Breaking

Siaga Banjir, 16 Kecamatan di Kabupaten Malang Masuk Zona Rawan Bencana

 

KEPANJEN – Ancaman bencana genangan di Kabupaten Malang tidak pernah surut, bahkan di musim kemarau. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Malang kini tengah melakukan pemetaan komprehensif untuk mengantisipasi potensi bencana yang mungkin terjadi. Hasil pemetaan menunjukkan bahwa 16 kecamatan di wilayah ini masuk dalam kategori genting genangan, termasuk genangan bandang. Hal ini menjadi perhatian serius, terutama mengingat fenomena “kemarau basah” yang diprediksi akan terjadi.

Peta Kerawanan dan Fenomena Kemarau Basah

Data yang dikumpulkan BPBD daerah Malang mengungkapkan sebaran genting genangan di berbagai wilayah. Di Kecamatan Kepanjen saja, terdapat empat titik genting genangan dan genangan, yaitu di Jalan Ahmad Yani, Jalan Kepanjen-Pagak, kawasan Pasar Kepanjen, dan Desa Jatirejoyoso. Penyebab utama di wilayah-wilayah ini didominasi oleh saluran air yang tersumbat, menandakan perlunya perbaikan infrastruktur drainase.

Secara keseluruhan, 16 kecamatan lain yang teridentifikasi sebagai wilayah gentinggenangan adalah:

  1. Pujon
  2. Ngantang
  3. Kasembon
  4. Karangploso
  5. Dau
  6. Singosari
  7. Lawang
  8. Pakis
  9. Poncokusumo
  10. Ampelgading
  11. Tirtoyudo
  12. Dampit
  13. Sumbermanjing Wetan
  14. Gedangan
  15. Kalipare
  16. Wagir

Baca Juga:Ancaman Longsor Hantui Siswa, Bupati Malang Desak Penanganan Darurat di SDN 3 Jedong

Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD daerah Malang, Sadono Irawan, menekankan bahwa kewaspadaan harus ditingkatkan.

Ia menjelaskan bahwa fenomena kemarau saat ini berbeda dari biasanya. Menurut data dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), periode hari tanpa hujan pada Agustus hingga September diprediksi berada di bawah 30 hari. Ini berarti, frekuensi hujan akan lebih sering dari yang diperkirakan, bahkan di atas normal.

“Kalau kami lihat peta BMKG, curah hujan cukup tinggi atau di atas normal,” kata Sadono.

Curah Hujan Tinggi dan Potensi Bencana

Sadono menambahkan bahwa potensi bencana genangan akan meningkat apabila curah hujan mencapai di atas 200 milimeter. Menurutnya, kondisi ini berpotensi terjadi di beberapa wilayah di daerah, yang memiliki topografi beragam.

Meskipun saat ini adalah musim kemarau, data kejadian genangan menunjukkan bahwa bencana bisa terjadi kapan saja. Dari Januari hingga Juli 2025, tercatat ada 13 kejadian genangan di daerah Malang.

Paling banyak terjadi pada bulan Januari dengan 7 kejadian, diikuti Mei dengan 3 kejadian, serta Februari, April, dan Juni masing-masing satu kejadian.

Data ini menjadi bukti nyata bahwa ancaman genangan tidak hanya terbatas pada musim penghujan. Oleh karena itu, langkah mitigasi dan kesiapsiagaan menjadi sangat penting.

BPBD daerah berkomitmen untuk terus memantau titik-titik genting genangan lainnya. Selain itu, mereka juga memastikan ketersediaan logistik untuk masyarakat yang terdampak bencana.

Langkah pemetaan ini tidak hanya sekadar mengumpulkan data, tetapi juga sebagai dasar untuk melakukan tindakan preventif.

Dengan mengetahui lokasi-lokasi genting, pemerintah daerah bisa berkolaborasi dengan masyarakat untuk membersihkan saluran air, membangun infrastruktur penanggulangan genangan, dan menyusun rencana evakuasi yang efektif.

Kesiapsiagaan menghadapi bencana adalah tanggung jawab bersama. Dengan informasi yang transparan dari BPBD, masyarakat diharapkan dapat lebih waspada dan mengambil langkah-langkah mandiri untuk melindungi diri dan keluarga mereka.

Sinergi antara pemerintah dan warga menjadi kunci utama untuk meminimalkan dampak buruk dari bencana alam.

Urgensi Sinergi Pemerintah dan Partisipasi Publik

Masalah banjir di daerah Malang adalah isu kompleks yang memerlukan penanganan lintas sektor. Peran BPBD dalam melakukan pemetaan genting sangat krusial, namun efektivitasnya sangat bergantung pada kolaborasi dengan dinas-dinas lain, seperti Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Lingkungan Hidup.

Pengerukan sungai, perbaikan drainase, dan penataan tata ruang harus dilakukan secara terpadu untuk memberikan solusi jangka panjang. Tanpa sinergi yang kuat, upaya penanggulangan hanya akan bersifat parsial dan kurang efektif.

Selain itu, partisipasi aktif masyarakat merupakan elemen tak terpisahkan dari strategi mitigasi bencana. Edukasi publik tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dan tidak membuang sampah di sungai adalah langkah preventif yang paling mendasar.

Program-program sosialisasi yang mudah dipahami, seperti simulasi evakuasi atau kampanye door-to-door, dapat membantu meningkatkan kesadaran warga.

Sadono Irawan menyoroti pentingnya memastikan logistik tersalurkan, namun penanggulangan terbaik adalah yang mampu mencegah bencana itu sendiri, atau setidaknya meminimalkan dampaknya.

Fenomena kemarau basah yang dipaparkan oleh Sadono juga harus menjadi perhatian. Perubahan iklim membuat pola cuaca menjadi tidak terduga, sehingga persiapan harus dilakukan setiap saat, bukan hanya saat musim hujan tiba.

Dengan informasi yang akurat dari BMKG dan langkah proaktif dari BPBD, daerah Malang bisa menjadi contoh dalam pengelolaan risiko bencana yang lebih adaptif dan tangguh.

Baca Juga:Langkah Cepat Atasi Banjir, Normalisasi Kalisat Jadi Prioritas di Tirtoyudo Malang