk pada efisiensi kerja pembangkit listrik,” kata salah satu pejabat PLN. Jika dibiarkan, situasi ini berpotensi menimbulkan pemadaman listrik dan membahayakan keberlanjutan suplai energi di wilayah Jabodetabek.
Selain itu, para nelayan di sekitar Bekasi juga melaporkan adanya penurunan hasil tangkapan ikan akibat perubahan ekosistem yang disebabkan oleh pagar laut. “Air menjadi lebih keruh, ikan semakin sulit ditemukan. Kami bingung harus bagaimana,” ungkap seorang nelayan dari Muara Gembong.
Baca juga:
Dugaan Korupsi dalam Proyek Pagar Laut
Selain berdampak pada nelayan dan lingkungan, proyek pagar laut ini juga diduga melibatkan tindak pidana korupsi. Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) telah melaporkan dugaan korupsi kepada aparat penegak hukum. Mereka menduga ada penyalahgunaan wewenang serta aliran dana yang tidak transparan dalam proyek ini.
“Kami meminta aparat penegak hukum untuk menyelidiki pihak-pihak yang terlibat dalam proyek pagar laut ini, baik dari sektor pemerintahan maupun pihak swasta,” tegas Ketua MAKI dalam pernyataannya. Dugaan korupsi ini semakin kuat karena proyek pagar laut dilakukan tanpa proses perencanaan yang jelas dan tidak melalui kajian lingkungan yang mendalam.
Masyarakat berharap agar kasus ini segera diusut tuntas agar tidak ada lagi proyek-proyek infrastruktur yang merugikan masyarakat serta merusak lingkungan. Selain itu, diperlukan regulasi yang lebih ketat untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang.
Kasus pagar laut di Tangerang dan Bekasi menunjukkan adanya berbagai permasalahan, mulai dari maladministrasi, dampak lingkungan, hingga dugaan korupsi. Nelayan mengalami kesulitan ekonomi, kualitas air di wilayah pesisir menurun, dan proyek ini dipertanyakan legalitasnya. Pemerintah serta aparat penegak hukum diharapkan dapat segera mengambil langkah konkret untuk menyelesaikan masalah ini.
Baca juga:
Mengulas Malang Town Square, Pusat Perbelanjaan Strategis dengan Beragam Fasilitas
Realisasi Pajak Kota Malang Capai Rp 69 Miliar di Awal Tahun