Breaking

Tiga Narapidana Malang Dibebaskan Usai Dapat Amnesti Presiden Prabowo, Ini Alasannya

Tiga narapidana dari dua lembaga pemasyarakatan (Lapas) di Kota Malang resmi dibebaskan pada Minggu, 3 Agustus 2025, setelah menerima amnesti dari Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto. Pembebasan tersebut berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) RI Nomor 17 Tahun 2025 yang ditandatangani pada 1 Agustus 2025, dan menjadi bagian dari kebijakan nasional dalam memperhatikan aspek kemanusiaan dalam sistem pemasyarakatan.

Amnesti yang diberikan Presiden Prabowo Subianto merupakan hak prerogatif kepala negara yang menghapuskan status pidana serta seluruh sisa hukuman dari warga binaan. Ini berbeda dengan grasi yang hanya mengurangi hukuman, sebab amnesti menghapus seluruh akibat hukum pidana, seolah-olah tindak pidana yang bersangkutan tidak pernah terjadi.

Kepala Lapas Kelas I Malang, Teguh Pamuji, membenarkan bahwa dua warga binaannya telah dibebaskan setelah menerima keputusan amnesti. Dua narapidana tersebut, masing-masing berinisial KR dan YT, sebelumnya terjerat kasus pelanggaran hukum yang berkaitan dengan perlindungan perempuan dan anak (PPA). Namun, kondisi kesehatan mental mereka yang terganggu, yakni riwayat skizofrenia yang telah terverifikasi medis, menjadi alasan utama mereka masuk dalam kriteria penerima amnesti.

“Kami mengajukan dua narapidana untuk memperoleh amnesti dan usulan tersebut telah disetujui oleh pemerintah pusat. Hari ini, keduanya resmi bebas dan kembali ke masyarakat. Kami berharap ini menjadi momentum perubahan bagi mereka,” ungkap Teguh Pamuji dalam keterangannya.

Kebijakan amnesti ini tidak diberikan secara sembarangan. Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM bersama Kementerian Sosial dan sejumlah lembaga lain melakukan proses verifikasi ketat terhadap data para warga binaan. Kriteria penerima amnesti mencakup usia lanjut di atas 70 tahun, penderita penyakit kronis, gangguan kejiwaan seperti skizofrenia, penyandang disabilitas mental, serta ibu hamil atau ibu yang merawat anak balita. Selain itu, narapidana kasus narkoba yang terbukti hanya pengguna dan dengan barang bukti di bawah 1 gram juga dapat dipertimbangkan selama bukan pengedar atau bandar.

Sementara itu, Lapas Perempuan Kelas II A Malang juga membebaskan satu narapidana lanjut usia (lansia) yang berinisial J. Perempuan berusia 74 tahun itu sebelumnya dijatuhi hukuman penjara selama empat tahun atas kasus pemalsuan surat atau dokumen palsu. Kepala Lapas Perempuan Malang, Yunengsih, mengatakan bahwa pemberian amnesti kepada warga binaan perempuan lansia ini merupakan bentuk penerapan nilai-nilai kemanusiaan dalam sistem pemidanaan.

“Kami mengusulkan satu narapidana berinisial J untuk memperoleh amnesti, dan permohonan tersebut disetujui. Beliau saat ini sudah berusia lanjut dan kondisi kesehatannya tidak memungkinkan untuk menjalani sisa masa tahanan,” jelas Yunengsih.

Baca Juga: Kibarkan Bendera One Piece, Rumah Warga Tuban Disambangi Aparat

Yunengsih menambahkan bahwa seluruh proses pengajuan dilakukan secara terbuka, transparan, dan tidak dipungut biaya apapun. Menurutnya, amnesti bukan hanya bentuk pengampunan hukum, tetapi juga simbol peluang kedua untuk memperbaiki hidup.

“Amnesti ini bukan akhir dari proses hukum, tetapi awal dari proses rehabilitasi sosial. Kami terus mendampingi mereka agar mampu beradaptasi kembali di tengah masyarakat,” tegasnya.

Sebagai informasi tambahan, berdasarkan Keppres Nomor 17 Tahun 2025, sebanyak 1.178 narapidana dari seluruh Indonesia memperoleh amnesti dengan kriteria yang telah ditetapkan. Kota Malang menjadi salah satu daerah yang melaksanakan keputusan ini dengan menerapkan mekanisme yang akuntabel dan memprioritaskan asas keadilan restoratif.

Kebijakan ini juga mendapat dukungan dari Kementerian Sosial dan Dinas Sosial setempat. Para narapidana yang dibebaskan akan mendapatkan pendampingan sosial dan psikologis untuk membantu proses reintegrasi dengan masyarakat. Harapannya, mereka dapat menjalani kehidupan baru yang lebih baik dan tidak kembali melakukan tindak pidana.

“Kami percaya bahwa setiap orang berhak atas kesempatan kedua. Negara hadir tidak hanya sebagai penegak hukum, tetapi juga sebagai pelindung nilai-nilai kemanusiaan,” ujar Teguh menegaskan.

Langkah Presiden Prabowo dalam mengeluarkan kebijakan amnesti ini pun menuai tanggapan positif dari berbagai elemen masyarakat. Banyak yang menilai bahwa pendekatan ini merupakan sinyal kuat bahwa sistem peradilan pidana di Indonesia mulai mengarah ke konsep keadilan restoratif dan humanis.

Dengan kebebasan yang mereka peroleh, ketiga warga binaan ini diharapkan mampu membangun kembali kehidupan yang lebih baik, menjauhi tindakan melanggar hukum, dan menjadi contoh positif bagi narapidana lain.

Kepala Lapas Perempuan, Yunengsih, menyimpulkan dengan harapan yang besar: “Amnesti ini adalah jalan baru. Bukan hanya untuk mereka yang bebas, tapi juga bagi kita semua untuk memahami bahwa hukum juga bisa hadir dengan wajah kemanusiaan.”

Pemberian amnesti ini menandai sebuah babak baru dalam sistem pemasyarakatan Indonesia, di mana hak, kemanusiaan, dan harapan berjalan beriringan demi terciptanya keadilan sosial.

Baca Juga: Viral Jarum Jam Berputar Lebih Cepat Ketika di Antartika, Begini Penjelasannya