Kepolisian Resor Kota (Polresta) Malang bersama Pemerintah Kota Malang resmi melarang penggunaan sound horeg atau perangkat pengeras suara berdaya tinggi di seluruh wilayah hukumnya. Kebijakan ini muncul setelah beberapa waktu terakhir terjadi berbagai gangguan ketertiban, termasuk kericuhan saat pawai budaya di Kelurahan Mulyorejo, Kecamatan Sukun.
Kabag Ops Polresta Malang Kota, Kompol Wiwin Rusli, memastikan bahwa pelarangan tersebut sudah diberlakukan. “Betul, sound horeg dilarang di Kota Malang,” ujarnya saat dikonfirmasi, Rabu (16/7/2025). Menurut Wiwin, suara yang ditimbulkan dari perangkat tersebut sering kali melampaui batas kenyamanan warga. Suara bising berjam-jam bahkan dapat memicu ketegangan di lingkungan sekitar.
Wiwin menegaskan, bila masyarakat tetap nekat menggunakan sound horeg pada acara atau konvoi tanpa izin, maka polisi akan bertindak tegas. “Sanksinya diamankan di Polresta,” tegasnya. Pihaknya juga mengingatkan warga yang ingin mengadakan kegiatan agar terlebih dahulu melakukan koordinasi resmi dengan aparat kepolisian.
Larangan ini tak lepas dari insiden pada Minggu (13/7/2025) siang. Saat itu, sebuah pawai budaya dengan iring-iringan sound horeg melintas di depan rumah seorang warga berinisial RM di Kelurahan Mulyorejo. Suara keras dari sound system tersebut dianggap mengganggu karena anak RM sedang sakit. Suaminya, MA, kemudian keluar rumah dan mendorong salah satu peserta pawai.
“Karena temannya didorong, peserta lain tidak terima dan terjadilah pemukulan,” ungkap Kasi Humas Polresta Malang Kota, Ipda Yudi Risdiyanto. Akibat insiden itu, MA mengalami luka di bagian pelipis kiri dan melaporkan kejadian tersebut. Namun, mediasi dilakukan di Kantor Kelurahan Mulyorejo sehari setelah kejadian. Kedua belah pihak sepakat berdamai, bahkan peserta karnaval bersedia memberikan kompensasi sebesar Rp2 juta. MA pun mencabut laporan setelah kesepakatan tersebut.
Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat, menyampaikan bahwa larangan ini akan dipertegas melalui penerbitan Surat Edaran (SE) Wali Kota. “Sudah kami larang, dan nanti kami pertegas melalui SE,” ujarnya. Wahyu mengingatkan bahwa meskipun kegiatan budaya penting, pelaksanaannya tidak boleh merugikan masyarakat.
Baca Juga: Satpol PP Kota Malang Dirikan Pos Pengawasan, Tegas Tertibkan PKL di Alun-Alun Merdeka
“Boleh saja seni, tetapi jangan sampai mengganggu ketertiban umum. Semua kegiatan harus diterima masyarakat, kalau tidak, dampaknya negatif,” tegas Wahyu. Pemkot juga akan melakukan sosialisasi kepada pelaku hiburan atau penyelenggara acara yang biasa menggunakan sound horeg.
Ketua DPRD Kota Malang, Amithya Ratnanggani Sirraduhita, mendukung langkah Pemkot dan kepolisian. Ia menilai kesenian tetap bisa berkembang asalkan pelaksanaannya mematuhi aturan. “Kesenian seperti itu pada dasarnya baik. Tetapi bila penyajiannya mengganggu orang lain, maka nilai seninya tidak terlihat,” ujarnya.
Amithya juga mengingatkan bahwa Peraturan Daerah tentang Ketertiban Umum (Trantibum) sudah mengatur ambang batas kebisingan. Dengan regulasi tersebut, aparat memiliki dasar hukum yang jelas untuk menindak.
Fenomena sound horeg juga mendapat perhatian dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur. Lembaga itu mengeluarkan Fatwa Nomor 1 Tahun 2025 yang menetapkan penggunaan sound horeg sebagai hal yang haram jika mengganggu ketertiban umum. Fatwa ini memicu langkah tegas dari Polda Jawa Timur yang kemudian mengeluarkan imbauan resmi agar masyarakat tidak menggunakan perangkat tersebut.
Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Jules Abraham Abast, membenarkan imbauan itu melalui unggahan di akun Instagram resmi @humaspoldajatim. Dengan adanya fatwa dan imbauan ini, kebijakan daerah semakin mendapatkan legitimasi.
Melalui pelarangan sound horeg, diharapkan Kota Malang dapat menciptakan suasana lingkungan yang lebih kondusif, nyaman, dan aman. Aparat kepolisian akan terus memantau lapangan, sementara Pemkot gencar memberikan edukasi kepada masyarakat. Semua pihak diminta berperan aktif menjaga ketertiban demi kenyamanan bersama.
Baca Juga: Operasi Patuh Semeru 2025, Polresta dan Polres Malang Utamakan Edukasi Humanis kepada Pengendara















