Breaking

Pajak Kripto 2024 Melonjak Drastis, Indonesia Catat Kenaikan 181% dari Tahun Sebelumnya

infomalang.com/  – Indonesia mencatat lonjakan signifikan dalam penerimaan pajak dari aset kripto pada 2024. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak (DJP), pendapatan pajak dari transaksi kripto mencapai Rp620 miliar atau sekitar 38 juta dolar AS. Angka ini melonjak drastis hingga 181 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mencatat Rp220 miliar (sekitar 13,5 juta dolar AS). Lonjakan tersebut dikaitkan dengan meningkatnya volume perdagangan kripto yang tembus Rp650 triliun (sekitar 39,67 miliar dolar AS) sepanjang 2024, didorong oleh semakin besarnya jumlah pengguna kripto di Indonesia yang kini mencapai lebih dari 20 juta orang. Angka ini bahkan melampaui jumlah investor pasar modal di dalam negeri.

Penerimaan pajak crypto sendiri pertama kali diperkenalkan pada 2022 dengan capaian Rp246 miliar. Namun, pada 2023 sempat mengalami penurunan sebelum kembali bangkit dengan pertumbuhan yang signifikan pada 2024. Lonjakan ini menegaskan posisi kripto sebagai salah satu sektor yang berpotensi besar menyumbang pendapatan negara jika dikelola dengan tepat.

Namun, tren positif tersebut diprediksi tidak akan berlanjut pada 2025. Hingga Juli 2025, penerimaan pajak crypto baru mencapai Rp115 miliar atau sekitar 6,97 juta dolar AS. Penurunan ini menandakan perlambatan yang cukup tajam dibandingkan tahun sebelumnya. Menurut Hestu Yoga Saksama, Direktur Peraturan Perpajakan I DJP, kondisi ini tak lepas dari volatilitas pasar crypto yang memengaruhi aktivitas perdagangan. “Kripto adalah investasi jangka panjang. Harganya bisa turun kapan saja,” jelasnya.

Kebijakan Baru untuk Stabilisasi dan Peningkatan Penerimaan

Untuk mengatasi ketidakpastian dan meningkatkan kontribusi sektor crypto terhadap penerimaan negara, pemerintah memperkenalkan kebijakan pajak baru pada Agustus 2025. Pajak untuk bursa crypto asing dinaikkan dari 0,2 persen menjadi 1 persen. Di sisi lain, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk pembelian kripto domestik dihapuskan alias menjadi nol persen. Langkah ini bertujuan mendorong aktivitas perdagangan di bursa dalam negeri.

Tak hanya itu, pajak untuk aktivitas penambangan crypto juga dilipatgandakan dari 1,1 persen menjadi 2,2 persen. Sementara itu, pajak penghasilan khusus bagi penambang sebesar 0,1 persen akan dihapus secara bertahap pada 2026. Kebijakan ini merupakan bagian dari perubahan regulasi besar yang juga mencakup pengalihan pengawasan aset kripto dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dengan perubahan ini, crypto resmi dikategorikan sebagai aset keuangan, bukan lagi komoditas.

Langkah tersebut diharapkan mampu menciptakan kerangka regulasi yang lebih jelas dan sesuai dengan standar global, terutama dalam aspek perdagangan dan perpajakan.

Baca Juga:Kota Malang Pastikan Tidak Ada Pengajar Sekolah Rakyat yang Mundur, Justru Kekurangan Tenaga

Indonesia dalam Peta crypto Global

Indonesia semakin mencuri perhatian di mata dunia terkait adopsi crypto. Pada 2024, Indonesia menempati peringkat ketiga dalam Indeks Adopsi crypto Global versi Chainalysis. Capaian ini didorong oleh dominasi investor muda, di mana lebih dari 60 persen trader berusia antara 18 hingga 30 tahun. Hingga Oktober 2024, total transaksi kripto mencapai lebih dari 30 miliar dolar AS, naik 352 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Kendati demikian, sektor ini tetap menghadapi risiko besar terkait fluktuasi harga yang bisa memengaruhi stabilitas penerimaan negara. “Semua sangat bergantung pada pasar. Jika aktivitas turun, maka pendapatan pajak juga akan ikut turun,” kata Hestu Yoga Saksama.

Peringatan bagi Pemerintah

Sejumlah pakar menilai bahwa pemerintah perlu berhati-hati dalam mengandalkan pajak crypto sebagai sumber pendapatan. Gregory Cowles, Chief Strategy Officer Intellistake.ai, memperingatkan bahwa kebijakan pajak yang terlalu agresif bisa mendorong pelaku kripto pindah ke bursa luar negeri atau beralih ke perdagangan informal. “Jika pemerintah menganggap pajak kripto sebagai pos pendapatan yang stabil, mereka bisa saja kecewa di masa depan,” ujarnya.

Dengan tantangan tersebut, pemerintah diharapkan tidak hanya fokus pada aspek perpajakan, tetapi juga membangun ekosistem crypto yang sehat, transparan, dan berkelanjutan. Implementasi pengawasan oleh OJK nantinya diharapkan mampu memberikan kejelasan lebih lanjut mengenai aturan main, perlindungan investor, serta tata kelola yang lebih baik bagi industri ini.

Indonesia kini berada di persimpangan jalan dalam mengembangkan sektor kripto. Dengan potensi besar yang dimiliki, regulasi yang tepat bisa menjadikan kripto sebagai salah satu motor penggerak ekonomi digital nasional. Namun tanpa strategi yang matang, ketergantungan pada pasar yang fluktuatif justru berisiko bagi keberlanjutan penerimaan negara.

Baca Juga:Pajak Kripto Naik, Pemerintah Indonesia Evaluasi Tarif Transaksi Digital