Volume sampah di TPA Supit Urang Malang masih tinggi, mencapai 700 ton per hari. Meski ada upaya pengurangan. Pemkot Malang baru mampu mengurangi 35 ton per hari untuk diolah menjadi kompos.
Pemkot Malang berencana mengembangkan TPA Supit Urang agar tidak hanya memproduksi kompos. Mereka mengusulkan program pengolahan sampah menggunakan metode RDF (refuse derived fuel) yang dapat menangani hingga 120 ton per hari. Metode ini dipilih karena mayoritas sampah adalah plastik, yang akan diubah menjadi bahan bakar alternatif, menggantikan batu bara untuk PLTU. Ini diharapkan dapat mengurangi sampah anorganik dan meningkatkan pendapatan daerah.
Baca Juga : UNMER Malang Buka Kelas Pagi dan Sore, Pendaftaran hingga September 2024
Program ini telah diajukan ke Kemendagri dan ditargetkan terealisasi pada 2025 atau 2026. Selain itu, Pemkot juga akan menata ulang 57 TPS di Malang, dengan lima TPS percontohan di beberapa kawasan yang sering menjadi tempat pembuangan sampah liar.
Pengangkutan sampah di lima TPS tersebut akan dilakukan lebih awal, dan TPS akan ditata ulang dengan penampungan air lindi serta pagar pengaman sampah. Untuk mendukung pengolahan sampah, Pemkot membutuhkan anggaran Rp 185 miliar yang akan didanai World Bank selama lima tahun. Dengan kebutuhan tahun pertama sekitar Rp 55 miliar.
Biaya yang dihabiskan
DLH memperkirakan RDF akan menghasilkan bahan bakar alternatif yang bernilai signifikan, dengan biaya operasional Rp 7,5 miliar dan pendapatan yang diharapkan melebihi biaya tersebut. DLH juga sedang menjajaki kerja sama distribusi dengan beberapa perusahaan. Termasuk Semen Gresik dan PT Paiton Energy.
Baca Juga : 7 Oleh-Oleh Khas Malang yang Wajib Dibawa Pulang