infomalang.com/ – Pemerintah Indonesia resmi menaikkan tarif pajak atas transaksi aset kripto mulai 1 Agustus 2025. Kebijakan ini tertuang dalam peraturan terbaru Kementerian Keuangan yang menetapkan tarif pajak lebih tinggi untuk transaksi yang dilakukan melalui bursa luar negeri dibandingkan dengan bursa domestik. Keputusan ini diambil untuk memperkuat pengawasan dan meningkatkan penerimaan negara dari sektor aset digital yang terus berkembang pesat di Tanah Air.
Berdasarkan aturan baru tersebut, penjual aset kripto di bursa domestik diwajibkan membayar pajak sebesar 0,21% dari nilai transaksi, naik dari sebelumnya 0,1%. Sementara itu, penjual yang melakukan transaksi melalui bursa luar negeri akan dikenakan tarif yang jauh lebih tinggi, yakni 1%, naik dari 0,2% sebelumnya.
Dalam peraturan yang sama, pemerintah menghapuskan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk pembelian aset kripto. Sebelumnya, pembeli dikenakan PPN sebesar 0,11–0,22%. Sebaliknya, tarif PPN untuk aktivitas penambangan aset kripto mengalami kenaikan signifikan dari 1,1% menjadi 2,2%. Sementara tarif pajak penghasilan khusus atas penambangan kripto sebesar 0,1% dihapuskan. Dengan demikian, mulai 2026, pendapatan dari penambangan kripto akan dikenakan tarif pajak penghasilan pribadi atau perusahaan sesuai ketentuan yang berlaku.
Juru bicara Kementerian Keuangan menyebutkan bahwa kebijakan ini merupakan bagian dari langkah reformasi perpajakan untuk menyesuaikan regulasi dengan perkembangan pasar aset digital. “Kami melihat lonjakan signifikan dalam volume perdagangan kripto di Indonesia. Maka dari itu, penyesuaian tarif pajak ini diperlukan untuk memastikan bahwa kontribusi sektor ini terhadap penerimaan negara sesuai dengan potensinya,” ujarnya.
Pertumbuhan Pesat Pasar Kripto di Indonesia
Indonesia menjadi salah satu pasar kripto terbesar di Asia Tenggara. Data regulator menunjukkan bahwa nilai transaksi aset kripto di Indonesia meningkat tiga kali lipat pada 2024 dibandingkan tahun sebelumnya, mencapai lebih dari Rp650 triliun atau setara dengan USD 39,67 miliar. Jumlah pengguna bursa kripto di Indonesia pada 2024 juga melampaui 20 juta, melebihi jumlah investor di pasar saham.
Pertumbuhan ini menunjukkan bahwa aset kripto semakin populer sebagai pilihan investasi bagi masyarakat. Namun, tingginya aktivitas transaksi juga menghadirkan tantangan tersendiri bagi pemerintah, khususnya terkait pengawasan transaksi yang dilakukan melalui bursa luar negeri.
Respons Pelaku Industri Kripto
Tokocrypto, salah satu bursa kripto terbesar di Indonesia yang didukung Binance, menyambut baik perubahan regulasi ini. Dalam pernyataannya, Tokocrypto menilai kebijakan tersebut mencerminkan pergeseran pandangan pemerintah yang kini mengkategorikan kripto sebagai aset keuangan, bukan lagi komoditas semata.
“Kami memahami tujuan pemerintah dalam memperkuat pengawasan dan penegakan pajak, khususnya terhadap transaksi aset kripto di platform asing. Namun, kami mengusulkan adanya masa tenggang minimal satu bulan agar perusahaan dapat menyesuaikan diri dengan aturan baru,” ujar perwakilan Tokocrypto.
Perusahaan tersebut juga meminta pemerintah memberikan insentif fiskal untuk mendorong inovasi di sektor industri kripto. Menurut Tokocrypto, tarif pajak kripto yang baru masih lebih tinggi dibandingkan dengan tarif pajak keuntungan modal pada investasi di pasar saham. Hal ini dikhawatirkan dapat mengurangi minat investor ritel maupun institusi di sektor aset digital jika tidak diimbangi dengan insentif yang mendukung pertumbuhan industri.
Arah Kebijakan Pemerintah
Kementerian Keuangan menegaskan bahwa kenaikan pajak kripto bertujuan untuk meningkatkan keadilan fiskal. Pemerintah menilai bahwa sektor aset digital harus memberikan kontribusi yang sepadan dengan nilai transaksi yang terus meningkat.
Selain itu, pemerintah juga akan memperkuat pengawasan terhadap transaksi kripto, terutama yang dilakukan melalui bursa luar negeri. Dengan tarif yang lebih tinggi untuk bursa asing, pemerintah berharap dapat mengarahkan aktivitas perdagangan kripto ke bursa domestik yang lebih mudah diawasi.
Pengamat ekonomi digital menilai kebijakan ini sebagai langkah strategis yang menempatkan Indonesia sejalan dengan tren global. Banyak negara telah menerapkan pajak lebih tinggi untuk transaksi aset digital di bursa asing guna menjaga stabilitas pasar dan memastikan kepatuhan pajak.
Dampak bagi Investor dan Pasar
Bagi investor, kebijakan ini memerlukan penyesuaian, terutama dalam perencanaan investasi di aset kripto. Investor ritel kemungkinan akan lebih memilih menggunakan bursa domestik karena tarif pajak yang lebih rendah dibandingkan bursa asing. Namun, kenaikan tarif ini juga dapat menurunkan tingkat likuiditas dalam jangka pendek, khususnya bagi investor besar yang aktif melakukan perdagangan di platform internasional.
Meski demikian, pemerintah optimis bahwa regulasi baru ini akan mendorong terciptanya ekosistem kripto yang lebih sehat dan berkelanjutan di Indonesia. Dengan kontribusi pajak yang meningkat, pemerintah memiliki ruang fiskal lebih besar untuk mendukung program-program strategis, termasuk pengembangan infrastruktur digital dan perlindungan konsumen di sektor aset kripto.
Langkah ini juga diharapkan memberikan kepastian hukum bagi pelaku industri, sekaligus meningkatkan kepercayaan investor bahwa pasar kripto di Indonesia dikelola dengan tata kelola yang baik.
Baca Juga:Perkuat Sistem Tata Kelola, Kota Malang Gandeng KemenPANRB dalam Konsultasi Intensif 2025















