Breaking

Wali Kota Malang Hapuskan PBB di Bawah Rp 30 Ribu Mulai 2026

InfoMalangKabar gembira datang untuk warga Kota Malang. Mulai tahun 2026, tagihan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dengan nominal di bawah Rp 30 ribu akan dihapuskan. Artinya, warga yang selama ini memiliki kewajiban membayar PBB dengan jumlah kecil tersebut akan terbebas dari pungutan. Kebijakan ini disampaikan langsung oleh Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat, sebagai bentuk upaya meringankan beban masyarakat di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih.

Menurut Wahyu, keputusan ini merupakan salah satu langkah nyata untuk memberikan keringanan bagi warga. Ia memahami bahwa kebutuhan hidup terus meningkat sementara sebagian masyarakat masih merasakan dampak perlambatan ekonomi. “Kami pastikan PBB tidak akan naik tahun depan. Selain itu, ada penggratisan kepada warga yang membayar di bawah Rp 30 ribu,” ujarnya.

Baca Juga:Arah Kebijakan Prabowo Subianto di Sidang Tahunan MPR 2025: 5 Pokok Utama

Berlaku Selama Masa Jabatan

Kebijakan penghapusan PBB kecil ini tidak hanya akan berlaku pada tahun pertama, melainkan akan diterapkan selama Wahyu menjabat sebagai Wali Kota Malang. Hal ini memastikan bahwa warga dapat menikmati manfaatnya secara berkelanjutan, bukan sekadar kebijakan sementara.

“Gratis itu artinya nol rupiah. Tidak akan ada pungutan untuk kategori tersebut,” tegas Wahyu. Ia menambahkan bahwa langkah ini sepenuhnya merupakan inisiatif pribadinya, tanpa adanya instruksi atau dorongan dari pemerintah pusat. Menurutnya, kebijakan ini adalah bentuk rasa terima kasih kepada masyarakat yang telah memberikan kepercayaan penuh saat dirinya mencalonkan diri dan terpilih menjadi wali kota.

Akan Ditetapkan Melalui Peraturan Wali Kota

Agar kebijakan ini memiliki landasan hukum yang kuat, Pemkot Malang akan menerbitkan Peraturan Wali Kota (Perwali) khusus. Aturan ini akan menjadi payung hukum pelaksanaan penghapusan PBB untuk tagihan di bawah Rp 30 ribu. Dengan demikian, proses pelaksanaan di lapangan akan jelas dan tidak menimbulkan perbedaan interpretasi.

“Saya ingin kebijakan ini langsung dirasakan warga tanpa khawatir akan berubah sewaktu-waktu. Oleh karena itu, kami siapkan perwali untuk mempertegasnya,” ujar Wahyu.

Kebijakan ini juga sekaligus menjadi jawaban atas kekhawatiran publik setelah disahkannya Peraturan Daerah (Perda) Kota Malang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Sebelumnya, muncul isu bahwa tarif PBB akan diseragamkan, yang dikhawatirkan memberatkan sebagian warga.

Dukungan dari DPRD Kota Malang

Kebijakan ini mendapat dukungan penuh dari DPRD Kota Malang. Ketua DPRD, Amithya Ratnanggani Siraduhitta, yang akrab disapa Mia, memastikan bahwa pemerintah daerah akan tetap mengutamakan kepentingan masyarakat dalam setiap kebijakan perpajakan.

“Kami bersama Pak Wali memastikan penarikan PBB tetap memperhatikan kemampuan warga. Perwali ini nantinya akan menjadi dasar hukum yang jelas agar penghapusan PBB kecil benar-benar berjalan,” jelas Mia.

Langkah sinergis antara eksekutif dan legislatif ini menunjukkan komitmen bersama untuk menjaga daya beli masyarakat dan mendorong perekonomian daerah.

Angin Segar di Tengah Isu Kenaikan PBB

Penghapusan PBB kecil di Malang menjadi kabar positif di tengah banyaknya daerah yang berencana menaikkan tarif PBB. Di beberapa wilayah, kebijakan kenaikan tarif pajak menimbulkan keluhan dari masyarakat, terutama mereka yang berada di golongan ekonomi menengah ke bawah.

Dengan kebijakan ini, Kota Malang justru menunjukkan arah berbeda—mengurangi beban pajak bagi warga yang paling rentan secara finansial. Hal ini diharapkan dapat mendorong rasa percaya masyarakat kepada pemerintah daerah dan memperkuat hubungan antara warga dan pemimpin mereka.

Manfaat Ekonomi dan Sosial

Kebijakan penghapusan PBB kecil memiliki dampak ganda. Dari sisi ekonomi, beban pengeluaran warga akan berkurang, sehingga mereka memiliki ruang lebih untuk memenuhi kebutuhan lain. Uang yang biasanya digunakan untuk membayar PBB dapat dialokasikan untuk kebutuhan pokok, pendidikan, atau kesehatan.

Dari sisi sosial, kebijakan ini memberi pesan bahwa pemerintah daerah peduli terhadap kondisi warganya. Perhatian terhadap kelompok masyarakat yang membayar PBB dalam jumlah kecil menunjukkan komitmen untuk menciptakan keadilan sosial.

Selain itu, langkah ini berpotensi meningkatkan kepatuhan pajak untuk kategori lainnya. Warga yang merasa terbantu akan cenderung lebih patuh dalam membayar pajak bagi properti atau lahan yang tidak termasuk kategori gratis.

Strategi Ke Depan

Meski kebijakan ini berarti potensi berkurangnya penerimaan daerah dari sektor PBB, Wahyu meyakini bahwa dampak positifnya lebih besar. Pemerintah Kota Malang berencana mengoptimalkan sumber pendapatan lain, seperti pajak hotel, restoran, serta retribusi jasa usaha, untuk menutupi selisih tersebut.

“Pendapatan daerah tidak hanya bergantung pada PBB. Masih banyak sektor yang bisa dioptimalkan tanpa memberatkan warga,” jelas Wahyu.

Respons Masyarakat

Sejak diumumkan, kabar ini mendapat sambutan positif dari berbagai kalangan. Banyak warga menyampaikan apresiasi melalui media sosial, menyebut kebijakan ini sebagai langkah nyata yang langsung dirasakan manfaatnya.

Beberapa warga mengaku selama ini pembayaran PBB kecil justru memakan waktu dan biaya transportasi lebih besar dibanding nominal yang dibayarkan. Dengan dihapuskannya PBB di bawah Rp 30 ribu, mereka merasa pemerintah memahami realitas di lapangan.

Baca Juga:Tindak Tegas Eksploitasi SDA Ilegal, Presiden Pastikan Langkah Hukum Tanpa Pandang Bulu 2025