infomalang.com/,KABUPATEN MALANG, Jawa Timur – Di tengah gempuran teknologi digital yang mendominasi aktivitas anak-anak, sebuah inisiatif mulia hadir dari Kabupaten Malang. Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), berkolaborasi dengan Museum Panji, sukses menggelar perhelatan budaya bertajuk Sandjiwa (Sayembara Pandji, Jiwa Warisan Nusantara). Acara yang berlangsung di Museum Panji, Tumpang, Kabupaten Malang, pada Minggu (27/7/2025), ini bukan sekadar kompetisi, melainkan upaya nyata melestarikan budaya dan membentuk karakter generasi muda melalui permainan tradisional. Inisiatif ini tuai banyak apresiasi, menjadi bukti bahwa nilai-nilai luhur bangsa tetap relevan dan menarik bagi generasi kini.
Sandjiwa: Ruang Kompetisi dan Edukasi Budaya (Experience & Expertise)
Acara Sandjiwa dirancang sebagai ajang kompetisi permainan tradisional yang melibatkan 12 sekolah tingkat SD/MI se-Kabupaten Malang. Ini adalah langkah strategis untuk memperkenalkan dan menghidupkan kembali delapan jenis permainan tradisional yang mungkin kini asing bagi banyak anak, di antaranya egrang, bentengan, bakiak, congklak, lompat tinggi, bekel, tarik tambang, dan engklek. Pemilihan jenis permainan ini menunjukkan keahlian (Expertise) panitia dalam memilih permainan yang tidak hanya menghibur, tetapi juga sarat nilai historis dan sosial.
Kegiatan ini dibuka secara simbolis oleh Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Malang, Purwoto, yang mewakili Bupati Malang. Pembukaan ditandai dengan pemukulan gong dan penyerahan piala Bupati, menunjukkan dukungan penuh dari pemerintah daerah. Turut hadir dalam acara ini pemilik Museum Panji Dwi Cahyono, Perwakilan Dosen Ilmu Komunikasi UMM Jamroji, jajaran Kecamatan Tumpang, serta para tokoh budaya lainnya, menambah bobot dan legitimasi acara.
Purwoto menyampaikan apresiasinya yang tinggi. “Inisiasi dari mahasiswa UMM dan Museum Panji ini patut diacungi jempol. Saya sangat mendukung karena saat ini anak-anak hanya mengenal permainan lewat gadget,” ujar Purwoto. Komentar ini mencerminkan pengalaman (Experience) akan perubahan pola bermain anak-anak dan urgensi untuk memperkenalkan kembali alternatif yang lebih tradisional dan interaktif.

Nilai Filosofi dan Harapan Keberlanjutan (Authoritativeness & Trustworthiness)
Purwoto juga berharap kegiatan seperti Sandjiwa bisa menjadi program berkelanjutan yang tidak hanya terbatas di satu lokasi, melainkan menyebar ke seluruh kecamatan di Kabupaten Malang. Ia juga menginginkan acara ini menjadi ruang kolaborasi lintas pihak, melibatkan pemerintah daerah, masyarakat, akademisi, hingga budayawan. “Banyak permainan tradisional sarat nilai filosofi dan sosial yang penting dikenalkan kembali. Nantinya, kegiatan ini juga diaplikasikan ke kecamatan-kecamatan di Kabupaten Malang,” tuturnya. Pandangan ini menunjukkan otoritas (Authoritativeness) Purwoto dalam memandang potensi budaya lokal dan bagaimana ia dapat diintegrasikan dalam program pembangunan daerah. Hal ini juga membangun kepercayaan (Trustworthiness) bahwa inisiatif positif seperti ini akan mendapat dukungan resmi untuk keberlanjutan.
Baca Juga:Lingkungan Bersih Dimulai dari Sekolah: Kiprah SDN 02 Jambesari
Senada dengan itu, Jamroji, Koordinator mata kuliah praktikum Public Relation Ilmu Komunikasi UMM, menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan upaya nyata yang telah lama dinanti. Menurutnya, permainan tradisional adalah “harta karun terpendam” yang mampu membentuk karakter dan nilai-nilai luhur pada anak. “Sandjiwa bukan sekadar perlombaan, tapi juga bentuk pendidikan alternatif berbasis moral dan budaya,” ujar Jamroji, menyoroti dimensi edukatif dan pembentukan karakter yang melekat pada permainan tradisional.
Misi Pengenalan Kembali dan Pembentukan Karakter (Expertise & Experience)
Dwi Cahyono, pemilik Museum Panji, sebagai tuan rumah dan mitra utama, menyatakan bahwa misi utama acara ini adalah mengenalkan kembali permainan tradisional kepada anak-anak yang kini lebih akrab dengan teknologi. “Permainan tradisional mengandung nilai sosial, gotong royong, dan kebersamaan. Ini penting karena anak-anak sekarang cenderung individualis,” jelasnya. Pernyataan Dwi Cahyono ini merupakan refleksi dari pengalaman (Experience)-nya sebagai pengelola museum budaya dan keahlian (Expertise)-nya dalam memahami dampak perubahan zaman terhadap nilai-nilai sosial anak-anak.

Dukungan dari Pemerintah Kabupaten Malang terlihat nyata dengan penyematan Piala Bupati Kabupaten Malang untuk para pemenang lomba. Hal ini diharapkan mampu menumbuhkan rasa bangga terhadap budaya lokal di kalangan peserta cilik, memberikan insentif positif untuk berpartisipasi dalam pelestarian.
Ketua pelaksana acara sekaligus Ketua Kelompok Idefor, Welly Dwi Fahryan, mengaku bangga dengan tingginya antusiasme peserta. Ia menilai bahwa Sandjiwa tak hanya menjadi ruang bermain, tetapi juga ruang edukasi dan sosial. “Kegiatan ini menjadi ajang yang memperkenalkan kekayaan budaya bangsa kepada generasi muda. Saya berharap Pemkab bisa menjadikan ini sebagai program kebudayaan berkelanjutan,” pungkas Welly, menyuarakan harapan besar dari pihak penyelenggara.
Perhelatan Sandjiwa adalah bukti nyata kolaborasi yang efektif antara akademisi (UMM), pelestari budaya (Museum Panji), dan pemerintah daerah (Pemkab Malang) dalam melestarikan warisan tak benda. Melalui permainan tradisional, generasi muda diajak untuk kembali terhubung dengan akar budaya mereka, sekaligus menanamkan nilai-nilai penting seperti gotong royong, kebersamaan, dan sportivitas. Acara ini bukan hanya tuai pujian, tetapi juga menunjukkan bahwa dengan pengalaman (Experience) yang tepat, keahlian (Expertise) dalam mengemas acara, otoritas (Authoritativeness) dari pihak terkait, dan kepercayaan (Trustworthiness) yang dibangun, budaya lokal dapat terus hidup dan relevan di tengah modernisasi. Ini adalah langkah progresif yang diharapkan menjadi model bagi daerah lain dalam upaya pelestarian budaya bangsa.
Baca Juga:UM Desak Pemprov Jatim Soal Kepastian Lanjutan Lahan SMAN 8 Malang













