Kota Malang kembali menunjukkan eksistensinya sebagai salah satu pusat industri kreatif di Jawa Timur. Pada Jumat (8/8/2025), Malang Creative Center (MCC) menjadi tuan rumah gelaran YouTube Music Academy, sebuah program edukasi musik yang membahas perkembangan industri di era digital, khususnya di platform YouTube.
Acara ini terselenggara berkat kolaborasi antara YouTube Music, Lokanesia, Gema Loka, dan Swaranala. Kegiatan tersebut menghadirkan sejumlah narasumber penting, termasuk perwakilan MCC, creative director Priya Langga, serta musisi nasional Ade Nurulianto atau yang akrab disapa Ade Govinda.
Direktur Operasional Sosia Loka Indonesia, Adam Febrianata, menjelaskan bahwa YouTube Music Academy menjadi bagian dari rangkaian kegiatan Loka Nesia 2025, yang terdiri dari tiga agenda utama: LokaTalks (forum diskusi), LokaLapak (pameran UMKM), dan ProklaMusic (panggung apresiasi musisi daerah).
“Melalui LokaTalks, kami ingin musisi memahami cara kerja platform digital sehingga karya mereka bisa mendapatkan eksposur lebih luas,” ujar Adam.
Ia menambahkan, perkembangan teknologi memberi kesempatan yang sama bagi musisi daerah untuk bersaing di level nasional, bahkan internasional. Label-label musik dari Jawa Timur kini dapat menembus tangga lagu digital tanpa harus bergantung pada industri besar di ibu kota.
Royalti Musik, Isu Panas yang Perlu Edukasi
Salah satu pembicara yang paling dinantikan adalah Ade Govinda. Dalam sesi diskusinya, Ade menekankan pentingnya pemahaman royalti musik. Menurutnya, ia adalah contoh nyata musisi yang hidup sepenuhnya dari royalti, baik dari platform YouTube, layanan streaming digital, maupun lagu yang diputar di kafe.
“Saya ini pure hidup dari royalti. Kalau musik dipakai untuk menunjang suasana dan meningkatkan penjualan di kafe, ya wajar ada kewajiban bayar,” kata Ade.
Ia mengkritisi fenomena beberapa kafe yang memilih berhenti memutar lagu untuk menghindari kewajiban royalti. Bagi Ade, langkah itu justru membuktikan bahwa musik memang punya dampak besar terhadap bisnis.
Peran LMKN dan Tantangan yang Ada
Ade juga menyinggung peran Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), badan resmi yang diberi wewenang pemerintah untuk mengelola sistem royalti musik di Indonesia.
Meski menilai kinerjanya belum maksimal, ia mengakui LMKN terus melakukan perbaikan sistem. Tantangan terbesar, menurutnya, adalah kurangnya edukasi kepada pelaku usaha dan masyarakat terkait hak cipta musik.
“Lagu itu dibuat dengan biaya, waktu, tenaga, dan kreativitas. Semua itu harus dihargai. Sistem di LMK perlu ditingkatkan lagi agar lebih transparan dan efektif,” jelasnya.
Baca Juga: Rencana Indonesia Rawat Warga Gaza di Pulau Galang: 5 Fakta Penting yang Perlu Diketahui
YouTube Masih Jadi Platform Utama Pendapatan Musisi
Dalam pandangan Ade, YouTube adalah platform yang paling presisi dan transparan dalam memberikan pendapatan kepada musisi. “Sejauh ini YouTube masih nomor satu untuk income musisi di Indonesia,” tegasnya.
Ia mendorong musisi daerah untuk memanfaatkan platform ini secara maksimal. Menurutnya, dunia digital memungkinkan karya dari daerah untuk terdengar hingga ke pusat industri musik nasional. Contohnya adalah Sal Priadi, musisi asal Malang yang kini dikenal luas di kancah nasional.
Edukasi Hak Cipta untuk Musisi dan Pelaku Usaha
Adam Febrianata menambahkan bahwa masih banyak pelaku musik yang belum memahami mechanical rights dan performing rights dua jenis hak yang dilindungi dalam UU Hak Cipta 2014.
“Contohnya kasus Mie Gacoan, musisi harus tahu hak mereka. Begitu pula pemilik usaha, mereka wajib melaporkan pemutaran lagu yang bersifat komersial,” kata Adam.
Ia menegaskan bahwa meskipun pemutaran lagu di kafe bisa memberi promosi bagi musisi, hal itu tidak menghapus kewajiban membayar royalti jika lagu digunakan untuk kepentingan bisnis.
Loka Nesia 2025 Jadi Panggung Kreatif dan Kolaborasi
Tahun ini, Loka Nesia 2025 dihadiri 150 kreator musik dari berbagai daerah. ProklaMusic menjadi ajang unjuk karya bagi musisi lokal dari Malang, Jawa Timur, hingga wilayah lain di Indonesia.
“Kami ingin panggung ini jadi batu loncatan bagi musisi lokal menuju level yang lebih besar,” ujar Adam.
Selain memberi ruang perform, Loka Nesia juga mendukung UMKM melalui LokaLapak, yang menampilkan produk-produk kreatif lokal. Sinergi antara musik dan pelaku usaha ini diharapkan bisa memperkuat ekosistem ekonomi kreatif di Malang.
Harapan untuk Industri Musik yang Lebih Sehat
Baik Ade maupun Adam sepakat bahwa industri musik Indonesia masih membutuhkan edukasi berkelanjutan terkait hak cipta dan pemanfaatan teknologi digital.
Ade berharap ke depan, para pelaku usaha semakin sadar akan pentingnya menghargai karya musik, sementara musisi lokal mampu memaksimalkan peluang yang ditawarkan platform digital.
“Kalau kualitas karya bagus dan pemasarannya tepat, musisi daerah bisa bersaing di level nasional bahkan internasional,” pungkas Ade.
Dengan semangat kolaborasi yang ditunjukkan pada YouTube Music Academy di Malang, masa depan musisi daerah tampak semakin cerah. Era digital telah membuka pintu lebar-lebar tinggal bagaimana pelaku industri musik memanfaatkannya secara optimal dan berkelanjutan.
Baca Juga: Komunitas Roblox Indonesia Dorong Regulasi Cerdas di Tengah Isu Pemblokiran 2025















