Breaking

Pemkot Malang Pastikan Tarif PBB 2025 Tetap, Warga Tidak Perlu Khawatir

Pemerintah Kota (Pemkot) Malang memberikan kepastian kepada masyarakat bahwa tidak akan ada kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pada tahun 2025. Kepastian ini disampaikan langsung oleh Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Malang, Handi Priyanto, yang menegaskan bahwa target penerimaan PBB tahun depan tetap sama seperti tahun ini, yakni Rp73 miliar. Penegasan tersebut menjadi jawaban atas isu yang sempat beredar di masyarakat terkait potensi kenaikan tarif PBB akibat perubahan regulasi pajak daerah.

Handi menjelaskan, tidak adanya kenaikan target penerimaan PBB otomatis membuat tarif juga tidak berubah. “Target sekarang Rp73 miliar, tahun depan juga sama, Rp73 miliar. Kalau targetnya tidak naik, bagaimana tarif bisa naik?” ujarnya pada Rabu, 13 Agustus 2025. Menurutnya, logika sederhana ini menunjukkan bahwa kabar kenaikan tarif PBB tidak berdasar. Hal ini juga menjadi bentuk komitmen Pemkot Malang untuk menjaga stabilitas beban pajak bagi warga.

Isu kenaikan PBB bermula dari terbitnya Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), yang merevisi Perda Nomor 4 Tahun 2023. Dalam aturan lama, tarif PBB dibagi menjadi empat kategori berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Tarif terendah sebesar 0,055 persen berlaku untuk NJOP maksimal Rp1,5 miliar, sedangkan tarif tertinggi 0,167 persen dikenakan untuk NJOP di atas Rp100 miliar. Melalui Perda baru, skema tarif tersebut disederhanakan menjadi satu tarif tunggal sebesar 0,2 persen.

Perubahan ini memicu kekhawatiran sebagian pihak bahwa akan terjadi lonjakan PBB yang dibayar masyarakat. Namun, Handi menegaskan bahwa penyederhanaan tarif ini lebih bersifat administrasi dan tidak otomatis meningkatkan jumlah pajak yang harus dibayar. “Penerapan single tarif tidak menyentuh kenaikan PBB sama sekali, sehingga target penerimaan tetap,” jelasnya.

Handi juga mengingatkan bahwa kewenangan untuk menaikkan tarif PBB sepenuhnya berada di tangan kepala daerah. Hingga saat ini, Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat, tidak memiliki rencana untuk menaikkan tarif tersebut. Bahkan, beberapa ketentuan dalam Perda baru justru berpotensi mengurangi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Salah satunya adalah kenaikan batas omzet minimum yang dikenakan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) untuk makanan dan minuman, dari Rp5 juta menjadi Rp15 juta. Kebijakan ini dinilai memberi kelonggaran bagi pelaku usaha kecil dan menengah di kota tersebut.

Meski demikian, pandangan berbeda datang dari anggota Komisi C DPRD Kota Malang, Arief Wahyudi. Menurutnya, perubahan tarif menjadi tunggal sebesar 0,2 persen terlihat seperti kenaikan signifikan jika dibandingkan dengan tarif terendah sebelumnya, yaitu 0,055 persen. Ia khawatir ketentuan ini bisa memicu protes warga seperti yang pernah terjadi di daerah lain. Oleh karena itu, Arief menyarankan agar Pemkot dan DPRD segera merevisi Perda tersebut agar tidak menimbulkan kegaduhan di masyarakat. “Daripada nanti masyarakat yang minta direvisi, lebih baik revisi sekarang,” tegasnya.

Baca Juga: Perumda Tugu Tirta Lakukan Pengerukan di Sungai Wendit Target Kedalaman 2 Meter, Jaga Kualitas Air Malang

Menanggapi hal tersebut, Handi tetap pada pendiriannya bahwa kebijakan ini tidak membebani masyarakat. Ia menegaskan bahwa angka 0,2 persen pada tarif tunggal tidak dapat dilihat semata-mata sebagai kenaikan, karena beban pajak yang dibayar akan sangat bergantung pada NJOP masing-masing objek pajak dan perhitungan detail lainnya. Pemkot Malang juga memiliki instrumen kebijakan untuk memastikan warga tidak terbebani, termasuk melalui penyesuaian nilai NJOP dan program keringanan pajak.

Selain menjaga tarif tetap, Pemkot Malang terus berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membayar PBB tepat waktu. Handi menyebut, kepatuhan pajak yang baik akan membantu pemerintah daerah dalam menyediakan layanan publik dan membiayai pembangunan kota. Ia juga mendorong warga memanfaatkan fasilitas pembayaran PBB secara online untuk menghindari keterlambatan atau denda.

Dengan adanya kepastian bahwa tarif PBB tidak naik pada 2025, masyarakat diharapkan tetap tenang dan tidak terpengaruh isu yang belum terverifikasi. Pemkot Malang menegaskan bahwa fokus utama mereka adalah menjaga stabilitas ekonomi warga, sekaligus menyesuaikan regulasi pajak agar lebih sederhana dan efisien. Penyederhanaan sistem tarif juga diharapkan mempermudah proses administrasi, baik bagi wajib pajak maupun bagi aparatur pemerintah yang mengelola penerimaan daerah.

Ke depan, Pemkot Malang berencana mengoptimalkan pendapatan daerah melalui sumber-sumber lain tanpa harus menaikkan PBB. Strategi ini meliputi peningkatan efektivitas pemungutan pajak daerah, memperluas basis pajak, serta mendorong pertumbuhan sektor usaha yang potensial. Dengan demikian, pembangunan dan pelayanan publik tetap dapat berjalan tanpa membebani masyarakat dengan pajak tambahan.

Kebijakan mempertahankan tarif PBB 2025 ini menjadi sinyal positif bagi warga Kota Malang. Di tengah dinamika ekonomi yang tidak menentu, kepastian seperti ini mampu menjaga daya beli masyarakat sekaligus memberikan rasa aman bahwa beban pajak mereka tidak akan bertambah. Hal ini selaras dengan visi Pemkot Malang untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang transparan, responsif, dan berpihak pada kesejahteraan warga.

Dengan penjelasan yang rinci dari Bapenda dan komitmen kepala daerah yang jelas, diharapkan informasi ini dapat menepis kabar miring yang berkembang. Masyarakat pun diimbau untuk selalu mengacu pada sumber resmi ketika menerima informasi terkait pajak atau kebijakan daerah. Dalam konteks ini, Pemkot Malang menunjukkan bahwa komunikasi publik yang terbuka dan akurat adalah kunci untuk menjaga kepercayaan warga terhadap pemerintahannya.

Baca Juga: Ancaman Mikroplastik untuk Bayi, Aktivis Malang Gaungkan Peringatan