Breaking

Gelombang Aksi Mahasiswa Malang: Babak Baru Perjuangan

Malang, Juli 2025 — Deru suara mahasiswa kembali menggema di jantung Kota Malang. Sejak 17 Februari 2025, kota pendidikan ini menjadi saksi dari salah satu gelombang protes terbesar dalam sejarah Indonesia modern. Dipimpin oleh mahasiswa dari berbagai universitas ternama seperti Universitas Brawijaya, Universitas Negeri Malang, hingga Universitas Muhammadiyah Malang, gerakan ini menandai babak baru perjuangan kaum intelektual muda terhadap kebijakan kontroversial pemerintah.

Awal Mula dan Penyebab Aksi

Aksi dimulai menyusul penerbitan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 yang memangkas anggaran sejumlah sektor demi mendanai program Makanan Bergizi Gratis (MBG). Kebijakan ini dinilai cacat secara implementatif dan berpotensi merugikan masyarakat kecil. Mahasiswa menilai bahwa pemangkasan dana pendidikan dan riset merupakan ancaman serius bagi masa depan bangsa.

Kemarahan publik memuncak ketika beredar wacana bahwa universitas dapat diberikan izin usaha pertambangan, sebuah langkah yang dianggap mengkomersialkan pendidikan dan membungkam kritik akademik. Demonstrasi di Malang pun menjadi bagian dari gerakan nasional yang dikenal dengan tagar #IndonesiaGelap, yang telah meraih lebih dari 14 juta cuitan dalam satu hari.

Bentuk Aksi dan Reaksi Pemerintah

Mahasiswa Malang menempuh beragam metode aksi, mulai dari long march, teatrikal jalanan, hingga mimbar bebas di alun-alun kota. Slogan-slogan seperti “Pendidikan Bukan Tambang” dan “Rakyat Butuh Ilmu, Bukan Eksploitasi” menghiasi spanduk dan mural di seluruh penjuru kota.

Pada 1 Maret 2025, hasil awal dicapai ketika usulan izin tambang untuk universitas resmi ditolak DPR. Meski dianggap sebagai kemenangan awal, mahasiswa tidak menghentikan langkah. Mereka menyadari bahwa isu sistemik masih bercokol dalam pemerintahan, termasuk dugaan dwifungsi TNI, pembungkaman ruang sipil, dan pengaruh kuat mantan Presiden Joko Widodo dalam pemerintahan Prabowo-Gibran.

Babak Kedua: #TolakRUUTNI

Memasuki Maret 2025, fokus aksi beralih ke revisi Undang-Undang TNI. Perubahan undang-undang ini memperluas jabatan sipil yang dapat diisi militer, memperpanjang usia pensiun prajurit, dan memperkuat peran Kementerian Pertahanan. Mahasiswa menilai hal ini sebagai bentuk kemunduran demokrasi dan ancaman terhadap supremasi sipil.

Aksi di Malang berlangsung secara konsisten. Ribuan mahasiswa mengenakan pakaian hitam sebagai simbol duka terhadap demokrasi yang kian pudar. Di depan DPRD Kota Malang, massa membakar ban bekas dan menyuarakan tujuh tuntutan utama, termasuk pembatalan revisi UU TNI, penegakan reformasi militer, serta pencabutan Instruksi Presiden 1/2025.

Baca Juga:Presiden Macron Ucapkan Terima Kasih Kepada Presiden Prabowo Atas Kehadirannya di Bastille Day Par

Relevansi Global dan Solidaritas Internasional

Menariknya, protes mahasiswa di Malang mendapat sorotan media internasional. Aksi solidaritas muncul di kota-kota besar dunia seperti Berlin, Melbourne, dan Los Angeles. Mereka membawa poster bertuliskan “Democracy for Indonesia” dan “Stop Militarization!”. Hal ini membuktikan bahwa isu demokrasi bukan hanya persoalan domestik, tetapi juga kepentingan universal.

Pandangan Akademisi dan Pakar

Dr. Ahmad Rofiq, dosen ilmu politik dari Universitas Brawijaya, menyatakan bahwa aksi ini mencerminkan kesadaran politik generasi muda yang kritis dan progresif. “Mahasiswa hari ini bukan hanya pembaca buku, tapi juga pembentuk narasi kebangsaan,” ungkapnya.

Sementara itu, pengamat militer Kusnadi Putra mengingatkan bahaya normalisasi militer dalam urusan sipil. “Revisi UU TNI adalah langkah mundur yang mengingatkan kita pada era Orde Baru,” katanya.

Kesimpulan: Perjuangan Belum Selesai

Gelombang protes mahasiswa Malang bukan sekadar letupan emosional, tetapi refleksi dari kegelisahan kolektif terhadap arah bangsa. Mereka menolak tunduk pada kekuasaan yang tak transparan, memperjuangkan pendidikan yang merdeka, dan mendesak reformasi militer agar tidak mengancam sipil.

Kini, mahasiswa bukan sekadar agen perubahan, tetapi garda depan demokrasi. Gelombang Aksi Mahasiswa Malang telah menyalakan obor perjuangan yang tak mudah padam. Babak baru ini adalah pengingat bahwa kekuatan rakyat—terutama generasi muda—tidak bisa diabaikan.

Baca Juga:Operasi Patuh Semeru 2025 – 8 Pelanggaran Lalu Lintas yang Wajib Diwaspadai