Breaking

Tiga Non Muslim Mualaf Saat Ceramah Dr Zakir Naik di Malang, Momen Haru di Stadion Gajayana

Suasana haru menyelimuti acara dakwah yang disampaikan oleh ulama internasional, Dr Zakir Naik, di Stadion Gajayana, Kota Malang, pada Kamis malam, 10 Juli 2025. Dalam kesempatan tersebut, tiga orang non-Muslim secara terbuka memutuskan untuk memeluk Islam setelah mengikuti ceramah bertema “Nabi Muhammad dalam Perspektif Kitab-Kitab Suci.”

Ketiga mualaf tersebut terdiri dari dua pria dan satu wanita. Mereka mengucapkan dua kalimat syahadat di hadapan ribuan jamaah yang memadati stadion. Prosesi tersebut dilakukan dengan khidmat dan penuh kesadaran, setelah Dr Zakir Naik memastikan bahwa keputusan mereka tidak berada di bawah tekanan atau paksaan siapa pun.

Salah satu yang menjadi sorotan adalah Jendra, seorang pegawai dari Badan Pendapatan Daerah (Bapenda). Ia datang ke acara dakwah dengan sejumlah pertanyaan mendasar tentang spiritualitas dan ajaran Islam. Jendra meminta penjelasan mengenai keunggulan Islam dalam perspektif Nabi Muhammad SAW sebelum ia bersedia mengucapkan syahadat.

“Saya bersedia menjadi Muslim, asalkan dijelaskan mengapa Islam lebih baik menurut sudut pandang Nabi Muhammad,” ujar Jendra di depan hadirin.

Dr Zakir Naik pun menjawab dengan pemaparan mendalam tentang keteladanan Rasulullah sebagai sosok yang membawa rahmat dan kedamaian bagi seluruh umat manusia. Penjelasan tersebut berhasil menyentuh hati Jendra, hingga ia akhirnya menyatakan keislamannya. Takbir dan tepuk tangan pun menggema mengiringi momen sakral tersebut.

Selain Jendra, seorang wanita bernama Salma, yang mengaku sebagai pelajar di Malang, juga memutuskan memeluk Islam. Ia langsung meminta agar dibimbing membaca syahadat tanpa terlebih dahulu mengajukan pertanyaan.

“Saya ingin bersyahadat, tolong bantu saya,” ucap Salma sambil meneteskan air mata.

Zakir Naik lalu memastikan bahwa keputusan Salma bukan hasil dari tekanan. Salma menegaskan bahwa dirinya telah memahami ajaran Islam dan keputusan tersebut lahir dari keyakinan pribadi.

“Saya percaya Tuhan hanya satu,” jawab Salma mantap.

Sorak takbir kembali bergema dari para jamaah. Suasana di stadion menjadi sangat emosional dan penuh keharuan. Banyak peserta kajian yang turut meneteskan air mata melihat keteguhan hati Salma.

Mualaf ketiga adalah Mifta, seorang pria asal Jombang yang mengaku ateis meskipun identitasnya secara administratif tertulis Islam. Ia datang ke acara dengan sejumlah pertanyaan kritis tentang eksistensi Tuhan dan ajaran Islam. Setelah dialog panjang dengan Zakir Naik yang menjawab seluruh kegelisahannya, Mifta pun menyatakan kesediaannya memeluk Islam.

“Saya mau bersyahadat,” kata Mifta singkat, setelah semua keraguannya terjawab.

Kehadiran Dr Zakir Naik di Kota Malang merupakan bagian dari rangkaian safari dakwah bertajuk Indonesia Tour 2025. Dalam ceramahnya, Zakir membahas keselarasan ajaran Nabi Muhammad SAW dengan nilai-nilai universal yang juga tercantum dalam kitab-kitab suci agama lain. Ia mengutip sejumlah ayat dari Al-Qur’an, termasuk dari surah Al-Kautsar, untuk menjelaskan peran penting Nabi Muhammad sebagai pembawa risalah terakhir.

Namun, di balik suasana religius yang menggugah tersebut, sejumlah pengamat menyoroti fenomena konversi agama secara publik seperti ini. Pertanyaan muncul mengenai sejauh mana keputusan tersebut benar-benar lahir dari kontemplasi pribadi, dan bukan sekadar pengaruh emosi kolektif dari kerumunan besar.

Meski demikian, Zakir Naik selalu menekankan pentingnya kebebasan berkeyakinan. Ia memastikan bahwa setiap keputusan menjadi Muslim harus datang dari keyakinan dan pengetahuan, bukan tekanan atau euforia massa.

Perlu dicatat, sebelum acara berlangsung, sempat ada penolakan dari sejumlah kelompok masyarakat sipil di Malang yang menyoroti metode dakwah Zakir Naik. Kelompok “Arek Malang Bersuara” menyampaikan kekhawatiran terkait potensi eksklusivisme dan dampak sosial dari ceramah bertema apologetik. Namun demikian, acara tetap berlangsung dengan aman, damai, dan tertib berkat koordinasi antara panitia dan aparat keamanan.

Dr Zakir Naik dijadwalkan melanjutkan safari dakwahnya ke beberapa kota besar lain, termasuk Bandung dan Jakarta. Kehadiran dan metode ceramahnya menimbulkan diskusi menarik di kalangan akademisi dan pemuka agama. Apakah pendekatan rasional seperti yang dibawa Zakir Naik lebih efektif membangun dialog lintas iman atau justru memperkuat polarisasi?

Di tengah pluralisme Indonesia yang kental, momen-momen konversi publik seperti ini menantang kita untuk kembali merefleksikan hakikat kebebasan beragama. Keyakinan idealnya lahir dari proses pemahaman yang mendalam, bukan sekadar respons emosional terhadap suasana yang menggugah.

Namun satu hal pasti, peristiwa di Stadion Gajayana malam itu menjadi saksi sejarah bagaimana dakwah yang argumentatif dan humanis mampu menyentuh hati manusia, mengubah keraguan menjadi keyakinan, dan mengajak pada jalan spiritual yang diyakini benar.