infomalang.com/,KABUPATEN MALANG – Dalam upaya mewujudkan sistem penanggulangan bencana yang lebih adil dan merata, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Malang menorehkan langkah inovatif dan inklusif. Melalui inisiatif strategis, BPBD Kabupaten Malang secara resmi membentuk Unit Layanan Disabilitas Penanggulangan Bencana (ULD PB). Pembentukan unit ini merupakan komitmen nyata untuk memastikan bahwa kelompok disabilitas, yang seringkali menjadi kelompok paling rentan, mendapatkan perlindungan dan partisipasi yang setara dalam setiap tahapan penanggulangan bencana.
Langkah progresif ini menjadikan Kabupaten Malang sebagai salah satu dari lima kabupaten di Jawa Timur yang terpilih sebagai proyek percontohan (pilot project) pembentukan ULD PB. Proyek ini merupakan hasil kolaborasi penting antara BPBD Provinsi Jawa Timur dan Program Siap Siaga, sebuah program yang didukung oleh kerja sama antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Australia. Keberadaan ULD PB menandai sebuah era baru dalam manajemen bencana, di mana kesiapsiagaan tidak lagi eksklusif, melainkan menjadi hak dan tanggung jawab semua pihak.
Mengapa Disabilitas Menjadi Fokus Utama?
Zainuddin, Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kabupaten Malang, menjelaskan alasan mendasar di balik pembentukan ULD PB. Menurutnya, penyandang disabilitas adalah kelompok yang paling rentan dalam situasi bencana. “Disabilitas adalah kelompok paling rentan dalam bencana karena keterbatasan mobilitas, akses informasi, dan sistem pendukung,” jelas Zainuddin, Jumat (1/8/2025). Pernyataan ini menegaskan bahwa dalam kondisi darurat, tantangan yang dihadapi oleh penyandang disabilitas jauh lebih besar dibandingkan dengan masyarakat pada umumnya. Keterbatasan fisik dan akses informasi yang tidak memadai dapat menghambat proses evakuasi, penyediaan bantuan, dan pemulihan pascabencana.
Baca Juga:DPR Sebut Fenomena Pemasangan Bendera One Piece Sebagai Upaya Pecah Belah Bangsa
ULD PB hadir sebagai solusi konkret untuk mengatasi kesenjangan ini. Unit ini tidak hanya bertugas menjamin hak penyandang disabilitas dalam seluruh siklus penanggulangan bencana, tetapi juga mendorong peran aktif mereka. Tiga tahapan utama dalam siklus penanggulangan bencana menjadi fokus ULD PB: prabencana, tanggap darurat, dan pascabencana.
Peran ULD PB dalam Seluruh Siklus Bencana
Pada fase prabencana, ULD PB akan fokus pada upaya mitigasi dan kesiapsiagaan yang spesifik untuk penyandang disabilitas. Ini mencakup pelatihan evakuasi yang disesuaikan, pembuatan jalur evakuasi yang aksesibel, serta sosialisasi informasi bencana dalam format yang mudah dipahami oleh berbagai jenis disabilitas, seperti penggunaan bahasa isyarat atau media Braille. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa setiap penyandang disabilitas memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk melindungi diri mereka sendiri.
Dalam fase tanggap darurat, ULD PB akan berperan vital dalam koordinasi tim penyelamat. Unit ini akan memastikan bahwa proses evakuasi berjalan secara inklusif, dengan menyediakan alat bantu yang diperlukan dan menempatkan personel yang terlatih untuk menangani kebutuhan khusus. Selain itu, ULD PB juga akan memastikan bahwa fasilitas pengungsian yang disediakan memiliki aksesibilitas yang memadai, termasuk toilet, jalur, dan area istirahat yang ramah disabilitas.
Selanjutnya, pada fase pascabencana, ULD PB akan terlibat dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi. Mereka akan memastikan bahwa bantuan yang disalurkan, baik berupa logistik maupun psikososial, dapat menjangkau penyandang disabilitas secara adil. ULD PB juga akan berperan dalam merancang pembangunan kembali fasilitas yang lebih inklusif dan ramah disabilitas, sehingga masyarakat dapat kembali beraktivitas dengan normal tanpa hambatan.
Dari Penerima Bantuan Menjadi Aktor Kunci
Salah satu prinsip utama yang diusung oleh ULD PB adalah perubahan paradigma. Penyandang disabilitas tidak lagi hanya dipandang sebagai penerima bantuan pasif, tetapi didorong untuk terlibat aktif sebagai aktor kunci dalam penanggulangan bencana. Partisipasi mereka dalam perencanaan, simulasi, dan pelaksanaan program akan memberikan perspektif berharga yang seringkali terlewatkan.
Misalnya, penyandang disabilitas dapat memberikan masukan mengenai desain jalur evakuasi yang benar-benar aksesibel atau menyarankan metode komunikasi yang paling efektif untuk komunitas mereka. Dengan memberdayakan mereka, ULD PB tidak hanya menciptakan sistem yang lebih efektif, tetapi juga membangun rasa memiliki dan kepercayaan diri di kalangan penyandang disabilitas.
Langkah BPBD Kabupaten Malang ini patut diapresiasi sebagai terobosan penting dalam manajemen bencana di Indonesia. Pembentukan ULD PB adalah bukti bahwa kesiapsiagaan bencana harus berlandaskan pada prinsip keadilan, kesetaraan, dan inklusivitas. Diharapkan, keberhasilan proyek percontohan ini dapat menjadi inspirasi bagi daerah-daerah lain di seluruh Indonesia untuk membangun sistem penanggulangan bencana yang tidak meninggalkan siapapun di belakang. Ini adalah investasi jangka panjang untuk menciptakan masyarakat yang tangguh, mandiri, dan berkeadilan dalam menghadapi setiap tantangan.
Baca Juga:Pemerintah Resmi Tetapkan 18 Agustus 2025 Sebagai Hari Libur















