Suaramedia.id – Bank Indonesia (BI) tengah mengembangkan protokol manajemen krisis terintegrasi untuk mendeteksi dini potensi kejatuhan ekonomi dan sistem keuangan di Indonesia. Hal ini diungkapkan Asisten Gubernur BI sekaligus Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial, Solikin M. Juhro, dalam Taklimat Media di Kantor Pusat BI, Jakarta, Rabu (26/3/2025).
"Kita kembangkan protokol manajemen krisis yang terintegrasi," ujar Solikin. Menurutnya, protokol ini krusial karena potensi krisis kini tak hanya bersumber dari ekonomi, melainkan juga sektor operasional, digital, dan teknologi. "Penanganan krisis harus terintegrasi. Kita sedang menyusun kerangka dan mematangkannya," tegasnya.
BI, lanjut Solikin, telah memiliki regulasi lebih ketat untuk mengawasi potensi krisis, berasal dari turunan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Regulasi yang baru selesai disusun ini terdiri dari 13 ketentuan untuk mengawal aktivitas ekonomi, termasuk sektor keuangan.
"Dengan regulasi yang lebih mendalam dari UU P2SK, ada 13 ketentuan untuk mengawal ekonomi kita. Secara keseluruhan, kita cukup kuat sehingga bank-bank lebih termitigasi," jelasnya.
Meskipun demikian, BI menilai risiko krisis di Indonesia masih jauh, berbeda dengan krisis 1997-1998. Fundamental ekonomi Indonesia dinilai kuat dan terjaga. "Apakah masih jauh? Saya berani afirmasi masih jauh, tapi bukan berarti kita lengah, kita terus monitor," pungkas Solikin. infomalang.com/ melaporkan hal ini.
